D u a P u l u h D e l a p a n

5.1K 174 12
                                    

~Happy Reading~

***

Langkah cepat Gavian memenuhi sepanjang koridor rumah sakit. Nafas lelaki itu terengah-engah sebab terus berlari.

"Mana Latisha?!" seru Gavian bertepatan saat dirinya sampai di depan ruang ICU yang beberapa minggu ini Latisha tempati.

Di sana ia mendapati Ravier, Alisha, dan Narendra yang sama-sama menunjukkan wajah panik sekaligus khawatirnya. Jangan lupakan, ada Alexa juga yang sudah menangis di sebelah sang suami.

"Mana Latisha?!" Gavian mendekati Narendra seraya menetralkan alunan nafasnya.

Narendra yang berdiri tepat di depan pintu nampak menunduk dalam dan membungkam.

"RENDRA!" bentak Gavian dengan kesabaran yang hampir habis. Ia kesal kalau berulang kali bertanya, namun tak ada sama sekali yang menjawab.

"Dia ada di dalam sama Dokter. Kondisinya memburuk. Jantungnya melemah," lirih Narendra pada akhirnya menjawab juga.

Gavian terdiam mematung. Seperti ditimpa baru besar, hatinya kini terasa amat sakit, hingga membuatnya sedikit sulit untuk bernafas.

Sekarang yang bisa semua orang lakukan hanyalah berharap kepada Dokter dan berdoa kepada Tuhan.

***

Pintu ruang ICU terbuka, menampakkan seorang dokter yang keluar dari balik pintu.

"Dokter bagaimana kondisi anak saya?!" Ravier langsung menghampiri sang Dokter, diikuti anggukan dari yang lainnya.

Seluruh mata seketika beralih menatap raut wajah sang Dokter yang tak bisa ditebak.

"DOKTER?!" Ravier meninggikan suaranya dengan emosi yang tak dapat terkontrol lagi dikarenakan sang Dokter tak kunjung bicara. Papa Latisha itu bahkan saat ini tengah menggenggam kuat kerah jubah berwarna putih yang dipakai oleh Dokter tersebut.

Dengan cekatan, Gavian dan Narendra segera melepaskan genggaman pria paruh baya itu hingga sedikit menjauhkan jaraknya dari sang Dokter yang masih bungkam.

"Ma-maafkan suami saya. Emosinya memang sulit untuk dikontrol," ungkap Alexa diselingi dengan isak tangis. "Jadi Dokter, putri saya ... baik-baik saja bukan?" Kedua manik wanita itu menatap penuh harap wajah sang Dokter di depannya.

Sang Dokter pun menghela nafas panjang. Mau tak mau dirinya harus menjelaskan semuanya. "Kami ... sudah melakukan berbagai macam cara untuk menyelamatkan nyawa pasien, namun Tuhan sepertinya berkehendak lain. Pasien tidak dapat diselamatkan. Maaf."

Deg!

Seketika semua orang terdiam di tempat. Jantung mereka seolah berhenti berdetak usai kalimat dari sang Dokter mengudara.

"Gak! Gak! ANAK SAYA GAK MUNGKIN PERGI!" Alexa berteriak keras. Ia dengan cepat berlari dan memasuki ruangan, tak memperdulikan para perawat yang berusaha menghadangnya.

"TISHA SAYANG! TISHA BUKA MATA KAMU, NAK! LATISHA MAMA MAU MINTA MAAF! BUKA MATA KAMU, SAYANG!" Air matanya mengalir tak henti saat mendapati tubuh pucat putri sulungnya yang tampak terbaring damai di atas brangkar.

"TISHA MAMA MOHON! SEKALI INI AJA IKUTI APA KATA MAMA! BUKA MATA KAMU! SEKALI AJA MAMA BENER-BENER MOHON TISHA!" Wanita itu menatap lirih wajah sang putri.

"LATISHA ... TOLONG. TOLONG TURUTI KATA MAMA KALI INI. MAMA ... MAMA JANJI BAKAL NERIMA SEMUA KEBENCIAN YANG BAKAL KAMU KASIH SAMA MAMA NANTI! TAPI TOLONG BUKA MATA KAMU UNTUK SEKARANG! JANGAN PERGI TINGGALIN MAMA, LATISHA ..." Alexa terduduk lemas di lantai. Tenaganya seolah ditarik keluar dengan paksa setelah menyentuh kulit putrinya yang mulai mendingin.

This Really Hurts [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang