Udara dingin menyapu kulit lengan Satya yang malam ini baru saja menyelesaikan pekerjaannya di kantor. Sama seperti kemarin, ia harus lembur karena pekerjaan yang menumpuk.
Kemeja yang sudah tersingkap hingga sikut, diturunkan kembali olehnya. Area parkir sudah sangat sepi, hanya ada beberapa kendaraan yang terparkir di sana.
Siluet seorang perempuan yang tengah mengobrol di telepon, menghentikan langkah Satya. Sebelum memastikan siapa perempuan itu, dia lebih dulu menekan tombol unlock di kunci mobilnya.
Nyatanya bunyi yang dihasilkan membuat perempuan itu terkejut dengan jeritan menyebutkan kata kasar.
"Anj*ng!"
Sudut bibir Satya terangkan kala mengenal suara itu. "Lo ngapain malam-malam gini nongkrong di parkiran?" tanyanya dengan cara bicara yang tidak formal, karena jam kerja sudah lewat.
"Rese banget, sih, lo! Mau bikin gue mati muda?" semprot Sadina, garis wajahnya terlihat sangat kesal.
Ya, bukan Sadina namanya jika berbicara lembut pada Satya. Sudah biasa, Satya tidak akan memusingkan, meskipun pada kenyataannya dia adalah seorang atasan untuk perempuan itu.
"Emang lo masih muda?" balasnya dengan nada mengejek. "Ingat umur, woi. Lo udah 28 tahun."
"Kayak lo enggak." Sadina mendengkus.
Satya mengedikkan bahu tidak ingin membalas ucapan tersebut. "Lo belum jawab pertanyaan gue, ngapain masih di sini?" Ditatapnya perempuan yang berdiri sekitar tiga meter darinya itu. "Lo nggak bawa mobil?" Melihat ke area parkir.
"Kepo banget, sih, lo," ujar Sadina dengan nada jutek.
"Ya udah, gue kasih tebengan." Satya menawarkan tanpa memedulikan sikap perempuan itu.
"Ogah. Bentar lagi pacar gue pasti jemput." Sadina mengambil langkah mundur, kemudian hendak berjalan meninggalkan Satya.
Langkah perempuan itu terhenti ketika bunyi notifikasi dari ponselnya terdengar. Satya mengangkat sebelah alis, wajah Sadina berubah semakin kesal kala menatap layar ponsel.
Tanpa mengucapkan apapun, Sadina lebih dulu masuk ke mobil Satya. Tentu, Satya hampir tertawa melihat tingkah musuhnya sejak SMA itu.
Tanpa menunggu lama, dia pun ikut masuk ke dalam mobil. Sekilas dilihatnya wajah Sadina masih saja kesal.
"Udah jelas pacar lo nggak bakal jemput lo. Siapa, sih, yang mau punya pacar suka marah-marah kayak lo," ledeknya sembari menjalankan mobil.
Sadina berdecak. "Gue marah-marah cuma ke lo doang, ke pacar gue nggak pernah."
"Dan kenapa lo marah-marah cuma ke gue doang?" tanya Satya, yang sebenarnya dia sudah tahu jawabannya.
"Karena muka lo ngeselin!"
Sudah tertebak, Satya tidak perlu memberikan komentar tentang itu. "Gue suka liat lo nangis, makanya sering gue persulit di pekerjaan," akunya tanpa rasa bersalah.
Seketika dia merasakan aura mencekam dari sebelah kirinya. Tentu, Sadina sudah mempersiapkan kata-kata untuk menyemprot Satya.
"Coba aja! Kali ini gue nggak bakalan kebawa emosi buat hadapin lo!" Mendengkus kesal.
Telinga kiri Satya seperti berdengung karena suara menusuk Sadina. "Heleh, ujung-ujungnya lo bakal lari ke Azelf." Bukannya diam saja, dia malah sangat ingin menantang perempuan itu.
Sekali lagi Sadina mendengkus, tetapi tak ada tanda akan membalas ucapan terakhir Satya. Sudah lelah, mungkin.
---
"Lo kenapa?" tanya Satya ketika melihat tingkah Sadina yang membingungkan.
Perempuan itu menutup wajah dengan tas, saat mobil memasuki area parkir apartemen. Tentu, alis Satya bertaut merasa bingung.
Untuk pertama kali, Satya menginjakan kaki di bangunan apartemen yang dihuni oleh Sadina. Kemarin, dia lebih seperti penguntit mengikuti Sadina, karena ingin tahu di mana musuh sejak SMA-nya ini tinggal.
"Berhenti di sini." Nada bicara Sadina seperti memerintah.
Satya tidak akan langsung menuruti, diliriknya Sadina yang terus menatap ke sosok lelaki yang duduk di atas kap mobil.
Ujung bibir terangkat, dia malah terus menginjak gas dan beralih menginjak rem kala jarak mobil tersebut sudah dekat dengan lelaki itu.
"Goblok lo!" semprot musuhnya itu.
"Bener-bener, ya, lo." Satya berdecak. "Lebih takut pacar daripada atasan. Yang kayak gini, nih, bisa menurunkan kualitas diri."
"Bacot banget lo!" Sadina mendorong kepala Satya.
"Oh, lo nggak ada takutnya, ya, sama gue." Satya mengeratkan gigi, terbawa emosi. "Lo pacaran atau lagi ngedar narkoba? Itu pacar lo, bukan polisi! Takut, kok, ke pacar."
"Bacot banget lo!" semprot Sadina lagi. "Gue nggak takut sama dia, ya."
Satya melengos. "Nggak takut dia, tapi nutupin wajah biar nggak ketahuan dianterin sama cowok lain. Etdah! Yang gaji lo, tuh, gue, ngapain lo takut sama dia yang statusnya cuma pacar, belum tentu juga ngasih lo duit."
"Itu gaji atas usaha gue. Lo di kantor cuma jadi beban hidup gue aja tahu, nggak!" Sadina mendengkus dan segera keluar dari mobil.
Satya ikut keluar, dilihatnya Sadina melingkarkan tangan ke lengan lelaki tersebut.
"Itu atasanku," ucap perempuan itu.
Tanpa menunggu respons si pacar, Sadina malah segera menarik lelaki itu menuju apartemen.
Satya berdecak tak suka melihat kelakuan Sadina. Bukannya mendapatkan ucapan terima kasih dan maaf, dia malah mendapatkan ucapan kasar dari perempuan tersebut.
Ah, mengharapkan itu dari Sadina sepertinya harus menunggu seribu tahun lamanya.
---
Kalau ada yang mau beli pdf, silakan ke no.WA 082290153123. Harganya 25K yaaaa 🥰 Lengkap! Dari awal sampe akhir, dapat bonus part juga!
Mau nawarin juga paket PDF nih. Jadi 50K bisa dapat dua judul, yaitu MY CEO IS MY HUSBAND dan ISTRI SETAHUN SATYA.
Murah banget, kan?
Untuk KARYAKARSA, cek akun @MokaViana
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Setahun Satya
RomanceSelalu mengagumi dari jauh, itulah yang selama ini Satya lakukan terhadap Sadina. Perempuan yang tak pernah kalem saat bertemu dengannya, selalu saja ada pertengkaran yang malah membuat Satya makin jatuh cinta. Sadina tak pernah menampakan kesedihan...