Part 42

833 109 42
                                    

Kalo vote sama komen banyak, bakalan cepet update. :)

***

Senyum Lisa mengembang. Matanya menyipit saat mendapati seorang lelaki bangir yang tengah berkutat di depan kompor.

"Sedang apa?" Tanya Lisa. Wanita cantik itu melingkarkan tangannya di perut Hanbin.

"Memasak. Tapi, sepertinya gagal."

Lisa melongokan kepalanya ke arah wajan. Ia terkekeh saat melihat telur yang sudah gosong dengan sempurna di atas wajan itu.

"Maafkan aku." Hanbin mengelus pipi Lisa. "Mungkin lebih baik kita delivery saja." Ujarnya.

Lisa mengangguk. Lagi pula, jika ia yang memasak, hasilnya takkan jauh dari yang dibuat Hanbin.

Lisa bersyukur karena Hanbin tak menuntutnya untuk bisa memasak. Suami idaman.

Hanbin berjalan dengan menggandeng Lisa ke ruang tengah. Lelaki bangir itu kemudian mengelus perut istrinya yang masih terlihat datar itu dengan lembut.

"Baby ingin sarapan apa? Oh? Makanan favorit Mommy? Okay."

Lisa terkekeh saat Hanbin berbicara sendiri. Apalagi saat melihat dua titik cacat di kedua pipi Hanbin. Suaminya itu begitu menawan. Sungguh.

"Sayang, jangan tersenyum."

Lisa menatap Hanbin. "Kenapa? Aku mengagumimu, tahu." Lisa tersenyum lagi.

"Justru kalau kau tersenyum seperti ini berbahaya bagi jantungku, sayang." Hanbin memegang bagian jantungnya seolah sedang kesakitan. "Ugh. Debarannya begitu kencang."

Lisa tertawa. Wanita cantik itu mengelus dada Hanbin seraya berkata. "Haruskah aku menciummu agar debaran itu semakin kencang?"

"Oh?" Hanbin terkekeh. "Dengan senang hati." Ujarnya seraya menempelkan bibirnya ke bibir Lisa. Mengecup bibir merah itu beberapa kali sebelum bergumam. "Sebenarnya aku sudah lapar. Tapi, sepertinya memakanmu akan lebih membuatku kenyang."

Dan Hanbin membawa Lisa untuk ia gendong. Membawa istri cantiknya itu kembali masuk ke dalam kamar.

Tak lama kemudian, suara desahan terdengar.

***

"Lisa, Ya Tuhan!" Jisoo memekik seraya memeluk tubuh Lisa begitu erat. Gadis berambut hitam itu mencubit kedua belah pipi chubby Lisa, membuat sang mpunya meringis.

"Sakit, Soo." Lisa merengek. Wanita itu mengerucutkan bibirnya.

"Hiks-"

"Eh?" Lisa gelagapan. "Kenapa menangis sih, Soo?" Lisa menghapus air mata Jisoo yang mengalir. Sahabatnya itu astaga...

"Hiks-a-aku bahagia, Lis." Jisoo memeluk Lisa lagi. "Sehat-sehat ya, sama baby." Jisoo mengelus surai pirang Lisa.

Mendapat perlakuan seperti itu, Lisa merasa matanya memanas.

"Hiks-Jisoo-yaaa-"

"Lisaaaa-hikss-"

***

"Bagaimana tadi?" Hanbin duduk di samping Lisa yang tengah membaca buku tentang Ibu hamil di ruang tengah. Lelaki bangir itu mengelus perut Lisa sayang sebelum bergumam. "Hai, Baby."

"Kami menangis." Lisa tertawa kecil. "Dia memang sahabatku yang terbaik. Sedih ketika aku sedih, bahagia ketika aku bahagia, dan tadi kami menangis karena bahagia."

Hanbin tersenyum tipis. "Kalian sepertinya memang tak bisa dipisahkan."

Lisa mengangguk. "Kau tahu, Jisoo adalah satu-satunya yang akan ku percaya jika semua orang membohongiku."

BROTHER IN LAW - HANLIS / HANLICE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang