TERTI EIT

2.9K 348 29
                                    

"Maaf karena aku menjadi sebab rasa sakitmu."

🐩🐩🐩

"Tinggalkan Linda!" Lelaki itu menatap lawan bicaranya tajam. "Tinggalkan Linda jika bapak hanya ingin bermain-main." Serunya tegas.

Rama mendongakkan kepalanya, menatap salah satu mahasiswa sekaligus rivalnya itu. "Jika kamu hanya ingin mencari ribut, saya tidak tertarik." Potongnya langsung. Lelaki itu tak ingin membuang-buang tenaganya hanya untuk menghadapi bocah ingusan macam Arsa, meskipun ia tahu Arsa adalah kandidat paling kuat untuk merebut Linda darinya, namun kali ini ia sedang tak ingin berurusan dengan siapapun, termasuk Arsa.

Kedua tangan Arsa terkepal kuat. Melihat sikap tidak tertarik yang Rama tunjukkan membuat dirinya benar-benar ingin melayangkan pukulan padanya. Terlebih lagi, alasan dirinya berada diruangan ini membuat keinginannya untuk memukul Rama semakin besar. Lelaki itu tak akan membiarkan Rama terus-terusan bertindak semaunya.

Tahan Arsa, tahan! Jangan sampai lo lepas kontrol.

Arsa tersenyum miring, "Baiklah, melihat sikap bapak yang seakan tidak tertarik mengasumsikan bahwa bapak bersedia untuk meninggalkan Linda. Well, terimakasih atas kesediaan bapak untuk merelakan Linda bersama saya." Pancingnya.

"Apa maksud kamu, hah?" Bentak Rama. Telinga lelaki itu langsung memerah kala menatap wajah tengil Arsa.

Arsa lagi-lagi tersenyum miring saat melihat umpannya mendapat tarikan kuat. "Apakah bapaak memiliki masalah kesehatan telinga? Haruskah saya mengulangi kalimat saya kembali?" Pancingnya lagi. Melihat respon Rama yang begitu menggugah selera membuatnya tak perlu repot-repot menariknya ke arena tinju hanya untuk membuat lelaki itu terbakar amarah. Cukup dengan menyentil sedikit otaknya lalu sedikit memainkannya..

"Tidak. Saya tidak akan pernah melepaskan Linda!" Tegasnya kuat. Dari sorot wajahnya, Arsa bisa tahu bahwa lelaki itu bersungguh-sungguh dengan ucapannya. Tak hanya itu, rahang Rama yang terlihat mengeras dan urat-urat ditanganjya yang terlihat menonjol cukup membuktikan bahwa lelaki itu serius. Ah, dari kesungguhan lelaki itu saja ia bisa merasakan seberapa dalam perasaan Rama pada Linda.

Sialan, mengingat lelaki itu dengan Linda membuat batinnya kembali terkoyak. Terlebih lagi, penolakan dari gadis itu semakin menambah sayatan-sayatan di hatinya. Namun tak apa, alasan dirinya berdiri di sini lebih penting dari rasa sakitnya. ia tak akan membiarkan gadis itu terus-terusan menangis hanya karena Rama. Ya, demi Linda.

Arsa mengetatkan kepalan tangannya, ia berusaha meyakinkan dirinya untuk mengesampingkan rasa sakitnya. "Jika bapak tidak ingin melepaskan, lalu mengapa bapak terus-terusan menyakiti Linda?" Tudingnya.

"Apa maksud kamu?"

Arsa mendengus kesal. "Tidak usah berpura-pura tidak tahu." Lelaki itu menatap Rama sinis. "Anda sengaja ingin menyiksa Linda, kan?"

Dahi Rama seketika berkerut. Kali ini ia benar-benar tak paham dengan omongan lelaki dihadapannya itu. Jangankan menyiksa, melihat Linda menangis saja hatinya serasa teriris.  "Menyiksa? Saya tidak pernah menyiksa Linda." Bantahnya.

"Alah, akui saja! Bapak sengaja mengungkit masa lalu Bapak agar Linda tersiksa, kan? Bapak tahu, tindakan bapak membuat Linda hampir mati!" Seru Arsa keras. Emosi lelaki itu langsung memuncak kala melihat Rama yang terus saja mengelak. Sudah banyak bukti yang bertebaran, namun lelaki itu masih bersikeras menentangnya. Haruskah ia menyeret lelaki itu pada Linda dan memaksanya untuk berlutut dihadapan gadis itu agar ia sadar.

"Saya tidak pernah bermaksud membuat Linda tersiksa!" Balas Rama tak kalah keras. Memang benar lelaki itu mengungkit-ungkit masa lalunya, namun bukan berarti ia ingin menyiksa Linda. Ia hanya terlalu tenggelam pada kenangannya dulu. "Memang benar saya mengungkit masa lalu saya pada Linda. Namun saya hanya sebatas ingin bercerita tanpa berniat menyiksa." Akunya terus terang.

Kenapa Harus Bapak? (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang