Satya mengeluh kesal mendengarkan suara ponsel dari arah kirinya. Pasalnya ia sudah berada di alam mimpi, setelah berusaha untuk tidak menyentuh sang istri yang kini tengah serius memainkan ponsel.
"Ngapain, sih?" Satya bertanya dengan nada kesal.
"Main game," jawab Sadina, mata itu fokus ke layar ponsel.
"Bisa kecilin suaranya, nggak?"
"Nggak bisa, gue nggak bisa konsen kalau nggak berisik suaranya." Sadina berdecak, menatap Satya penuh emosi. "Gue mati, gara-gara lo."
Kantuk di mata Satya sudah menghilang, emosi bukan main melihat kelakuan sang istri. Tak ada rasa hormat, atau sekadar sopan kepada suami. Satya mendengkus, bukan kesal pada Sadina, tetapi ke diri sendiri yang belum bisa menaklukkan hati wanita itu.
"Gue haus," ucapnya, setengah memerintah untuk diambilkan.
Sadina tak menyahuti, masih fokus pada permainan game online. Satu fakta ini baru diketahui oleh Satya, tak disangka, seorang Sadina yang bersikap judes, punya banyak kenalan, dan pekerjaan lumayan, di rumah malah menjadi seperti anak remaja yang kecanduan game.
Satya bangkit, memilih untuk keluar dari kamar tersebut. Saat turun dari tangga, dilihatnya Zaki tengah duduk setengah rebahan di atas sofa, dengan ibu jari lincah bermain di atas layar ponsel.
Ia berjalan pelan, lalu berdiri di belakang adik iparnya itu. Sama seperti game yang dimainkan oleh Sadina. Satya jadi penasaran, apakah Syntia juga kecanduan game?
"Ki," panggilnya pelan.
Zaki sedikit terkesiap, menoleh sedetik, kemudian kembali fokus ke ponsel. "Kenapa, Bang? Ngagetin aja."
Satya duduk di singgel sofa. "Sejak kapan kakakmu suka game kayak gitu?" tanyanya.
"Udah lama, dua tahunan kalau nggak salah." Zaki menjawab tanpa menoleh pada Satya. "Ah, Bang, mohon maaf, nih, udah ganggu malam pertama Abang sama kakak."
Satya mengerutkan kening. "Maksudnya?"
"Ini, aku lagi mabar sama kakak."
Seketika ekspresi Satya menjadi tak enak dipandang. Belum juga berhasil menaklukkan judesnya Sadina, sekarang malah bertambah satu benteng yang dinamakan game.
Namun, di sini Satya akan melakukan apapun untuk membuat Sadina luluh. Dimulai dari menyukai apa yang disukai, mungkin nanti setiap malam mereka akan bisa bermain game bersama.
"Install aja game ini, Bang, biar bisa mabar sama kakak," saran Zaki, "biar aku nggak diajakin mabar dan malah jadi ganggu malam kalian."
Tanpa disuruh, Satya sudah merencanakan itu. "Habis ini Abang bakal install."
Derap langkah terdengar mendekat ke arah mereka berdua, Satya menoleh, Zahir tersenyum tipis menatapnya. Wajah itu seakan mengatakan bahwa ada hal penting yang ingin dibahas dengan Satya.
Ia mengangguk, mengikuti langkah Zahir yang membawa ke ruang tamu. Satya mengerti, hal ini pasti sesuatu yang tak harus didengarkan oleh Zaki.
"Ada apa, Yah?" tanyanya dengan nada sopan.
Zahir duduk di sofa, dengan gerakan tangan menyuruh Satya untuk duduk juga. "Ada hal penting yang perlu diomongin."
Satya duduk berseberangan dengan ayah mertuanya itu. "Penting?"
Beliau mengangguk. "Ayah udah ngomong ke orang tuamu, kami semua masih nggak setuju kalian nggak ngadain resepsi pernikahan."
Satya tersenyum kecut, jika ditanya, sebenarnya ia sangat menginginkan itu. Melihat Sadina dalam balutan gaun pengantin, adalah hal yang sangat diinginkan di muka bumi ini.
"Bukan memaksa, kami cuma ingin lihat kalian naik pelaminan," ucap beliau, "Sadina anak sulung, kamu anak tunggal. Harusnya ada resepsi, karena ini pengalaman pertama kami sebagai keluarga."
Ini bukan keinginan Satya, tetapi ia punya kewajiban untuk membuat mereka mengerti, beri saja alasan yang terbalut kebohongan, maka semua selesai.
"Aku dan Sadina bakalan bikin resepsi, tapi nggak sekarang, Yah," Satya menghela napas seperti orang lelah, "pekerjaan di kantor numpuk, pergantian bos bikin kami nggak bisa ambil cuti."
Zahir tak berkomentar, tetapi wajah itu masih berharap. Satya tak ingin memberikan janji, kapan tepatnya akan melakukan resepsi tersebut, karena meruntuhkan hati Sadina, nyatanya lebih berat dari menghancurkan tembok.
"Tapi kami udah rencanain, kok. Ayah dan Ibu nggak perlu khawatir," ucapnya penuh dengan nada meyakinkan.
Zahir tersenyum. "Bilang ke orang tuamu juga, mereka khawatir sekarang."
**
26.03.21
Akhirnya bisa ngetik, uuuy!!!
Kalau ada yang mau beli pdf, silakan ke no.WA 082290153123. Harganya 25K yaaaa 🥰
Mau nawarin juga paket PDF nih. Jadi 50K bisa dapat dua judul, yaitu MY CEO IS MY HUSBAND dan ISTRI SETAHUN SATYA.
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Setahun Satya
RomanceSelalu mengagumi dari jauh, itulah yang selama ini Satya lakukan terhadap Sadina. Perempuan yang tak pernah kalem saat bertemu dengannya, selalu saja ada pertengkaran yang malah membuat Satya makin jatuh cinta. Sadina tak pernah menampakan kesedihan...