Part 34

952 130 13
                                    

Lisa menatap ke seluruh penjuru ruangan. Tangannya pada pinggang Hanbin mengerat. "T-tempat apa ini?" Tanyanya dengan nafas yang memberat.

Maksudnya, ini adalah tempat mengerikan.

Kenapa Lisa sekarang melihat sepasang bola mata di dalam salah satu toples itu?

Lisa berjengit saat Hanbin melepaskan tangan dari pinggangnya. Lisa beralih pada lengan Hanbin.

"Sayang, duduklah. Aku ingin memperlihatkan sesuatu padamu." Ujar Hanbin sembari membawa Lisa untuk duduk di salah satu kursi yang ada di ruangan itu.

Ruangan dengan lampu lebih terang dari pada lorong-lorong tadi. Bahkan, mungkin paling terang dari semua ruangan bangunan ini.

Lisa duduk dengan tak nyaman. Ia merasa beberapa mata sedang melihat ke arahnya.

Oh! Apa itu telinga?

Tunggu! Itu jari?

Apa Lisa tak salah lihat?

Lisa menelan ludahnya yang terasa sangat pahit itu pelan. Matanya kini hanya fokus ke apa yang tengah Hanbin lakukan.

Jika melihat ke arah lain, Lisa tak sanggup melihat---

Ahhh, Lisa saja enggan menyebutkannya.

Sebenarnya tempat apa ini? Kenapa Hanbin membawanya ke sini!

Hanbin membawa satu wadah kaca berisi gumpalan darah dan daging itu ke hadapan Lisa. Menyimpannya di atas meja lalu berkata. "Sapalah keponakanmu."

***

Taehyung melihat ke arah bangunan tua yang terhubung dengan ruang bawah tanah milik kakaknya itu intens.

Jika dilihat-lihat, bangunan ini memang seperti bangunan tak terurus. Tapi, pada nyatanya terdapat ruang bawah tanah yang kakaknya sebut sebagai 'Museum'.

Mata Taehyung beralih fokus ke 3 wadah kaca yang berada di dalam kotak wadah yang sedang ia bawa. Ia harus menyimpannya ke dalam museum itu.

Taehyung tak bisa lagi menyimpannya di dalam apartemen nya. Kilasan bagaimana ia mengambil isi dari wadah kaca itu selalu terbayang.

Taehyung berjalan masuk ke dalam bangunan itu. Menyusuri setiap ruang dan berakhir menuruni tangga ruang bawah tanah.

Taehyung ingat kenapa kakaknya memasang lampu remang-remang seperti ini. Taehyung rasa, itu ketika umurnya 10 tahun. Dan kakaknya 13 tahun.

"Akan lebih seru jika mereka menjerit kesakitan dalam suasana seperti ini."

Taehyung berjalan lagi, menyusuri lorong.  Menemui kakaknya dan menyerahkan 3 wadah kaca ini untuk kakaknya koleksi.

Taehyung merasa tubuhnya mati rasa saat pria paruh baya itu memukul tubuhnya dengan tongkat bisbol. Ia sudah tak bisa berteriak lagi, tubuhnya bahkan tak bisa untuk digerakkan lagi.

"A-ampuni-aku-Ayah-" lirih Taehyung.

Pria paruh baya yang Taehyung panggil Ayah itu tertawa kecil. "Tak bisa, Tae. Kau itu tak berguna untukku, untuk apa aku terus mengurusmu, eoh?"

Taehyung menangis. Awal mula semua ini terjadi adalah ketika Taehyung tak berani untuk memukul teman sekelasnya yang memukulnya terlebih dahulu. Taehyung berlari dan menangis sesegukan, mengadu pada Ayahnya kalau dia ingin pindah sekolah karena teman-teman nya tak ada yang baik padanya selama ini.

"Keluarga Kim harusnya yang ditakuti. Bukan ketakutan." Nada tajam dari sang Ayah begitu kentara.

"Tak ada guna sekali, baru begini saja sudah menyerah."

BROTHER IN LAW - HANLIS / HANLICE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang