D u a P u l u h

2.2K 148 2
                                    

"Aku udah maafin kamu. Tapi maaf, kita gak bisa temenan lagi. Aku gak bisa percaya kamu lagi."
~Latisha~

~Happy Reading~

***

Grep!

Sebuah pelukan hangat menghentikan langkah Latisha. Sepasang lengan melingkar di tubuhnya, mendekap dirinya dari belakang.

Sontak dengan cepat Latisha menoleh, berusaha melihat siapakah orang yang berani memeluknya di saat masih berada di kawasan sekolah seperti ini. Beruntungnya, tidak ada siswa maupun guru yang melihat dikarena jam pelajaran masih berlanjut.

Ya, beberapa menit yang lalu Latisha izin keluar kelas untuk sekedar pergi ke toilet. Namun, saat diperjalanan pulang dirinya malah dikagetkan dengan hal ini.

Tampak dengan jelas, sepasang manik berwarna coklat terang terlihat menatapnya dengan sendu.

"Kamu--"

"Sebentar. Izinin gua meluk lo sebentar aja, gua mohon." Pemilik manik itu yang tak lain adalah Gavian, memotong seruan yang hendak Latisha layangkan padanya. Ia terdengar berucap lirih di telinga Latisha.

Latisha tertegun. Dirinya seolah terpana oleh suara lembut yang sangat dirindukannya. Suara lembut seorang Gavian, sahabat pertama sekaligus cinta pertamanya.

Hening menderu keduanya, hingga tak lama Latisha berucap, "Kenapa?"

Gavian mengerutkan dahinya. Apa yang gadis itu maksudkan? 'Kenapa?' Apakah itu sebuah pertanyaan untuknya?

"Kenapa kamu lagi-lagi muncul?"

Gavian terdiam tanpa kata. Entah mengapa, dadanya tiba-tiba terasa sesak usai Latisha mengucapkan kalimatnya dengan jelas.

Sret!

Tak kunjung mendapatkan balasan dari Gavian, Latisha dengan cepat menepis kasar kedua tangan lelaki itu yang masih setia melingkar di tubuhnya. Ia mengambil langkah besar, sedikit menjauhkan jarak antara dirinya dan Gavian. Setelahnya Latisha berbalik.

"Aku gak tau mau kamu apa. Di saat aku udah mencoba ngelupain kamu, tapi kamu sendiri yang ngebuat aku kembali berharap, Vian. Kamu sendiri yang melanggar apa yang kamu ucapin.

"Kalo kamu emang mau persahabatan kita berakhir, ayo! Aku gak bakal egois dengan terus nahan kamu di dekatku. Jangan labil kayak gini, aku mohon." Latisha berucap panjang lebar.

Gavian menundukkan kepalanya. Ia masih tetap diam tanpa berniat mengucapkan sepatah kata. Latisha yang tak dapat menahan kesabarannya lagi, akhirnya membalikkan badannya, hendak pergi meninggalkan Gavian. Namun, langkahnya kembali berhenti ketika Gavian menahan tangannya.

"Jangan pergi! Ada yang mau gua ngejelasin sama lo."

"Apa lagi?!" Latisha berseru cukup keras. Ia sudah sangat kesal sekarang.

"Alasan kenapa gua tiba-tiba mutusin tali persahabatan kita," ungkap Gavian memulai penjelasannya, "karena, sebuah perjanjian," sambungnya.

Dahi latisha berkerut. "Perjanjian?"

"Ya. Perjanjian di antara gua dan Narendra."

.

.

.

.

.

This Really Hurts [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang