[41] Rahasia Devano

447 190 125
                                    

•Happy reading••••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy reading


Sekitar pukul lima sore terlihat seorang laki-laki berseragam abu-abu putih berjalan seorang diri memasuki sebuah rumah sakit. Kaki panjangnya melangkah membawa laki-laki itu menuju ke arah seorang suster yang baru saja keluar dari salah satu ruangan dokter.

Suster yang baru saja menutup pintu itu mendongak ketika laki-laki tadi berdiri tepat di depannya. "Devano?" panggil suster yang tingginya hanya 160 cm itu. Suster itu tampaknya sudah sangat akrab dengan laki-laki yang ternyata adalah Devano.

"Dokter Ibra ada di dalam?" tanya Devano.

Kepala suster bernama Gita itu mengangguk, menjawab pertanyaan Devano. "Ehm, Dev, tapi ini belum jadwal kamu bertemu Dokter Ibra. Apa ada masalah?" tanya Gita penasaran.

"Ada yang mau saya bicarakan sama Dokter Ibra," jawab Devano.

"Ah, ya. Silakan masuk. Dokter Ibra pasti senang melihat kamu datang. Saya permisi dulu," ucap Gita dengan ramah. Suster itu pun beranjak meninggalkan Devano.

Tangan kanan Devano bergerak memegang gagang pintu ruangan Dokter Ibra. "Permisi," ucap Devano setelah pintu terbuka.

Pria berkacamata yang tadinya sibuk dengan pekerjaannya itu menoleh ke arah ambang pintu. Ketika retinanya melihat wajah pucat Devano sudut bibir dokter itu terangkat sehingga mencetak seulas senyum. Benar kata Gita, Dokter Ibra tampak senang melihat kedatang Devano.

"Masuk, Dev," kata Dokter Ibra mempersilakan. Devano pun masuk ke ruang yang didominasi warna putih itu. "Duduk," kata Dokter Ibra lagi dan langsung dipatuhi Devano. Devano duduk di kursi yang berada di depan meja kerja Dokter Ibra.

"Kamu baik-baik saja, kan?" tanya Dokter Ibra sambil meneliti wajah pucat Devano. Devano hanya menjawab dengan anggukkan kepala kecil.

Tak lama Dokter Ibra bangkit dari kursinya. Pria berkacamata itu berjalan mendekati Devano. Tangan kekarnya terangkat menepuk bahu Devano dua kali. Kemudian Dokter Ibra berjalan ke arah tempat minum terletak. Dia berniat mengambilkan minum untuk Devano. Sambil menunggu Dokter Ibra, jari-jari Devano bergerak memainkan sebuah bolpoin yang terletak di atas meja kerja Dokter Ibra.

"Minum dulu," ucap Dokter Ibra dengan tangannya terulur memberikan segelas air untuk Devano. Devano menerimanya lalu meneguk air itu sedikit dan meletakkan gelasnya di atas meja.

"Apa Anda sibuk?" tanya Devano menatap banyak tumpukkan dokumen dan kertas di meja kerja dokter itu.

"Tidak," jawab Dokter Ibra. "Apa kamu butuh sesuatu, Dev?" tanyanya.

"Boleh saya lihat hasil pemeriksaan terakhir?" tanya Devano meminta izin.

Dokter Ibra kembali ke kursinya. Dia melepaskan kacamata yang sejak tadi bertengger manis di hidung mancungnya. Dokter itu menatap Devano sekilas, baru dia mengambilkan apa yang ingin Devano lihat.

"Ini." Dokter Ibra memberikan sebuah kertas kepada Devano. Tangan Devano bergerak menerimanya lalu laki-laki itu tampak diam membaca apa yang tertulis di sana.

"Kondisi kamu semakin memburuk," ucap Dokter Ibra membuat tatapan Devano terarah kepadanya. "Itu, karena kamu bandel. Kamu selalu menolak tetepon saya. Kamu selalu seenaknya meninggalkan jadwal kontrol kamu." Dokter Ibra tampak sedang memarahi remaja laki-laki yang sudah hampir tiga bulan menjadi pasiennya itu.

"Kalau operasinya dibatalkan bagaimana?" tanya Devano.

Kepala Dokter Ibra langsung menggeleng cepat. "Tidak bisa. Kamu harus tetap melakukan operasi itu."

"Saya sudah menuruti kamu untuk merahasiakan semua ini. Jadi, saya minta biarkan saya menjalankan tugas saya sebagai seorang dokter untuk berusaha menyelamatkan pasien saya," tegas Dokter Ibra tak mau Devano seenaknya seperti kemarin-kemarin.

"Kita majukan saja jadwal operasinya. Bagaimana?" tanya Dokter Ibra berusaha membuat kesepakatan. "Kamu tidak perlu khawatir. Saya akan berusaha yang terbaik untuk kamu."

"Ya, Dev?" mohon Dokter Ibra.

Devano sejak tadi diam dengan pikirannya sendiri akhirnya menganggukkan kepala. Melihat itu pun Dokter Ibra tersenyum senang.

"Kita bisa lakukan operasinya besok malam," kata Dokter Ibra.

Devano mengambil napas panjang lalu membuangnya perlahan. Dia hanya berharap operasinya akan berhasil dan dia akan baik-baik saja.

Ya, Devano sakit. Tiga bulan lalu, setelah Devano pingsan setelah bertanding basket satu lawan satu dengan Yoga, Dokter Ibra justru memberinya kabar kurang mengenakkan tentang kondisinya.

Dokter Ibra mendiagnosis Devano terkena penyakit yang bernama Hematoma subdural. Hematoma subdural kondisi ketika darah menumpuk di antara dua lapisan di otak, yaitu lapisan arachnoid dan lapisan dura atau meningeal. Lebih singkatnya, ini adalah jenis pendarahan yang terjadi di dalam tengkorak kepala tetapi di luar jaringan otak yang sebenarnya.

Otak memiliki tiga lapisan membran atau penutup (disebut meninges) yang terletak di antara tulang tengkorak dan jaringan otak yang sebenarnya. Fungsi meningen adalah untuk menutupi dan melindungi otak. Seseorang yang mengalami hematoma subdural mengalami robekan pada pembuluh darah, paling sering vena dan darah bocor keluar dari pembuluh yang robek ke ruang di bawah lapisan membran dura mater. Ruang ini disebut ruang subdural karena berada di bawah dura. Perdarahan ke dalam ruang ini disebut perdarahan subdural.

Dalam kebanyakan kasus, hematoma subdural disebabkan oleh cedera kepala yang parah. Pada kondisi ini, darah akan mengisi area otak dengan cepat. Selain cedera kepala yang parah, hematoma subdural juga bisa terjadi akibat cedera kepala yang ringan.

Sumber: https://www.halodoc.com/kesehatan/hematoma-subdural

Dokter Ibra akhirnya mendiagnosis Devano terkena Hematoma subdural setelah melakukan pemeriksaan fisik dan neurologis secara menyeluruh. Serta menanyakan tentang cedera kepala yang pernah Devano alami. Dan memang Devano pernah mengalami cidera saat Johan memukul kepala, lalu saat malam perkelahiannya dengan Geo.

Kemudian setelah meninjau gejala dan masalah medis lainnya. Dokter Ibra melakukan pemeriksaan neurlogis berupa pemeriksaan tekanan darah, tes penglihatan, tes keseimbangan dan kekuatan, serta tes refleks dan pemeriksaan memori. Dan dari tes tersebut ditemukan kemungkinan bahwa Devano terkena hematoma subdural. Untuk memastikan lagi, Dokter Ibra melakukan pemeriksaan menggunakan CT scan dan ternyata memang Devano terkena hematoma subdural.

Penyakit itu tidak dapat disepelkan, tetapi Devano memilih menyimpannya sedniri dan tidak memberitahukan kondisinya kepada siapa pun, termasuk keluarga. Bahkan Devano meminta Dokter Ibra untuk membantunya merahasikan tentang kondisinya.

Tebece!

▪▪

D E V A N O
Jan 19, 2021 at 6:42 PM [1224 words]
Yusss



ig : @storyusss_
ig : @yusssnita_
TikTok : yusssnita

Enjoy this story

ABSQUATULATE (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang