D u a P u l u h S a t u

2.2K 145 4
                                    

~Happy Reading~

***

Dua minggu berlalu, semenjak kejadian yang membuat Latisha semakin sulit untuk mempercayai siapapun lagi sebagai temannya. Ia terlanjur dibuat kecewa oleh seorang Narendra.

Hubungannya dengan Gavian juga sudah membaik, walau terkadang dia masih sering menjaga jarak dari laki-laki itu supaya bisa menjaga perasaan pacarnya, Bella.

Seperti saat ini, Latisha tengah ditawarkan oleh Gavian untuk pulang bersamanya dan juga Bella dengan menggunakan mobil laki-laki tersebut. Namun Latisha dengan lembut menolaknya.

"Gak usah! Aku bisa naik taksi." Latisha menolak ajakan Gavian beberapa detik yang lalu.

"Ayolah Tisha! Aku juga mau tau rumah kamu di mana." Bella menimpali, ikut merayu Latisha agar pulang bersama mereka.

Tetapi, sekali lagi Latisha menggeleng. "Bella lain kali aja, ya. Buat sekarang kalian pulang aja, sekalian nikmatin waktu berdua." Senyum manis terukir indah di bibirnya.

Bella tampak sedikit kecewa. "Yah ... padahal aku mau tau rumah kamu, biar aku bisa dengan mudah nyari kamu nantinya."

"Lain kali aja itu. Udah ya, hati-hati dijalan." Latisha melambaikan tangannya, perlahan menjauhi area parkir sekolah menuju gerbang depan, seraya menunggu taksi pesannya tiba.

Tak menunggu lama, akhirnya taksi Latisha datang dan langsung membawa gadis itu untuk pulang ke rumahnya.

***

Latisha menghela nafas panjang, kini dia sudah terduduk lelah di sofa ruang tamu rumahnya. Ia memejamkan kedua matanya, berusaha menghilangkan rasa penatnya sehabis sekolah.

"Tisha!" Belum beberapa menit Latisha memejamkan mata, sebuah panggilan mengusik dirinya.

Ia perlahan kembali membuka kedua matanya dengan sedikit terpaksa, dan seketika itu, netranya menangkap diri sang papa yang kini berdiri tepat di hadapannya.

Latisha segera membetulkan posisi duduknya, sebelum papanya itu murka.

"Kenapa?" tanyanya setelah itu.

"Papa udah ngomong sama dokter spesialis-nya Alisha. Dia bilang kalau kita bisa langsung jalanin operasinya bulan depan," jawab sang papa.

"Iya." Latisha hanya membalas singkat. Setelahnya sang papa pergi tanpa mengucapkan apapun lagi.

Sekali lagi Latisha menghela nafas panjang. Ia memijat pelipisnya pelan. Kepalanya tiba-tiba pusing karena memikirkan nasibnya bulan depan. Apa dia bisa selamat dalam operasi itu? Pikirnya.

Dia tak masalah jika dirinya langsung mati setelah operasi, tapi dia juga ingin tetap hidup. Setidaknya, hanya untuk mendengar ucapan 'terimakasih' dari adiknya.

Karena sudah terlanjur terganggu di sini, ia akhirnya memutuskan untuk masuk ke kamarnya saja dan beristirahat dengan tenang.

.

Matahari telah tergelam ke ujung barat, menandakan hari memasuki waktu malam. Bulan menjalankan perannya, menerangi setiap langkah manusia di tengah gelapnya langit hitam. Bintang-bintang bersinar terang, ikut membantu bulan menerangi setiap sudut gelap di muka bumi.

Seorang gadis terduduk di balkon kamarnya, memandangi langit. Surai panjang miliknya berkibar pelan karena angin malam. Matanya sesekali melirik ke sebuah benda persegi panjang di atas meja kecil di sampingnya. Sepertinya, nampak tengah menunggu sesuatu muncul.

This Really Hurts [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang