**
"Gue mau mandi, jangan lupa siapin baju buat gue," titah Satya tanpa melihat ke arah Sadina. Matanya kini terfokus pada
layar ponsel yang memperlihatkan beberapa gambar mobil mewah."Nih!"
Seketika Satya merasakan benda menghantam wajahnya, segera ia menoleh ke arah sang pelaku, yang kini telah memunggunginya tanpa rasa bersalah sama sekali.
"Nggak sopan banget, ngapain pake dilempar segala, sih?" kesal Satya.
Sadina melirik kesal. "Lo pikir gue pembantu lo?"
"Yang bilang lo pembantu siapa, sih? Kalau lo udah biasa nyediain pakaian buat gue, lo nggak bakal merasa jadi pembantu, karna itu tugas seorang istri. Ngerti?"
Perempuan itu malah memperlihatkan wajah sewot. "Gue mau balik ke kantor."
"Lah, ngapain?"
"Ya, kerja!"
Satu alis Satya terangkat. "Lembur? Mau gue temenin, nggak?"
Sadina menatapnya tajam. "Nggak, gue nggak butuh lo!"
"Kalau ada gue, kan, pekerjaan lo bisa berkurang." Menawarkan lagi.
"Ogah! Yang ada malah nambah, lo bisanya, kan, ngerecokin hidup gue mulu," tolak Sadina lebih ke curhat.
Satya menghela napas. Ia tak berniat menawarkan bantuan lagi pada sang istri. Padahal, Satya sudah mengisi kepalanya dengan rencana-rencana brilian untuk mencoba meluluhkan hati Sadina.
"Dari tadi liatin HP mulu, lo lagi chat-an sama cewek, ya?" Sadina menatap penuh curiga.
Tersenyum jahil. "Kalau iya, kenapa?"
Sadina menatapnya jijik. "Udah tua, langsung nikahin anak orang, jangan dikasih harapan palsu mulu."
"Lah, gue masih punya lo, gimana mau nikah lagi, bisa-bisa gue diusir sama nyokap."
"Heran gue sama hidup lo," ucap Sadina, lalu mengambil tempat untuk duduk di sebelah Satya, "lo itu udah mapan, kenapa masih bergantung sama orang tua, sih?"
Satya menghela napas. "Mau gimana lagi? Gue anak tunggal."
"Iya, sih ...." Sadina mengangguk paham, lalu mencuri pandang ke arah ponsel Satya. "Apa tuh?"
"Mobil," jawab Satya, "rencananya, gue mau hadiahin buat ulang tahun lo."
Mata Sadina seketika berbinar. "Setuju! Gue pilih sendiri." Segera merampas ponsel dari tangan Satya.
Sampai sini, Satya sadar bahwa Sadina sudah terbiasa dengan perlakuannya yang selalu menuruti segala kemauan perempuan itu.
Meskipun selalu mengeluarkan uang untuk memenuhi kesenangan Sadina, Satya sama sekali tak peduli. Ia akan membiasakan sang istri hidup mewah, hingga hari di mana nanti mereka berpisah, Sadina akan kembali sendiri padanya karena tak tahan hidup serba terbatas.
"Lo mau?" tawar Satya.
"Ya, maulah!" Sadina nampak semangat memainkan jari di atas layar, demi memilih mobil yang disuka.
Satya berdeham. "Tapi ada syaratnya."
"Apa?" Tanpa melepas pandangan dari gawai.
"Setelah pisah nanti, gue bakal ambil lagi mobilnya. Lumayan dijual, terus uangnya buat lamar anak orang lagi."
Seketika tatapan Sadina beralih padanya. "Kok, gitu?"
"Ya, gue butuh modal buat nikahin anak orang. Ya kali, gue hidup monoton tanpa berkembang biak. Kecuali, lo mau lahirin anak gue, mau pisah entar juga, gue biarin mobilnya buat lo."
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Setahun Satya
RomanceSelalu mengagumi dari jauh, itulah yang selama ini Satya lakukan terhadap Sadina. Perempuan yang tak pernah kalem saat bertemu dengannya, selalu saja ada pertengkaran yang malah membuat Satya makin jatuh cinta. Sadina tak pernah menampakan kesedihan...