Part 7

1.6K 199 86
                                    

Rose membenarkan letak rambut Hanbin yang agak berantakan dengan lembut. Senyumnya mengembang tatkala melihat lelaki yang kini berstatus sebagai suaminya itu memperlihatkan dua lubang cacatnya.

"Sudah jam 7." Ujar Rose. Tangan lentiknya membelai pipi Hanbin.

"Sebaiknya kita bergegas untuk mandi dan turun ke bawah. Aku tak ingin membuat Lisa lama menunggu kita untuk makan malam." Lanjutnya lagi. Rose terkikik saat Hanbin menyentuh ujung hidungnya dengan ujung hidung lelaki bangir itu.

"Ingin ku mandi kan?" Goda Hanbin. Lelaki itu kemudian mendapat jentikan kecil di dahinya.

"Aku mandi lebih dulu." Ujar Rose. "Dan sayang, tolong cek keadaan Lisa sekarang. Aku harap adikku yang cerewet itu sudah sehat lagi."

Hanbin mengangguk kecil dengan mata yang tak lepas dari pergerakan Rose. Isterinya itu kini tengah membuka selimut yang menutupi tubuhnya dan berjalan ke arah kamar mandi.

Hanbin menatap pintu kamar mandi yang tertutup dengan senyum kecil.

"Lisa, I'm coming."

***

Lisa mengusak matanya yang terasa perih. Waktu menunjukan pukul 7 malam lebih ketika ia merasa perutnya minta di isi.

"Ahh-ahh-eungh"

Lisa menghentikan usakkan tangan di area matanya saat sebuah bayangan melintas di benaknya.

Suara laknat itu membuat Lisa mual seketika. Ia merasa sesuatu menghimpit dadanya. Terasa menyesakkan.

Dan wajah bergairah yang Hanbin dan kakaknya tampilkan sore tadi tak lepas dari ingatannya.

Menyesal sudah tadi ia berniat untuk mengajak main kucing kesayangannya, sehingga ia harus melewati kamar kakaknya yang sialnya pintunya terbuka sehingga Lisa bisa melihat adegan intim di kamar pengantin baru itu.

Lisa bahkan merasa bersalah karena saat main dengan kucingnya, Lisa banyak mendiamkan kucing itu dan malah asik dengan lamunannya sendiri.

Dan pada akhirnya, Lisa kembali lagi ke dalam kamar dan menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut.

Menangisi suami orang.

Menyedihkan.

"Jahat." Lirih Lisa. "Jahat sekali karena aku menyukai suamimu, kak." Lirihnya lagi.

"Maafkan aku."

Lisa bahkan tak menyadari kapan ia berada di dalam gendongan Hanbin dengan telapak tangan Hanbin yang menekan tengkuknya.

Lisa tak pernah merasa sepanas ini sebelumnya.

Begitu tautan mereka terlepas, Lisa dapat melihat sebuah seringai di sudut bibir lelaki bangir itu.

"Aku menyukainya." Gumam Hanbin. "Bibirmu."

Lisa menatap Hanbin. Posisinya masih berada dalam gendongan lelaki bangir itu.

"Tatapan memuja, eoh?" Goda Hanbin. Lelaki bangir itu tertawa saat melihat semburat merah di pipi sang adik ipar.

Hanbin menurunkan tubuh Lisa dengan hati-hati. Tangannya bergerak membelai pipi chubby Lisa dengan begitu lembut.

"Kau cantik." Ujar Hanbin.

Blush~

Lisa menutup kedua pipinya yang memerah. "A-ah ya. Aku memang cantik." Ujar gadis itu kikuk. Kepalanya ia tundukan, Lisa tak sanggup menatap ke dalam obsidian kelam kakak iparnya lagi.

Lisa takut jatuh lebih dalam.

Tapi, sepertinya Hanbin menginginkan Lisa untuk terjatuh lebih dalam lagi.

Buktinya, lelaki bangir itu mengangkat dagu Lisa dengan jemari tangannya, sehingga gadis berponi itu kembali menatap ke dalam matanya.

Hanbin tersenyum. Lelaki bangir itu mengecup bibir Lisa sekilas, kemudian berkata. "Kau tahu apa yang dilakukan seseorang jika sedang menyukai orang lain?"

Lisa terdiam. Dapat Lisa lihat, bahwa sudut bibir Hanbin kembali terangkat. Kakak iparnya itu kembali tersenyum. Dan hati Lisa semakin tak menentu.

Senyum itu begitu menawan. Senyum yang pantas tersemat di wajah kakak iparnya dengan rupa bak dewa itu.

"Ia rela melakukan apapun demi menjadikan orang yang ia suka miliknya."

Deg

Hanbin mendekatkan bibirnya ke telinga Lisa. Mengecup telinga itu sebelum berbisik. "Lakukan apapun agar aku menjadi milikmu---"

Lisa menahan nafas.

"---dan bermainlah dengan cantik."

***

"Sayang"

Hanbin yang saat itu berniat untuk membuka pintu kamar setelah memakai kaos polosnya menatap ke arah kamar mandi yang menampilkan Rose tengah tersenyum manis.

"Iya, sayang?" Jawabnya.

Hanbin melihat Rose berjalan ke arahnya dengan balutan handuk.

"Aku lupa memberitahumu satu hal."

Hanbin melihat wanita yang berstatus sebagai isterinya itu tengah mengambil sesuatu dari atas meja nakas di samping Hanbin.

Sebuah liontin.

"Tolong berikan ini pada Lisa. Tapi, jangan bilang ini dariku."

Dahi Hanbin mengerenyit. "Memangnya kenapa, sayang? Bukankah kau kakaknya?"

Rose terkikik. "Sebenarnya, ini dari Jaehyun." Ujarnya.

"Jaehyun?"

"Ya. Mantan kekasih Lisa. Tadi aku bertemu dengannya di mall dan dia memberikan ku ini." Rose menyimpan liontin itu di telapak tangan sang suami.

"Kau tahu, Jaehyun masih ingin bersama Lisa. Ia berusaha keras untuk mendekati Lisa, agar menjadikan adikku itu kekasihnya lagi."

Hanbin menatap liontin yang berada di genggamannya itu.

"Tapi, Lisa selalu menolak. Padahal, menurutku Jaehyun itu---"

"Mungkin Lisa menyukai lelaki lain, sayang." Hanbin tersenyum saat melihat wajah kaget Rose.

"Oh ya?"

Hanbin mengangguk. "Yah, apa lagi alasan yang digunakan wanita saat menolak seorang lelaki?"

Rose terdiam. Kemudian, wanita itu mengangguk. "Ck." Kekehnya. "Aku harus bertanya langsung padanya nanti. Aku harus tahu lelaki seperti apa yang ia sukai."

Hanbin menatap Rose. "Kalau kau sudah tahu, apa yang akan kau lakukan?"

Rose menatap Hanbin. "Apa lagi? Tentu saja aku akan menyetujui nya. Lagi pula, selera Lisa itu bagus." Jawabnya.

"Sayang." Rose berjengit. "Aku mandi dulu, tolong cek keadaan Lisa sembari memberikan liontin itu, ya?"

Hanbin mengangguk. Lelaki bangir itu tersenyum. "Aku pergi." Pamitnya.

***

Cklek

Lisa menatap ke arah pintu kamarnya yang terbuka menampilkan sesosok lelaki bangir.

Itu kakak iparnya.

Lisa menelan ludahnya yang entah kenapa terasa pahit.

Ekspresi apa yang harus ia tampilkan sekarang?

***

Ekpresi penuh cinta, mungkin. Hahaha

Oke guys, makasih komen antusias kalian di chapter kemarin. Semangat buat lanjut jadinya. Haha

Tapi, makin semangat kalau yang vote juga banyak ya. 😘

BROTHER IN LAW - HANLIS / HANLICE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang