Sadina menginjakkan kaki di rumah megah milik Satya. Ia datang sendirian, dengan dipandu telepon dari pria itu. Hanya untuk Nicky, dirinya rela melakukan apapun, bahkan sampai datang ke tempat asing tersebut.
Belum juga ia membunyikan bel, pintu sudah terbuka, memperlihatkan senyum Satya yang sangat membuatnya muak. Namun, Sadina menahan hasrat ingin marah, karena sekarang dirinya hanyalah tamu, sedang Satya kini memegang kartu yang diinginkannya.
"Adik lo mana?" Langsung pada intinya, tanpa basa-basi.
"Masuk dulu, ya kali, ngobrol di teras gini." Satya membuka pintu semakin lebar, mempersilakan Sadina masuk.
Tanpa niat protes, Sadina iyakan saja keinginan tersebut. Saat sudah di ruang tamu, ia malah terkagum dengan interior yang disuguhkan. Simpel, tetapi sangat elegan.
Sadina tak bisa berhenti untuk mengagumi. Tatapannya berhenti di pigura besar, memperlihatkan senyum dari tuan rumah. Ia menaikkan satu alis, wajah pria di figura itu benar-benar mirip dengan Satya. Mungkin akan seperti itu jika Satya sudah tua nanti.
"Ini yang namanya Sadina?" tanya suara lembut yang mampu membuat si pemilik nama menoleh.
"Ah, iya, Tante." Sadina mengangguk sopan.
"Cantiknya," puji Sisca, senyum mengembang tulus terlihat tak berbohong, "duduk, Nak."
"Iya, Tan." Sadina mengambil tempat di sofa panjang, di sebelahnya Sisca masih saja tersenyum.
"Tunggu di sini dulu, Sad. Adik gue bentar lagi pulang," kata Satya yang masih berdiri sembari menonton dua perempuan itu.
"Kamu mana punya adik." Sisca tertawa kecil.
"Tapi Sadina ke sini mau ketemu adikku, Ma," sela Satya.
"Canda aja kamu. Sana, minta bibi bikinin minum."
Sadina mencerna isi percakapan tersebut, tetapi yang ada dirinya buntu dikarenakan tangan mama Satya kini telah menggandeng tangannya erat.
Hei, Sadina jadi tak nyaman. Sedikit demi sedikit ia menarik pelan tangannya, tetapi Sisca kembali mengeratkan gandengan. Ada apa ini?
"Katanya kamu sekantor sama Satya, bener?" tanya Sisca.
"Iya, Tan." Meski risi dengan jarak yang begitu dekat, tetapi Sadina tetap menjawab demi kesopanan.
"Tante kagum sama wanita karir, apalagi kata Satya kamu mandiri orangnya, udah lepas dari orang tua." Sisca terus mendekatkan diri pada Sadina.
Ia hanya perlu bertahan seperti ini sampai Satya kembali dari dapur. Sadina melirik ke arah pintu, di mana Satya menghilang tadi, gelisah bukan main menunggu kedatangan pria itu.
"Ah, Tan, adiknya Satya kapan pulang?" tanyanya, untuk membuka topik baru.
Sisca tertawa, gandengan di tangan menjadi rengang, hal tersebut segera Sadina gunakan sebagai kesempatan untuk menarik tangannya dan sedikit menjauh dari Sisca.
"Satya mana punya adik, dia anak tunggal," ungkap beliau.
Sadina melongo, tak bisa menghindari keterkejutan. Langkah kaki mendekat, rupanya Satya telah kembali dari dapur. Sadina menatap tajam pria itu, ia ingin sekali melayangkan pukulan membabibuta.
"Kenapa?" tanya Satya, detik kemudian senyum senang terbit di bibirnya, "oh, kamu udah tahu kalau aku anak tunggal?"
Sadina mendengkus. "Gu—"
"Maaf, ya. Sadina jangan marah, Satya emang suka jahil gitu," ucap Sisca.
Andai saja wanita itu tak bersama mereka, pasti sekarang Satya sudah babak belur dibuat Sadina. Ia benar-benar sudah dibohongi, padahal niat datang ke sini dengan harapan yang sudah setinggi himalaya untuk bisa bertemu adik dari Satya.
"Eh, Papa udah pulang?" Satya menoleh ke arah pintu. "Kenalin, Pa, namanya Sadina."
Satya mendekati pria paruh baya itu, kemudian menggandeng tangan beliau untuk mendekat ke arah Sadina dan Sisca.
Sadina memejamkan mata, entah akting apa lagi yang tengah dilakoni Satya. Ia benar-benar muak, ingin memberontak, tetapi masih memikirkan sopan santun.
Mungkin Sadina kasar, tetapi ia tak separah itu jika bersama orang tua. Lagi pula, ini adalah masalahnya dengan Satya, orang tua tak ada sangkut-pautnya.
"Tumben bawa cewek," kata papa Satya, "Samuel." Mengulurkan tangan untuk berkenalan.
Sadina menerima tanpa protes. "Sadina, Om," ujarnya.
"Sadina di sini dulu sama Satya. Tante sama Om mau siapin makan malam, jangan pulang dulu, ini cepet, kok." Sisca menarik Samuel untuk menjauh dari ruang tamu, senyum wanita itu menebarkan ketulusan.
Saat keduanya telah pergi, Sadina segera melayangkan tatapan menusuk pada Satya. "Jelasin sekarang," tuntutnya.
Satya mengambil tempat duduk di sebelah Sadina, dengan santainya pria itu bersandar dan menunjuk minuman di atas meja. "Minum dulu, lo nggak haus apa? Tadi sebelum ke sini lo ada ngurusin Claritta, 'kan?"
Memang benar, tetapi sekarang Sadina tak haus dahaga, melainkan haus untuk menyerang Satya dengan pukulan barbarnya.
"Gue nggak haus," memukul Satya satu kali di perut, "gue cuma butuh penjelasan lo!" Lagi, Sadina melayangkan pukulan sampai dirinya merasa puas.
Satya tidak mengaduh atau menjerit kesakitan, wajahnya santai seakan pukulan Sadina hanya seperti kapas yang melewati tubuh.
"Udah?" tanya Satya.
Bahu Sadina naik-turun, emosi kini menguasainya. Wajah santai Satya benar-benar membuatnya muak, tangan terangkat untuk memberikan tonjokan ke wajah tersebut.
Satya menahan dengan elegan. "Lo bisa pukul badan gue, tapi tidak dengan wajah cakep gue," katanya penuh percaya diri.
"Cakep apanya? Cakepan juga Nicky." Sadina mendengkus kesal.
"Ya ... setidaknya gue nggak pernah jual pacar ke orang lain cuma untuk menyelamatkan bisnis yang mau bangkrut," timpal Satya.
"Apa?"
Satya berdecak, menghadapkan tubuh sepenuhnya pada Sadina. "Jadi, si Nicky jual lo ke gue dengan harga yang menjulang."
"Hah?" Sadina tidak langsung percaya, menurutnya penjelasan Satya sangat mustahil.
"Kalau lo nggak percaya, besok kita ketemu Nicky. Gue tahu dia ada di mana." Satya menaik-turunkan alisnya dengan senyum jenaka.
---
Kalau ada yang mau beli pdf, silakan ke no.WA 082290153123. Harganya 25K yaaaa 🥰 Lengkap! Dari awal sampe akhir, dapat bonus part juga!
Mau nawarin juga paket PDF nih. Jadi 50K bisa dapat dua judul, yaitu MY CEO IS MY HUSBAND dan ISTRI SETAHUN SATYA.
Murah banget, kan?
Untuk KARYAKARSA, cek akun @MokaViana
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Setahun Satya
RomanceSelalu mengagumi dari jauh, itulah yang selama ini Satya lakukan terhadap Sadina. Perempuan yang tak pernah kalem saat bertemu dengannya, selalu saja ada pertengkaran yang malah membuat Satya makin jatuh cinta. Sadina tak pernah menampakan kesedihan...