Tatapan Satya terpaku pada punggung seseorang yang kini tengah memandangi ibu kota dari jendela besar di hadapannya.
Satya melangkah keluar lift, niatnya untuk pulang ia urungkan demi menemui sosok perempuan yang tadi pagi sempat memarahinya karena masalah pekerjaan. Sadina.
Perempuan itu menelik tatkala Satya mendaratkan kaki di sampingnya. "Tumben lembur."
"Maksud lo?" tanya Sadina dengan nada sinis.
Satya sedikit merinding mendengar suara Sadina malam ini. Menakutkan, seperti ada aura negatif di sekitar mereka.
"Biasanya juga pulang cepet." Satya berucap lagi.
"Gue bakal pulang cepet kalau lo nggak mempersulit kerjaan gue."
Satya terkekeh mendengar hal itu. Harusnya ia tak perlu bertanya, ini semua sudah jelas terlihat. Sadina lembur karena harus memperbaiki desain yang ditolaknya tadi pagi.
"Namanya juga kantor, pasti ada aja atasan yang kurang kerjaan," ujarnya.
Sadina mendecih. "Yang kurang kerjaan itu lo doang. Untung lo temannya Azelf, jadi jabatan lo aman di sini."
"Kalau lo nggak nyaman, kenapa nggak lepas tangan aja? Kantor bisa bayar orang luar buat ngedesain."
Perempuan itu meliriknya tajam. "Itu berarti gue nggak profesional sama kerjaan."
"Bagus," ucap Satya, "pacar lo jemput malam ini?"
"Kenapa beralih ke pacar gue?"
Satya segera menggeleng, sebelum Sadina curiga berlebihan padanya. "Enggak, siapa tahu kalian lagi marahan kar'na gue sempat antar lo pulang malam waktu itu."
"Nggak mungkin, ngawur lu," semprot Sadina.
"Ya, kan, kalau misal dia minder liat gue. Ngaterin pake mobil mahal, belum lagi pakaian gue rapi, apalagi pekerjaan."
Sadina tertawa seolah apa yang dikatakan Satya adalah lawakan. Padahal, yang diucapkannya tadi adalah sebuah kenyataan. Siapa yang akan menolak pesona seorang Satya? Ya, mungkin hanya Sadina saja.
"Gue tusuk juga mata lo, ye ...," ucap perempuan itu, "walaupun lo nganterin gue pulang naik helikopter sekalipun, itu nggak bakal bikin pacar gue nggak ngehubungin gue sampai sekarang."
Satu alis Satya terangkat, sedang Sadina segera menutup mulut karena keceplosan.
Ah, Nicky melakukan apa yang ia mau. Lelaki itu tak menghubungi Sadina, apa petaka di hubungan dua insan tersebut telah dimulai?
Satya tak menyangka Nicky bersungguh-sungguh menjual kesetiaan Sadina padanya. Sebuah fakta besar yang harus ia sembunyikan dari perempuan di hadapannya saat ini.
"Oh, dia nggak ngehubungin lo? Berarti bener apa kata gue? Lo pamit sebelum lembur, 'kan?" tanya Satya, bermaksud menyindir. Ia terkekeh melihat ekspresi Sadina yang tak tahu harus berucap apalagi. "Dia mundur sebelum liat gue kedua kalinya nganterin lo pulang malam."
Wajah Sadina terlihat geram. Mata itu seolah mengatakan "mati aja lo!"
"Ah, lo yang bilang sendiri tadi dia nggak jemput, gue cuma menyimpulkan dari percakapan kita sebelumnya." Satya membela diri, daripada kena semprot perempuan itu di malam hari.
Sadina membuang pandangan kembali ke arah luar jendela. "Cukup masalah pekerjaan aja lo ikut campur, jangan masalah cinta gue."
Bagi Satya, ini lebih dari sekadar peringatan. Namun, mau bagaimana lagi? Ia sudah masuk tanpa bisa dihindar. Jangan menyalahkannya, ada takdir yang memaksa ini semua harus terjadi.
Jika saja suatu saat nanti Sadina tahu tentang ini semua, Satya hanya cukup membela diri. Ia melakukan ini agar Sadina juga terhindar dari lelaki tak punya hati seperti Nicky. Ya, itu saja.
Ketukan sepatu pada lantai terdengar, Sadina melangkah meninggalkan Satya.
"Apa yang bikin lo suka sama cowok itu?" tanya Satya, yang seketika membuat perempuan tersebut berhenti melangkah, "usahanya aja hampir bangkrut."
Sadina balik badan menghadapnya lagi. "Dari mana lo tahu?"
Bibir Satya terkatup rapat, lalu melangkah melewati Sadina. Tak ada yang perlu dijelaskan, semua akan terbongkar jika waktunya sudah tepat.
Lalu, selama itu pula Satya akan terus diam sambil menunggu Sadina mencari tahu sendiri. Ia tak butuh balasan atas pertololongannya, Satya hanya ingin perempuan itu tahu seberapa tak pedulinya Nicky dengan hubungan mereka.
Satya memasuki lift dengan satu tangan merogoh saku celana—di mana ponselnya berada.
Saat pintu tertutup rapat, dan ia tak bisa melihat wajah perempuan galak itu lagi, Satya segera mengeluarkan ponsel dari saku celana.
Jarinya cepat mengetik sebuah kalimat untuk Nicky, yang mana—ia sangat tak menyangka lelaki itu melakukan hal yang dimintanya.
Bukannya apa, sungguh terlihat jelas Nicky benar-benar tak peduli dengan perasaan Sadina.
Satu pesannya dibalas oleh lelaki tersebut. Satya berdecih tatkala membaca kalimat yang tertera di sana.
Nicky: Gue laki-laki yang bisa pegang omongan.
"Biadab," maki Satya pada pacar dari musuh sejak SMA-nya tersebut.
Jika dipikir, untuk apa ia menyelamatkan Sadina? Ini jelas di luar keinginannya ingin melihat perempuan itu menangis.
_________
Kalau ada yang mau beli pdf, silakan ke no.WA 082290153123. Harganya 25K yaaaa 🥰 Lengkap! Dari awal sampe akhir, dapat bonus part juga!
Mau nawarin juga paket PDF nih. Jadi 50K bisa dapat dua judul, yaitu MY CEO IS MY HUSBAND dan ISTRI SETAHUN SATYA.
Murah banget, kan?
Untuk KARYAKARSA, cek akun @MokaViana
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Setahun Satya
RomanceSelalu mengagumi dari jauh, itulah yang selama ini Satya lakukan terhadap Sadina. Perempuan yang tak pernah kalem saat bertemu dengannya, selalu saja ada pertengkaran yang malah membuat Satya makin jatuh cinta. Sadina tak pernah menampakan kesedihan...