Tanpa mengetuk pintu, Satya segera masuk ke ruangan atasannya. Ia disambut oleh sang CEO dengan tatapan tanpa ekspresi.
Satya tahu apa arti tatapan Azelf kepadanya. Bukan untuk menyuruh Satya kembali keluar ruangan dan mengetuk pintu terlebih dahulu sebelum masuk.
Ini Azelf, meskipun jabatan lelaki itu sangat tinggi di perusahaan, bukan berarti Azelf sangat ingin dihormati, apalagi oleh sahabat sendiri.
"Kenapa?" Satya segera duduk di kursi depan Azelf.
Pikirannya sedang buruk sekarang, dan Azelf malah ingin menambah beban dengan sesuatu yang dinamakan pekerjaan.
Kayana belum juga memberi kabar tentang Sadina. Semalaman ia menunggu, bahkan bolak-balik menelepon istri dari Hara tersebut, tetap saja hasilnya sama, Sadina sama sekali tak menampakkan batang hidungnya lagi.
Azelf menghela napas, tatapan tadi belum juga berubah. Namun, di detik kemudian Azelf menunjuk secarik kertas di atas meja dengan sebuah anggukan kecil.
"Kerjaan lagi? Males banget gue, Zelf ...," keluh Satya sambil membuang pandangan ke sembarang arah.
"Kata siapa?" Azelf akhirnya bersuara setelah diam cukup lama.
Satya menarik kertas tersebut dari atas meja. "Apa ini?"
"Lo apain Sadina?" tanya Azelf dingin.
Kali ini, Satya bisa merasakan atmosfer di ruangan tersebut berubah drastis. Pantas saja sejak tadi Azelf menampakan wajah kurang enak dipandang, ternyata panggilan untuk Satya datang ke ruangan ini, adalah untuk membahas sesuatu yang menyangkut Sadina.
"Dia nggak mungkin sampai mutusin buat mengundurkan diri dari kantor," kata Azelf, "gue udah bilang, ngerjain Sadina sekedarnya aja, jangan berlebihan."
Satya menghempas punggung ke sandaran kursi. Ia mengangkat dagunya sedikit, tak lupa dengan wajah nyolot. "Gue nggak apa-apain dia, jangan langsung nuduh yang nggak-nggak, dong."
Ya, Satya harus berakting bahwa ia sama sekali tak ada sangkut pautnya dengan pengunduran diri Sadina dari kantor. Satya juga tak mungkin menceritakan yang sebenarnya pada Azelf, meskipun lelaki itu adalah sahabat karibnya.
"Lah, terus ini?" Suara Azelf meninggi, sambil mengangkat surat tadi yang sempat akan dibaca Satya. "Tertulis dengan jelas, bahwa Sadina memutuskan mengundurkan diri karena kurang suka sama kelakuan lo."
Satya menggeleng. "Lo udah tahu dari dulu, 'kan? Sadina emang nggak suka sama gue."
Seketika Azelf menggebrak meja. Baru kali ini Satya melihat sosok galak dari sahabatnya tersebut.
"Lo bisa serius nggak, sih?" Azelf terlihat kesal. "Ini bukan soal perasaan sentimental tentang cinta!"
"Kok, jadi lo yang ngamuk, sih? Harusnya yang heboh itu gue! Gue nggak bakal bisa liat Sadina lagi di kantor!" Satya berucap seakan ikut terbawa emosi. "Kalau lo, istri lo masih kerja, di rumah juga ketemu."
Azelf mengusap wajah frustrasi. "Gue serius. Lo apain Sadina sampe ngundurim diri kayak gini? Gue nggak mau kehilangan karyawan andalan gue!"
"Gue juga nggak mau kehilangan cinta pertama gue," ujar Satya.
"Anjir!"
Satya menelan ludah susah payah. Wajah kesal Azelf sekarang menjadi hiburannya. Ia sejak tadi sengaja menanggapi sang bos dengan candaan, agar semua terlihat baik-baik saja.
Namun, di satu sisi Satya juga kasihan dengan apa yang dialami Azelf sekarang. Dan, semua itu karena ulahnya. Mungkin saja ini akan berpengaruh pada kinerja di perusahaan mereka.
"Sumpah, Sat ... gue nanya baik-baik, harusnya lo jawab yang bener, dong!" Azelf masih terlihat kesal.
Satya menghela napas. "Gue bakal bawa dia balik ke sini, lo tenang aja."
"Kalau lo nggak bisa?" tantang Azelf, yang langsung membuat Satya diam, "gue bakal kasih jabatan lo ke orang lain."
"Eh eh, jangan gitu, dong. Gue jadi general manajer aja Sadina nggak mau sama gue, apalagi kalau udah enggak."
Alis Azelf hampir menyatu, wajahnya kini terlihat seolah baru mendapatkan ide berlian. "Ini dia, lo nggak perlu bersinggungan lagi dengan Sadina, gue bisa pindah kerjaan lo ke jabatan yang lain."
Satya tertawa garing. "Haha, terus lo pikir gue mau gitu?"
"Daripada Sadina nggak mau balik lagi karena lo masih GM-nya!"
"Ogah, nggak mau, gue pengin mantau Sadina mulu, entar dia dipepet sama cowok lain," tolak Satya mentah-mentah.
Azelf menepuk meja kesal, menghempas punggung ke sandaran kursi. Lelaki itu nampak pasrah. "Yang bos di sini siapa, sih? Kok, lo susah banget diatur?"
Satya menghela napas. "Lo cuma butuh Sadina balik, 'kan? Gue bisa narik dia ke sini lagi, asal istri lo mau bantuin gue."
Ya, setelah gagal dengan Kayana, Satya akan mencoba jalur baru yaitu Claritta. Siapa tahu saja ini akan berhasil, terlebih sudah menyangkut ke pekerjaan.
__________
Satya menarik napas dalam saat berdiri di depan sebuah rumah, yang penghuninya sudah ia kenal sangat baik. Di dalam sana, ada ayah dan ibu mertuanya dan tak lupa dua adik iparnya.
Kedatangan Satya ke sini tak lain tak bukan untuk mencari Sadina. Terlihat dari halaman rumah saja, takdir sedang berpihak padanya, karena mobil yang dibawa lari Sadina terparkir rapi di sana.
Belum memencet bel, pintu rumah kini sudah dibuka oleh seseorang dari dalam. Mata Satya melebar sempurna tatkala melihat siapa sang pelaku, orang yang sudah dua hari ini ia cari. Sadina.
Tangan Satya dengan cepat mencegat sang istri yang hendak kabur. Sadina berontak ingin dilepas, tetapi genggaman Satya lebih kuat daripada gerak tak suka dari perempuan itu.
"Lepasin gue!" rontak Sadina.
Satya malah makin memperkuat genggamannya. Ia tak berpikir panjang lagi, kalau-kalau Sadina merasa kesakitan.
"Gue mau bawa ayah ke rumah sakit!" teriak perempuan itu, yang seketika mengalihkan pandangan Satya ke dalam rumah.
Di sana, ayah mertuanya sedang berjalan dituntun oleh Zaki. Satya segera mendekat ke arah orang tua itu. "Ayah? Ayah sakit?"
"Iya, itu karna lo!" Sadina berucap.
"Kok, Bang Satya? Itu karna Kakak, nikah bentar doang udah mutusin mau cerai. Ayah jadi kaget dengernya," bela Zaki, "liat, nih, Bang Satya pasti datang buat jemput Kakak."
Ingatkan Satya untuk memberikan bonus berupa dollar pada sang adik ipar yang tanpa sengaja sudah membelanya. Namun, untuk sebuah kata cerai yang diinformasikan oleh Zaki tadi, nyawa Satya kini seakan sudah terpisah dari tubuh saat mendengarkan hal tersebut.
Ia segera menatap Sadina yang kini berdiri sambil melipat tangan di depan dada seolah tak merasa bersalah sama sekali.
"Ayah udah nggak apa-apa," kata Zahir, lalu memutuskan duduk di sofa, "yang penting Satya udah di sini."
"Tuh, liat Bang Satnya aja Ayah udah seneng, Kakak tuh apa-apa dibawa emosi. Kalau ada masalah omongin baik-baik." Lagi-lagi Zaki membelanya.
Satya segera mendekat ke arah sang ayah mertua. "Ayah baik-baik aja, 'kan?"
"Cari muka," ucap Sadina, lalu melangkah keluar rumah.
Ia tak mementingkan sang istri lagi, biarkan saja Sadina pergi entah ke mana. Satya memutuskan tak mengejar karena keadaan ayah mertuanya sekarang lebih penting.
"Satya tetap jadi mantu Ayah, 'kan?" tanya Zahir dengan tatapan penuh harap.
________
19.05.21
Kalau ada yang mau beli pdf, silakan ke no.WA 082290153123. Harganya 25K yaaaa 🥰
Mau nawarin juga paket PDF nih. Jadi 50K bisa dapat dua judul, yaitu MY CEO IS MY HUSBAND dan ISTRI SETAHUN SATYA.
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Setahun Satya
RomanceSelalu mengagumi dari jauh, itulah yang selama ini Satya lakukan terhadap Sadina. Perempuan yang tak pernah kalem saat bertemu dengannya, selalu saja ada pertengkaran yang malah membuat Satya makin jatuh cinta. Sadina tak pernah menampakan kesedihan...