Sadina menatap pantulan wajahnya di cermin, berkali-kali mendesah karena merasa frustrasi. Ia mengambil kacamata hitam dari dalam tasnya, untuk menutupi sisa-sisa dari tangisan.
Seorang lelaki yang sejak tadi ditunggu, kini telah tiba. Sadina segera memberikan kunci apartemennya kepada Raja yang mengerutkan kening tak mengerti.
"Di dalam apartemen gue ada mayat, tolong urus," katanya memberitahukan.
"Mayat?" meski tak mengerti, Raja menerima kunci tersebut, "gue jadi merinding sama lo."
Sadina berdecak, membuang kekhawatiran akan dugaan aneh Raja padanya. Namun, saat mengingat apa yang dilakukan Satya padanya, tentu itu adalah hal yang pantas didapatkan.
"Gue pergi dulu," ucapnya.
Hendak memutar tumit, tangan Raja menahan lengannya. "Lo apain Satya?" Nada suara lelaki itu terdengar dingin.
Sadina menarik tangannya menjauh dari Raja, dari balik kacamata, tatapannya menghunus bak pisau tajam. Nada dingin Raja seakan tengah melimpahkan semua kesalahan padanya, dan itu sangat tidak disukai oleh Sadina.
"Pertanyaan lo salah, malahan dia yang apa-apain gue," ungkapnya, membela diri.
Tak ingin berlama-lama, Sadina segera angkat kaki dari area parkir mini market itu, untuk menuju mobil yang dikendarainya agar bisa menepi dari jebakan gila ala Satya.
"Mobil Satya," ucap Raja yang ternyata masih memperhatikannya, "pantesan lo nyuruh gue jemput Satya, mobilnya lo bawa kabur."
Sadina melirik sengit, mencoba untuk tidak terprovokasi dengan ucapan tersebut. Saat ini, ia harus memikirkan ke mana tujuannya. Bingung bukan main, yang jelas, sekarang Sadina ingin menjauh dari yang namanya Satya.
***
Langkah Sadina terhenti pada pintu rumah yang baru pertama kali ia datangi. Tak ada rasa sungkan atau takut untuk mendatangi tempat asing baginya tersebut, karena Sadina tahu ini adalah rumah dari sahabatnya, Kayana.
Ya, hanya Kayana yang bisa ia datangi sekarang untuk mendapatkan saran, bahkan sebuah nasihat.
Sadina tak punya tempat untuk pulang. Apartemennya kini ada Satya, ke rumah mertua pasti akan ditanyakan ini-itu, apalagi jika ia kembali ke rumah orang tuanya, sungguh bahaya besar.
Tak ada yang bisa mengerti tentang kondisi Sadina sekarang—yang tak sudi kesuciaannya diambil oleh Satya, karena orang-orang terdekat tahu bahwa mereka sudah sah sebagai suami-istri.
Sadina menekan tombol lonceng yang ada di dekat pintu. Beberapa detik kemudian terdengar suara sahutan dari dalam rumah.
Kayana membukakan pintu dengan senyum cerah. "Selamat datang di rumah gue."
Sadina segera masuk, lalu duduk di sofa tanpa berbasa-basi lagi pada Kayana yang masih berdiri di pintu.
Katakan ia tak sopan, Sadina hanya ingin segera mengatakan apa maksudnya datang kepada Kayana.
"Eee ...." Si tuan rumah tampak bingung.
Sadina menghempas punggung ke sandaran sofa, lalu menghela napas panjang.
"Lo kenapa?" tanya Kayana.
Sudah sampai di sini, Sadina sama sekali tak tahu harus mulai dari mana untuk bicara. Kayana pasti akan menertawakannya karena baru saja ditiduri oleh Satya, sang musuh sejak SMA.
"Gimana rasanya nikah sama musuh sejak SMA?" Sadina bertanya, meskipun pertanyaan itu sama sekali tak termasuk dari daftar keluhannya datang ke sini.
Kayana mengedikkan bahu. "Biasa aja, gue sama Hara sejak SMA nggak terlalu bar-bar kayak kalian yang lain."
Sadina kembali menghela napas. "Gue rasanya pengin mati!"
"Ngomong apa, sih, lo?" sela Kayana, "kalau punya masalah, ya, selesain, bukan milih mati. Nyelesein masalah juga nggak bakal bikin lo mati."
Sadina berteriak, lalu menangis sejadi-jadinya. Kayana segera mendekat untuk menenangkan.
Sungguh, ia tak tahu harus apa sekarang. Tak ada tempat untuk berlari dan mengeluh. Ia pikir Kayana adalah tujuan terbaik, tetapi sampai di sini rasanya sama saja.
"Ceritain ke gue, biar gue dengerin sampai selesai," kata Kayana sambil mengelus rambut Sadina.
Masih menangis keras, Sadina berusaha menguasai dirinya. "Gue pengin cerita, tapi malu. Gue juga takut lo serangan jantung pas dengar cerita gue!"
Kayana membawa Sadina ke dalam pelukan. "Daripada cerita lo, gue lebih serangan jantung liat lo nangis sekacau ini. Pertama kali dalam sejarah, loh ...."
"Jangan bacot dulu kenapa, sih, Kay?" Lalu menjauh dari pelukan sang sahabat.
Percakapan tak jelas seperti ini malah lebih membuat Sadina tambah bingung harus mulai dari mana. Ia sangat malu jika Kayana menertawakannya, sambil mengatakan bahwa ia sedang menjilat ludah sendiri.
"Cepat cerita, gue dengerin." Kayana membujuk.
Sadina menyeka air mata. Dering ponsel dari dalam tasnya, membuat ia harus mementingkan hal tersebut. Sadina segera mengambil benda itu, lalu melihat siapa yang sedang menelepon. Nama Satya tertera di sana.
Nampaknya, lelaki itu sudah bangun dari pingsannya.
"Kenapa Satya nelpon lo?" tanya Kayana.
Sadina melempar ponselnya ke sofa sebelah, lalu menangis lagi. "Gue nggak mau! Nggak ikhlas! Kenapa dia harus senekat itu, siiih?"
Bisa Sadina rasakan Kayana kini tengah mengelus punggungnya. "Apa, sih, maksud lo? Gue nggak ngerti, ngomong yang bener, coba."
"Kay ...," panggil Sadina, lalu memeluk Kayana, "gue nggak mau hamil anak Satya."
"Hah?"
Sadina kembali menangis histeris, ia tak kuat harus menjelaskan dari awal. Kayana pasti sekarang sedang memutar otak untuk mengerti apa yang ia katakan tadi.
Segera Sadina menyudahi pelukan tersebut, lalu menarik tasnya dari atas meja, kemudian dengan cepat melangkah ke arah pintu.
Cukup sampai di situ saja cerita dari kesialannya hari ini, dalam hati ia berdoa agar Kayana bisa paham tanpa dijelaskan lebih.
"Loh, lo mau ke mana?" tanya Kayana panik, sambil mengikuti Sadina dari belakang.
Sadina tak peduli, ia tetap berjalan cepat ke arah mobil yang dicuri dari Satya. Kabur sejauh mungkin, ia terlalu malu untuk menceritakan segalanya pada Kayana.
"Sad, Sadinaaa!" Kayana berteriak untuk menghentikannya, tetapi Sadina sudah masuk mobil, dan segera memacu mesin bergerak tersebut untuk cepat pergi dari sana.
Sekarang, harus ke mana lagi Sadina pergi?
________
03.05.2021
Ah, akhir-akhir ini lagi malas ngetik. 😑
Kalau ada yang mau beli pdf, silakan ke no.WA 082290153123. Harganya 25K yaaaa 🥰
Mau nawarin juga paket PDF nih. Jadi 50K bisa dapat dua judul, yaitu MY CEO IS MY HUSBAND dan ISTRI SETAHUN SATYA.
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Setahun Satya
RomanceSelalu mengagumi dari jauh, itulah yang selama ini Satya lakukan terhadap Sadina. Perempuan yang tak pernah kalem saat bertemu dengannya, selalu saja ada pertengkaran yang malah membuat Satya makin jatuh cinta. Sadina tak pernah menampakan kesedihan...