34. Ngantor Lagi

6.1K 681 80
                                    

Sadina memperhatikan pantulan tubuhnya yang terbalut setelan kantor pada cermin di hadapannya. Hari ini, ia akan kembali masuk kantor.

Sejak tadi, ponselnya bergetar karena notifikasi obrolan grup antara ia, Claritta, Diandra, dan Kayana. Ketiga sahabatnya itu heboh karena Sadina akan kembali bergabung di kantor, meskipun tetap saja mereka kekurangan satu personel, yaitu Kayana yang masih mengambil cuti.

Sadina tersenyum cerah di depan cermin, karena mengingat pesan dari teman-temannya yang hari ini sangat antusias akan kehadirannya lagi di kantor. Mata Sadina turun ke leher di mana ada bekas kelakuan Satya semalam.

Ia menghela napas. Entah mengapa, ia terasa biasa saja. Tak ada penyesalan di hati Sadina karena sudah melayani Satya semalam. Bahkan, kalau boleh jujur, ia masih ingin lagi.

Ya, itu terjadi karena semalam Satya pakai pengaman, sesuai janji mereka. Seks, bukan bikin anak. Sadina menggigit bibir bawahnya.

Bimbang, di satu sisi ia sangat senang malam itu terjadi, karena tak perlu memikirkan dosa. Apalagi, tubuh atletis Satya tanpa busana sangat enak dipandang saat sedang remang-remangnya.

Namun, ia juga harus memikirkan perjanjian mereka. Pisah ranjang setelah resepsi pernikahan terlaksana.

"Din," panggil Satya dari samping, Sadina segera menoleh.

Betapa terkejutnya ia saat melihat tubuh polos tanpa tertutup apa pun. Sadina segera memalingkan wajah. Semalam, ia tak sempat melihat masa depan Satya, tetapi pagi ini barang itu terpampang jelas di depan mata. Apa Satya sengaja?

"Lo apaan, sih? Jangan telanjang di depan gue!" Sadina mengerang, sambil mengentakkan kaki.

Bayangan Satya bergerak. "Oh, maaf. Handuk gue ketinggalan."

"Makanya, jangan dilupa, dong, sebelum masuk kamar mandi."

"Tadi gue manggil lo dari pintu kamar mandi, minta diambilin, lo malah senyum-senyum sambil megang leher."

Sadina menoleh dengan tatapan tajam. "Apaan, sih! Siapa juga yang senyum-senyum?"

Satya yang memunggunginya sambil memperbaiki handuk, kini berbalik setelah selesai dengan kesibukan tadi. "Orang kelihatan jelas. Masih aja nyangkal. Leher lo kenapa?"

Sadina mencebik, lalu melangkah keluar dari tempat tersebut. Ia kemudian duduk di tempat tidur sambil mengenakan sepatu.

"Masih lama, nggak? Gue malas nyetir, mau nebeng!" pinta Sadina, dengan suara yang sedikit kasar.

"Iya, bentar. Tapi bayar, nggak gratis," sahut Satya.

Sadina menghela napas. "Duit gue di dompet tinggal lima puluh ribu. Lo nggak ngasih gue duit, sih ...!"

Satya malah terkekeh. "Ya udah, jangan bayar pake duit."

"Terus?"

Lelaki itu keluar dari walk in closet, lalu dengan santai menuju ke arahnya. Sadina seketika menutup mata, saat napas Satya terasa di kulit wajahnya. Satu kecupan mendarat di bibir.

"Gue belum ngizinin," kata Sadina mengingatkan Satya, jika lupa bahwa mereka punya batas.

Satya yang masih mengenakan kemeja lengan panjang putih dan bokser,  kini berlutut di hadapannya. Lelaki itu menatapnya dalam. Jujur, ini membuat Sadina sedikit salah tingkah.

"A-apa?" tanya Sadina.

Satya belum mengalihkan pandangan. "Ada yang beda di wajah lo."

"Hn?" Sadina menoleh ke kanan, di mana terdapat cermin kecil di rak. "Make-up gue baik-baik aja, kok."

Istri Setahun SatyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang