"Orang-orang selalu berkata padaku, 'jangan berharap terlalu tinggi, nanti kamu akan terjatuh,' ya, benar sekali. Kali ini aku terjatuh karena harapanku sendiri."
🐀🐀🐀
'Apa yang kamu harapkan dari sebuah hubungan percintaan? Kebahagiaan?'
Linda tersenyum sekilas kala mengingat sederet kalimat dari buku yang pernah ia baca. Baginya, kebahagiaan hanyalah kesemuan semata. Mengharapkan kebahagiaan dari sebuah hubungan percintaan adalah tindakan yang bodoh, seperti mengharapkan hujan yang turun di musim salju.
Nyatanya, cinta hanya menyisakan rasa sakit dan luka. Kebahagiaan dalam cinta itu tak ada, dan tak pernah ada. Cinta itu semu. Terlalu tinggi untuk digapai, juga terlalu sering menjatuhkan. Bagi Linda, melabuhkan sauh atas nama cinta hanyalah sebuah kesia-siaan belaka. Buktinya, semua laki-laki yang pernah terlibat hubungan dengannya terus saja mematahkan hatinya. Ayahnya yang seharusnya menjadi cinta pertamanya malah menjadi orang pertama yang menorehkan luka di hatinya. Arsa yang menjadi cinta pertamanya pun lebih memilih mencintai wanita lain ketimbang dirinya. Dan sekarang, saat ia mulai sembuh dari luka yang Arsa torehkan, kini Rama muncul dengan sejuta harapan dan mulai menjatuhkan hatinya.
Tapi, bukankah ini baru kali pertamanya patah hati karena Rama?
Tidak. Kesan pertama belum tentu menentukan segalanya.
Gadia itu masih mencoba berpikir positif. Mungkin saja apa yang ada dipikirannya kemarin itu salah. Ia tahu, Rama bukan seperti laki-laki yang sebelumnya ia kenal. Rama berbeda.
Tapi, bukankah dulu Ayah juga sama seperti Rama? Menciptakan api unggun kecil dan menggiringnya menuju kehangatan di awal namun mulai memantik api yang lebih besar dan membakar segalanya saat ia mulai percaya.
Tidak-tidak! Ia yakin sekali Rama bukan sosok seperti itu. Rama bukan Ayah. Ia berbeda.
Gadis itu berulang kali menggelengkan kepalanya. Sejak tadi pikiran wanita itu tenggelam pada prasangka-prasangka yang ia buat sendiri. Otaknya terus saja menghasilkan hormon adrenalin yang membuatnya terpaksa terjun dalam kekhawatiran hingga tanpa sadar mengacaukan pikirannya.
Ah, sudahlah! Ia sudah lelah menerka-nerka.
Wanita itu menarik napas dalam, mencoba mengendalikan pikirannya agar sejalan dengan kehendaknya. Ia tidak bisa membiarkan prasangka-prasangka buruk menguasai tubuhnya. Bukankah sebelumnya ia adalah pribadi yang masa bodoh dengan keadaan? Lalu mengapa kini rasa takut dan khawatir mulai menggerogoti hatinya sedikit demi sedikit?
Tidak Linda, cukup dengan prasangka yang kamu buat itu. Sudahlah, lupakan.
Wanita itu mulai kembali pada realitas nyata. Namun saat itu juga langkahnya terhenti. Hei, sudah berapa lama ia melamun dan menyelami pikirannya hingga ia tak sadar bahwa ia sudah tiba di kelasnya? Sungguh bodoh sekali. Padahal ia mulai berjalan dari pintu gerbang fakultas yang jaraknya bisa membuat kaki-kaki berurat tanpa perlu pergi ke pusat gymnastik.
Linda lalu menyeret kakinya memasuki kelas. Terlihat sudah banyak bangku-bangku yang terisi. Disana, di area tengah ia bisa melihat Arsa melambaikan tangan padanya. Lelaki itu memintanya untuk duduk di bangku kosong di sebelahnya. "Iya, sebentar." Jawab Linda saat Arsa terus mengayunkan tangannya agar Linda segera menghampirinya. Namun belum sampai Linda ke tempat Arsa, bangku itu sudah terisi secara tiba-tiba. Siapa lagi kalau bukan Luna pelakunya. Mantan pacar Arsa itu terus saja memohon agar hubungan mereka bisa kembali terjalin setelah hampir dua bulan ini mereka putus. Namun tentu saja, Arsa menolak ide gila itu mentah-mentah. "Cuma orang gila yang mau balikan walau udah disakiti sedalam itu," ungkap Arsa saat Linda menyarankan agar mereka kembali bersama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kenapa Harus Bapak? (END)
AléatoireDosen - Mahasiswa series. Humor - Romance - Spiritual - Perjodohan Dua sosok manusia dengan rahasia kelam masa lalu harus dipertemukan karena keadaan. Keadaan yang membuat mereka 'dipaksa' mengikat komitmen suci yang tak pernah dibayangkan sebelumny...