D u a

2.9K 203 14
                                    

"Aku hanyalah seorang anak yang berharap diberi kasih sayang oleh mama sama papa. Apa hal itu gak akan pernah bisa terwujud?"
~Latisha~

~Happy Reading~

***

Dering alarm terdengar keras di telinga seorang gadis yang masih tampak tertidur lelap. Dengan sedikit terpaksa, ia pun terbangun dan segera mematikan alarm berisiknya itu.

Ia bergerak, mencoba mendudukkan dirinya. Tubuhnya terasa mati rasa dan lemas semalaman.

Ia bangkit, berdiri dan melangkahkan kakinya menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Kelang beberapa menit, dia kembali keluar lalu memasuki ruang wardrobe.

Setelan seragam sekolah yang rapi dan bersih kini telah melekat di tubuhnya. Ia melangkah menuju lemari, mengambil tas punggung berwarna merah. Tak lupa, sebuah jam dengan warna gold, ia pasangkan di pergelangan tangan rampingnya.

.

.

.

Bunyi langkah sendal rumahan memenuhi sepanjang tangga penghubung antara lantai atas dan bawah.

"Pagi, Non. Langsung ke meja makan, ya. Bibi udah siapin semua sarapannya," ucap seorang wanita yang sudah cukup berumur kepada seorang gadis dengan surai hitam berkilaunya.

"Ya, Bi," balas gadis itu tersenyum simpul. Setelahnya, ia berjalan menuju ruang makan.

.


Telinga seorang gadis kecil berambut coklat gelap, menangkap bunyi derap langkah kaki yang mendekat kearahnya.
"Kak Tisha, kah?" tanyanya kepada pemilik suara langkah tersebut.


"Em, pagi, Lisha." Si pemilik suara langkah yang tak lain adalah Latisha, mengacak gemas rambut coklat milik adik kecilnya itu.

"Ayo makan, Kak!" seru gadis kecil itu kegirangan setelah mendengar suara dari sang kakak kandung.

"Baik."

.

"Latisha Papa udah telat! Kau bisa gak sih makanannya cepat?!" Seorang pria paruh baya menunjukkan raut wajah kesalnya di ruang makan milik sebuah keluarga. Ia menatap tajam seorang gadis yang tak lain adalah Latisha–putrinya sendiri.

Latisha yang menjadi objek teriakan dari sang papa, nampak tak menghiraukannya dan malah memakan makanannya dengan tenang.

"Latisha kamu denger gak?!"

Prang!

Sendok aluminium terlempar dengan keras di lantai berbahan keramik dengan warna putih.

"Aku udah denger, Papa! Gak usah teriak pagi-pagi! Telingaku sakit!" Latisha balas meneriaki papanya setelah melempar sendok dengan kesal ke lantai.

Amarah pria paruh baya itu pun seketika meluap dengan drastis. Ia melangkah cepat mendekati putrinya-Latisha, yang kini menatapnya tak kalah tajam.

PLAK!

Satu tamparan keras berhasil mendarat di pipi mulus Latisha. Dengan reflek,  gadis itu menyentuh pipinya yang sudah terasa perih.

"APA GITU CARA KAMU NGOMONG KE ORANG TUA, HAH?!" pekik sang papa. "KAMU BENAR-BENAR ANAK NGGAK TAU DIRI! PAPA NGGAK SUDI NGATER KAMU LAGI KE SEKOLAH!" Setelah berteriak dengan lantang memarahi anaknya, pria tua itu pergi dengan cepat keluar dari rumah.

This Really Hurts [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang