Kabar perkelahian di kantin antara Claritta dan Salsa sudah masuk ke telinga Satya. Ia tahu, Sadina pasti turut menonton pengakuan sang ketua geng yang ternyata sudah memiliki hubungan sah dengan Azelf.
Ah, kejadian ini akan membuat Satya sedikit lebih mudah untuk membujuk Sadina agar mau menerimanya, mengingat dua orang sahabat yaitu Claritta dan Kayana sudah lebih dulu menjadi pengkhianat.
Satya bersandar pada dinding lorong toilet dekat kantin. Sengaja, ia ingin segera bertemu Sadina, dan menodong.
Tidak perlu menunggu lama, Sadina kini lewat di hadapannya, membuat Satya dengan cepat menarik tangan perempuan itu.
"Anjiiir!" kejut Sadina, tetapi Satya tak memedulikan itu.
Segara perempuan tersebut ia sandarkan ke dinding, sedang kedua tangannya berada di tiap sisi untuk mengurung si pujaan hati agar tak kabur.
Tangan Sadina terangkat menjitak kepalanya. "Apaan, sih, lo! Kanget, tahu!"
Satya hanya terkekeh. "Kagetan mana sama pengakuan Claritta tadi?"
Sadina berdecih, lalu memutuskan menoleh ke tempat lain. "Jadi, yang lo maksud waktu itu Claritta?"
"Hm. Harusnya lo nggak kaget, dong," ucap Satya.
"Ya, jelas gue kaget! Claritta benci banget sama Azelf, terus tiba-tiba udah nikah aja."
Satya terkekeh. Ini kesempatannya menggoda Sadina. Siapa tahu ada cela untuk masuk lebih dalam.
"Lo nggak mau ikutan?" tawarnya pada Sadina.
"Nggak lucu! Ngapain juga gue ikutan jalan yang salah. Nikah sama musuh, ya, kali ...."
Satya mengangguk santai. "Iya, gue tahu. Jalan yang benar menurut lo, menuju hati gue, 'kan?"
Sadina mendorongnya, tetapi Satya kokoh menahan tubuh agar tidak terlempar. Ia masih ingin berlama dengan posisi ini, mumpung Sadina sedikit bersahabat.
"Nggak lucu, gue mau pergi sekarang. Bisa minggir?"
Satu alis Satya terangkat. "Kenapa? Lo takut ketahuan teman-teman lo lagi berduaan sama gue?"
Menghela napas. "Gue lebih takut ketahuan karyawan lain. Bayangin, apa yang bakal mereka pikirin tentang kita sekarang. Minggir!"
Jika sudah menyangkut rekan kerja lain, Satya putuskan angkat tangan. Ia juga tak ingin nama baiknya di kantor tercoreng hanya karena rasa gemas pada Sadina.
"Ah, tentang pacar lo—"
"Nicky kenapa?" tanggap Sadina gesit.
Satya mendengkus. Sungguh, ia sangat tak suka dengan sikap Sadina yang masih saja mengkhawatirkan Nicky. Padahal, lelaki sialan itu sudah lama tak menampakkan diri, harusnya Sadina tak usah berharap lagi.
Meskipun tak suka, Satya harus melibatkan nama Nicky dalam rencananya ini. "Adik gue kayaknya sore nanti ada di rumah, lo mau ikut?"
Sadina menatap penuh harap, lalu mengangguk setuju. "Iya, dia bisa temuin gue sama Nicky, 'kan?"
Satya menoleh ke tempat lain. "Gue nggak jamin, tapi paling nggak lo bisa tahu keadaan dia gimana."
"Bener juga. Ah, gue terbantu banget, sumpah!" ucap Sadina penuh suka cita, tetapi wajah itu kembali galak saat menatap mata Satya. "Lo nggak lagi ngerjain gue, 'kan?"
Satya bungkam, berusaha menyembunyikan sebuah fakta bahwa memang benar ia sedang mengelabui Sadina. Niat Satya mengajak perempuan itu ke rumah adalah untuk bertemu sang ibu, hitung-hitung gantian.
Ia menggeleng. "Enggak, lah. Dari kemarin gue serius sama lo."
Sadina berdecak. "Serius lo nggak lucu. Ngapain, sih, pake ngaku ke bonyok gue kalau lo—"
Satya segera membungkam bibir Sadina dengan satu jarinya. "Gue tunggu di parkiran entar pulang kerja."
"Gue pikir lo mau bikin gue diam pake bibir lagi," kata Sadina.
Terkekeh. "Lo mau?" Satya maju selangkah, segera Sadina mendorongnya menjauh. "Nggak apa-apa, mumpung sepi."
"Njir, nafsuan banget!"
Dering ponsel terdengar dari ponsel yang ada di genggaman Sadina. Perempuan itu segera menatap layar, di detik kemudian menjawab panggilan tersebut.
"Iya," jawabnya ogah-ogahan, "gue nggak tahu istri lo di mana."
Satu alis Satya naik. "Siapa?"
"Azelf." Sadina memberi gawai tersebut padanya.
"Kenapa lo?" Satya bertanya pada si penelepon.
"Lo bisa anterin Claritta ke rumah? Minta Sadina dan Diandra nemenin dia juga," jelas Azelf, yang malah membuat Satya mendengkus.
"Tinggalin Salsa, lo susulin Claritta. Bini lo yang mana, sih, sebenarnya?" Satya kemudian mematikan sambungan telepon.
Suara decakan membuat Satya menoleh. "Kejam banget sama teman sendiri. Itu dia butuh bantuan, gue juga mau nemenin Claritta meskipun udah mengkhianati geng."
Satya mengembalikan ponsel Sadina. "Claritta nggak salah, yang nyebelin itu Azelf. Udah tahu punya bini, masih aja bikin ulah."
"Emang dia ama Salsa beneran pacaran?" tanya Sadina nampak penasaran.
Menggeleng. "Ya, enggak. Tapi setidaknya dia sadar posisi. Toh, dia suami Claritta, jadi pentingin istri dulu."
Sadina mengangguk paham. "Ternyata lo baik juga, ya, sama cewek," puji perempuan itu, membuat Satya tersenyum bangga, "jadi penasaran, mantan lo ada berapa."
Satya segera menoleh ke tempat lain. Untuk hal itu, ia sama sekali tak menghitung. Yang jelas, selama ini Satya tak pernah mengutarakan perasaannya pada perempuan, selalu mereka yang datang sendiri, dan ia terima dengan tangan terbuka. Jadi, bisa dibilang Satya menjalaninya tanpa perasaan.
Dan, ada beberapa perempuan datang di waktu yang sama, membuat Satya ikut arus saja. Bisa dibilang, ia pernah memacari empat perempuan sekaligus. Jika ketahuan, Satya ungkapkan saja sebuah fakta, bahwa ia takut menolak karena tak enak hati.
Sadina mendengkus. "Kelamaan mikir, pasti banyak." Lalu melangkang pergi meninggalkannya.
"Yah, begitulah," gumam Satya.
---
Kalau ada yang mau beli pdf, silakan ke no.WA 082290153123. Harganya 25K yaaaa 🥰 Lengkap! Dari awal sampe akhir, dapat bonus part juga!
Mau nawarin juga paket PDF nih. Jadi 50K bisa dapat dua judul, yaitu MY CEO IS MY HUSBAND dan ISTRI SETAHUN SATYA.
Murah banget, kan?
Untuk KARYAKARSA, cek akun @MokaViana
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Setahun Satya
RomanceSelalu mengagumi dari jauh, itulah yang selama ini Satya lakukan terhadap Sadina. Perempuan yang tak pernah kalem saat bertemu dengannya, selalu saja ada pertengkaran yang malah membuat Satya makin jatuh cinta. Sadina tak pernah menampakan kesedihan...