[2] Dia Kembali?

1.1K 479 19
                                    

"Memilih sendiri bukan berarti tidak mencintai siapa pun, karena bisa jadi sedang mengobati luka yang pernah hadir."

—Alibram Devano Adinata—

—Alibram Devano Adinata—

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•Happy reading•


"Alibram Devano Adinata. Sean Hendra Ardias. Nanda Bian Saputra. Dio Fares Putra Pratama. Dari mana saja anak-anak?" suara berat milik Pak Harto terdengar jelas di telinga empat laki-laki itu ketika mereka baru saja sampai di ambang pintu kelas XII IPA 2.

"Eh, Pak Harto yang paling tampan. Sehat Pak, hari ini?" tanya Dio mendekati Pak Harto. Sungguh berani sekali anak itu berbasi-basi dengan Pak Harto yang sudah memasang wajah garang dan memberikan tatapan tajam kepada mereka.

"Saya sehat, tapi sepertinya sebentar lagi saya tidak sehat, karena kalian," jawab Pak Harto menatap empat laki-laki itu bergantian. Sebenarnya malas jika harus marah-marah, apalagi hari masih pagi, namun bukan Pak Harto namanya kalau sehari saja tidak marah, karena Devano dan teman-temannya.

"Kalian tau ini jam berapa?" tanya Pak Harto.

"Bapak punya jam sendiri kok tanya kita. Jamnya mati?" jawab Dio membuat seisi kelas yang melihat dan mendengar interaksi guru dengan siswa incaran bapak-ibu guru itu menahan tawa.

"Dio!" bentak Pak Harto yang sudah mulai naik darah. Jangan heran, karena memang kesabaran Pak Harto hanya setipis tisu.

"Eits. Masih pagi, lho, Pak. Jangan marah-marah. Gak baik," kata Dio lagi dengan memasang wajah sok manis yang justru membuat kekesalan Pak Harto semakin memuncak. "Mending kita masuk, terus Bapak lanjutin ngajarnya," lanjut Dio didukung anggukan kepala oleh Sean dan Bian yang berdiri di samping Dio.

Pak Harto mengangguk-anggukan kepala. "Iya saya masuk dan saya lanjutin ngajarnya, tapi kalian berempat ke lapangan. Berdiri di depan tiang bendera, hormat di sana sampai jam pelajaran saya habis!" tegas Pak Harto tak ingin dibantah.

Namun, mana mungkin mereka langsung mau patuh. "Lah, Pak. Yang bener aja. Jam pelajaran Bapak itu tiga jam. Kita bisa gosong di sana," protes Bian.

Pak Harto tak ingin peduli, sudah risikonya, karena mereka terlambat. "Itu salah kalian, karena lagi-lagi kalian terlambat masuk kelas saya."

"Gak asik, ah," keluh Bian.

"Sudah jangan banyak bicara, ke lapangan sekarang!"

Dio menatap ketiga temannya dengan senyum mencurigakan. Sean dan Bian yang langsung mengerti maksudnya ikut tersenyum. Sementara Devano yang sejak tadi tak bersuara pun sudah mengerti. Dan akhirnya dengan semangat Sean, Bian, dan Dio mematuhui perintah Pak Harto. "Ya, Pak," ucap Sean, Bian, dan Dio bersamaan.

"Assalamu'alaikum!" pamit mereka. Pak Harto menatap heran mereka yang mendadak patuh, tapi karena dia tak mau membuang waktu mengajarnya, Pak Harto memilih segera melanjutkan pekerjaannya.

ABSQUATULATE (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang