3: Usik

7.7K 831 29
                                    

Hari-hari berlalu, selama itu pula Satya tak melepas pantauannya dari Sadina.

Desain yang diajukan tim desain ditolak mentah-mentah olehnya, hal itu untuk memicu kebecian dan keresahan Sadina padanya.

Satya tak main-main, niatnya yang ingin melihat perempuan itu menangis—benar-benar bulat.

Dia tahu, ada hal besar yang menunggu mereka berdua di ujung sana. Semua terlihat dengan kehadiran Nicky yang menjadi pemicu.

Lelaki itu tak berhenti menghubungi Satya, menyatakan bahwa izin dari Sadina untuk meminjam uang sudah dikantongi.

Satya tak langsung percaya. Sadina sudah dipantaunya, dan tidak ada tanda-tanda dari perempuan itu yang menyatakan bahwa Satya bisa meminjamkan uang pada sang kekasih.

"Oke, kita bisa bertemu nanti," balas Satya pada orang yang beberapa hari ini terus mengganggunya lewat panggilan telepon. Siapa lagi jika bukan Nicky.

Satya bangkit dari duduk. Langkahnya mengayun keluar ruangan, ingin melihat keadaan di luar sana. Firasatnya mengatakan, Sadina dan kawan-kawan sedang mengincarnya.

Benar saja, saat keluar lift di lantai lima—Satya langsung berhadapan dengan Sadina, Diandra, dan tentu saja Claritta.

Wajah Sadina tak bisa dikatakan santai. Benar-benar terlihat geram, bahkan mungkin sebentar lagi siap melayangkan pukulan pada Satya.

"Oh, kalian," balas Satya terdengar santai. "Saya masih harus ketemu seseorang, nanti saja bicaranya."

"Heh, nggak bisa gitu, dong!" Sadina mencegah langkah Satya yang akan segera meninggalkan mereka. "Ini penting buat gue!"

Satya masih terlihat tenang meskipun perempuan di hadapannya ini sudah berapi-api. "Ini juga penting buat saya, ada cewek yang lagi nungguin saya di—"

"Nggak usah banyak alasan, gue tahu lo jomblo! Heleh, diminta bicara serius malah ngehalu!" sinis Sadina.

"Din, Din, udah." Claritta—istri dari Azelf—menarik pelan Sadina untuk menjauh dari Satya.

"Sama Satya nggak ada guna pake cara halus, Cla, harus pake urat!" Diandra ikut mengompori. "Ini bukan yang pertama kali kita diginiin."

Satya nampak tak peduli, digelengkannnya kepala dengan ekspresi santai, lalu meninggalkan tiga perempuan itu di sana. "Tolong urus mereka, Cla, saya ada urusan."

Satya kembali masuk ke lift. Di lantai lima itu, tujuannya untuk menyaksikan sendiri kemarahan Sadina terpenuhi sudah.

Kini, waktunya ia pergi dari sana dan menemui Nicky—pacar dari Sadina. Satya sudah punya jawaban untuk menolak meminjamkan uang kepada lelaki tersebut.

Dari kemarahan Sadina, benar-benar terbaca bahwa Nicky sama sekali tidak meminta izin pada perempuan itu.

Galaknya Sadina sudah Satya hafal di luar kepala. Itu semua berawal dari masa SMA, di mana Sadina datang melabraknya karena menolong kucing yang sengaja dibuang oleh perempuan itu.

"Ngapain lo nolongin kucing adik gue? Gue sengaja buang tuh kucing, kerjaannya pup mulu tahu, nggak!"

Satya berdecih tatkala mengingat lagi kemarahan pertama Sadina padanya. Sejak itulah, ia kenal Sadina. Perempuan yang tak mau urusannya disentuh.

________

Ini kali kedua Satya duduk bersama Nicky di kafe tersebut. Saling berhadapan, dengan ekspresi dan pikiran masing-masing.

"Gue udah dapat izin," kata Nicky, membuka percakapan.

"Bohong." Tanpa basa-basi, Satya langsung menuding.

"Gue nggak bohong."

Satya menggelengkan kepala. "Kelihatan banget lo bohong. Gue kenal banget Sadina orangnya kayak gimana. Sangking galaknya dia, kadang gue yang cowok aja langsung ngeri liatnya."

Nicky menghela napas kasar, terlihat jelas dari garis wajah, sedang memilih kata yang pas. "Ini nggak ada hubungannya dengan Sadina," katanya. "Ini soal usaha gue yang bakal bangkrut."

Satya tidak menyahuti, dia biarkan Nicky berbicara agar hati nuraninya ini sedikit tergerak. Namun, ternyata sama sekali tidak membuat Satya iba.

"Kalau memang Sadina yang jadi penghambat, gue lepasin dia. Nggak ada untungnya juga pacaran lama sama dia." Nicky berkata dengan wajah serius.

Mendengarkan itu, rahang Satya mengerat, tangan terkepal, tatapan mata menusuk kepada Nicky.

Tidak disangka olehnya, dipikir bagi Nicky, Sadina lebih penting dari uang. Ternyata, Satya salah menilai.

Padahal, saat berdua di mobil bersama Sadina di hari itu, dia sangat tahu bagaimana Sadina sangat menghargai sang kekasih.

Meskipun Nicky tidak bisa menjemput di kantor, perempuan itu sama sekali tidak memarahi di depan umum, seperti apa yang sering Sadina lakukan kepada Satya.

"Maaf, penilaian gue tentang lo berubah drastis." Satya mengeluarkan ponselnya. "Ketik di HP gue nomor rekening lo," suruhnya tanpa senyum.

Nicky menerima ponsel tersebut, beberapa saat kemudian mengembalikan kepada Satya.

"Gue transfer apa yang lo butuhin, setelah ini jangan deketin Sadina lagi," ucapnya menusuk.

Tanpa pamit, dia meninggalkan Nicky yang masih duduk tenang di kursinya. Satya keluar dari kafe, masih dengan emosi yang sengaja ditahan.

---

Kalau ada yang mau beli pdf, silakan ke no.WA 082290153123. Harganya 25K yaaaa 🥰 Lengkap! Dari awal sampe akhir, dapat bonus part juga!

Mau nawarin juga paket PDF nih. Jadi 50K bisa dapat dua judul, yaitu MY CEO IS MY HUSBAND dan ISTRI SETAHUN SATYA.

Murah banget, kan?

Untuk KARYAKARSA, cek akun @MokaViana

Istri Setahun SatyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang