SPECIAL PART 5

2.5K 264 12
                                    

Lama banget ya nungguinnya. Heheh, maaf.

Coba absen di jam berapa kamu baca bab ini?

"Dan ketika segalanya berubah gelap dan sunyi, cahaya akan menemukan jalannya sendiri untuk membimbingmu kembali."

😨😨😨

Ada kalanya kelabu lebih mendominasi. Kanvas biru dengan busur putih awan tersingkir oleh ketegasan sang kelabu. Gurat jingga sejak tadi telah menghilang, digantikan arak-arakan gumpalan hitam yang menggantung di awang-awang. Sama seperti gadis itu, hati, pikiran, dan perasaannya mengambang di awang, menari bersama mendung di atas sana.

Menatap langit, gadis itu menghela nafas keras. Tak ada bintang di sana. Hanya tersisa warna hitam dan abu sejauh mata memandang. Rasanya, lautan kelabu kini memerangkapnya pada pusaran kebimbangan. Hati, pikiran, dan perasaannya ikut mengharu biru. Entah ia harus merespon seperti apa. Haruskah ia senang? Atau... justru bersedih? Ia tak tahu. Hatinya serasa bercampur jadi satu. Senang dan sedih sepertinya tak ada bedanya. Sama-sama berefek besar pada dirinya.

Kenyataan baru yang datang tidak serta merta bisa ia terima. Meski berusaha memaklumi dan mencoba terbiasa, tapi tetap saja mentalnya masih terlalu shock untuk sekadar memahami situasi yang terjadi. Mentalnya belum benar-benar menguat. Masih banyak lubang di sana-sini. Tapi tak apa. Kata Hazan ia akan segera membaik. Buktinya kali ini ia mampu bertahan meski seharian ini hatinya kacau balau.  Semua ini berkat Rama. Lelaki itu benar-benar menepati janjinya untuk membantu Linda sembuh. Walau pada awalnya penolakan keras dan trauma kembali muncul, namun lelaki itu tetap berada disisinya. Menemani setiap momen yang terlewat, mencoba menguatkan, dan memberi semangat. Seluruh rasa sakitnya seakan hilang tak bersisa. Beban-beban berat di punggung terangkat seutuhnya. Pada akhirnya, Rama tetap berada di samping Linda meski gadis itu tengah berada di titik terbawahnya.

Sepertinya Linda harus berterima kasih pada lelaki itu. Nanti, nanti akan berterimakasih pada Rama.

"Lin?" Gadis yang tengah duduk di bowl chair sambil memangku gitar itu menengok. Alisnya terangkat tinggi-tinggi menatap sesosok lelaki dengan kepala yang menyembul dari balik pintu. "Apa?" Tanyanya balik.

"Makan dulu!" Titah lelaki itu yang dijawab anggukan oleh Linda.

"Iya, Mas." Sebelum beranjak, gadis itu menyandarkan gitarnya pada dinding. Langkahnya tiba-tiba terhenti saat ponsel pribadinya berdering.

Dosen Rama is calling...

Netra Linda seketika melebar saat mendapati sosok penelpon. Secepat kilat gadis itu meraih ponselnya. Langkahnya yang hendak menyusul Akmal seketika berbalik ke tempat semula. Kembali duduk di bowl chair, gadis itu meraba jantungnya yang tiba-tiba berdegup kencang. Panggilan pertama dari sosok yang sejak tadi menghiasi otak Linda setelah sekian purnama berlalu.

"Ha-halo," sial, mulutnya kini malah tergagap. Kentara sekali kalau dirinya tengah gugup saat ini.

"Kamu belum tidur?" Suara dari seberang sana menyapa pendengarannya.

"Belum." Jawabnya.

"Emm," Rama menjeda sekilas kalimatnya. "Kamu di balkon? Lampu balkon kamu nyala."

Netra Linda mengerjap berkali-kali, mencoba memastikan pendengarannya. Matanya melirik ke atas, arah lampu balkon berada. Kelopaknya sedikit menyipit karena silau. Dari mana lelaki itu tahu bahwa dirinya tengah berada di balkon?

Kepalanya berputar, menelisik segala arah. "Bapak... memata-matai saya, ya?" Tiba-tiba jantungnya berdegup lebih kencang, takut kalau kecurigaannya terbukti. Atau yang lebih buruk, lelaki itu malah berada di rumahnya saat ini.

Kenapa Harus Bapak? (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang