S a t u

4.9K 281 23
                                    

"Apa pengartian dari namaku benar-benar gak berlaku buatku, Tuhan?"
~The Hurting Girl~

~Happy Reading~

***

"Penyakitmu sudah semakin parah, Nak." Seorang Dokter dengan jas putih kebanggaannya, menatap sendu seorang gadis yang tengah duduk di depannya.

"Hn, saya tau, Dokter." Gadis itu membalas dengan senyuman kecut.

"Apa kamu bener-bener gak mau ngelakuin terapi?" Sang Dokter menatap dalam si gadis. Raut wajahnya mengutarakan rasa kasihan.

Si gadis melirik sejenak ke arah sang Dokter, lalu menggeleng pelan. "Kalau saya lakuin terapi, akan banyak yang berubah dari fisik saya. Saya gak mau mama sama papa tau kalau saya sakit setelah melihat fisik saya yang berubah."

"Kamu masih nyembunyiin ini dari mama sama papamu?" tanya sang Dokter lagi.

Si gadis mengangguk. "Saya gak pernah dikasih kesempatan buat cerita sama kedua orang tua saya, Dokter. Jangankan dekat, berpapasan sama mereka aja udah bikin saya muak. Lagipula mereka juga gak peduli sama saya. Mau saya sakit, mau saya gila, mereka tetap nganggep saya bisa ngurus diri sendiri tanpa harus ngerepotin orang lain." Penjelasan panjang lebar itu pun disampaikan dengan nada biasa seperti tidak ada kebohongan, atau rasa sedih sama sekali dari gadis itu.

Sang Dokter menghela napas panjang. Sudah biasa sebenarnya ia mendengar keluh kesah pasiennya itu terhadap orang tuanya yang sangat tak bertanggungjawab. Bahkan dia sendiri beberapa kali pernah hendak berkunjung ke rumah gadis itu, berniat memberitahukan semua yang terjadi mengenai kondisi anak mereka kepada kedua orang tuanya juga alasan kenapa mereka bersikap sangat tidak adil kepada putri mereka sendiri.

Banyak hal yang ingin sang Dokter cari tahu, tapi pasiennya sama sekali tidak pernah mau mengajaknya ke rumah. Dia akan selalu bilang jika orang tuanya sibuk, apalagi untuk mengurusi tamu dari putri sulung di keluarganya itu. Bisa saja Dokter bisa langsung diusir tanpa diajak masuk dan bicara, begitu kata sang anak.

"Baiklah, saya memang gak bisa memaksa. Tapi perlu kamu pikirin lagi kalau ini juga demi diri kamu sendiri, Nak. Kalau kamu ngelakuin terapi secara rutin, akan ada kemungkinan bahwa kamu bisa sembuh. Walau persentase angkanya memang gak seberapa, namun gak ada yang tau jika keajaiban bisa saja datang tanpa diduga bukan?" Sang Dokter menunjukkan raut wajah seriusnya.

"Dokter, saya juga pengen sembuh. Saya juga gak mau selalu ngerasain rasa sakit yang terus menyiksa ini. Tapi apa daya saya? Saya gak punya uang buat terapi. Saya juga gak bisa minta sama orang tua saya. Mereka bakal gak percaya, bahkan saya bisa aja malah semakin di cap sebagai anak nakal yang cuman bisa hamburin harta. Saya gak bisa berbuat apa-apa lagi, Dokter. Kalau memang Tuhan mau mengambil nyawa saya, silahkan. Saya ikhlas, kok." Si gadis berucap panjang lebar.

Sang Dokter hanya bisa menghela napas panjang. Berapa kali pun ia coba membujuk gadis itu, hasilnya akan selalu sama. Tak akan pernah berhasil. "Ya udah, kalau gitu saya hanya akan kasih kamu obat buat hilangin rasa sakitnya semisal kambuh. Jikalau obatnya habis, langsung hubungin saya, ngerti?"

"Iya Dokter saya ngerti. Sekali lagi makasih."

"Sama-sama, Nak."

*
.

*
.

*
.

*

"Udah?" Seorang lelaki nampak bertanya kepada seorang gadis yang baru keluar dari lobi rumah sakit.

"Iya." Si gadis menjawab seraya berjalan mendekat.

This Really Hurts [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang