TERTI SIKS

3.5K 353 27
                                    

"Aku masih belum tahu apakah kehadiranmu membawaku pada kebahagiaan, atau malah menjerumuskanku pada penderitaan."

🐀🐀🐀

Dosen Rama is Calling...

Arsa meletakkan secangkir susu jahe di lantai. Lelaki itu tertegun sejenak saat melihat layar handphone Linda yang menampilkan panggilan masuk dari Rama. Diliriknya Linda yang sedang duduk di sebelahnya, wanita itu sepertinya tak menghiraukan panggilan masuk dari Rama. Entah karena ia tak ingin mengangkatnya, atau karena ia memang tak menyadari ada panggilan masuk. Setelah menyimpan susu jahenya, lelaki itu lalu mengambil duduk di sebelah gadis itu. Dari samping, ia menatap Linda dalam. Wajah gadis itu nampak pucat sekali. Sorot matanya pun nampak kosong. Terlihat jelas bahwa saat ini Linda tengah tidak baik-baik saja.

"Lin," panggilnya lirih.

Gadis itu menengok pelan dengan wajah pucatnya. "Apa?" Jawabnya.

"Ada yang nelfon." Lelaki itu lalu menunjuk ponsel Linda. "Dari Pak Rama." Lanjutnya.

Linda melirik arah telunjuk Arsa. Menyadari ada panggilan masuk, wanita itu bergeming sesaat. Terdengar helaan nafas berat darinya. Dengan tangan gemetarnya, wanita itu memutuskan untuk mengangkat panggilan tersebut. Namun, belum sampat mengangkatnya, tangan Linda yang tengah memegang ponsel itu langsung di cekal Arsa. "Jangan diangkat!" Serunya pelan.

Alis Linda tertarik ke atas. "Kenapa?"

"Lo lagi nggak baik-baik aja, Lin. Tangan lo gemeteran," raut khawatir masih tercetak jelas di wajah lelaki itu. Sejak sore tadi, Arsa rela menghabiskan waktunya untuk menemani Linda agar trauma wanita itu tak kambuh. Butuh waktu lama bagi Arsa untuk menenangkan Linda. Wanita itu hampir saja menenggak obat penenang miliknya dalam jumlah besar secara sekaligus. Butuh perjuangan besar bagi Arsa untuk bisa mengembalikan Linda menjadi normal kembali. Dan alhasil, baru sekarang wanita itu tenang, walaupun tidak sepenuhnya tenang. Raut wajah Linda yang memancarkan kesedihan dan tangannya yang masih gemetar menandakan wanita itu belum sepenuhnya kembali.

"Gue nggak apa-apa." Omong kosong! Anak TK-pun tahu bahwa wanita itu sedang tak baik-baik saja. Ia hanya mencoba terlihat kuat di luar, namun di dalam, hatinya remuk redam.

Arsa tersenyum miris. Dalam keadaan semenyakitkan ini pun gadis itu masih mencoba terlihat kuat. Apakah ia tak lelah berpura-pura?
"Kalau gitu, beri gue waktu buat bersama lo." Lelaki itu mencoba membujuk Linda lagi. Ia terlalu takut apabila wanita itu akan kembali histeris seperti sebelumnya. Terlebih lagi, baru sore tadi Rama membuat wanita itu menangis.

Menatap sorot mata Arsa yang sungguh-sungguh, Linda akhirnya luluh juga. Ia lalu meletakkan kembali ponselnya, membiarkan ponsel itu terus berdering.

"Maaf, Sa." Ucapnya kemudian.

"Untuk?"

"Semuanya."

Arsa mengulas senyum sekilas. "Lo nggak punya salah sama gue." Lelaki itu lalu menggenggan tangan Linda erat. "Gue yang harusnya berterimakasih." Mata Arsa menatap Linda semakin dalam. "Makasih udah mau jadi sahabat gue, makasih udah mau nerima gue apa adanya, dan makasih udah mau menemani gue selama ini." Arsa menjeda kalimatnya sebentar. Lelaki itu mengulum bibirnya, menimang apakah ia akan mengungkapkan kalimat selanjutnya ataukah tidak. "Gue sayang sama lo, Lin. Bukan hanya sebagai sahabat, tapi juga sebagai laki-laki. Gue cinta lo." Ungkapnya serius.

Linda terdiam di tempatnya. Ia tahu sekali bagaimana perasaan lelaki itu kepadanya kini. Namun, rasanya kini sudah berpindah ke lain hati. Bukan kepada lelaki di hadapannya itu lagi, tapi kepada lelaki brengsek yang sering membuatnya menangis. "Gue nggak bisa, Sa. Gue suka Pak Rama." Balasnya dengan rasa bersalah besar.

Kenapa Harus Bapak? (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang