[22] Malam Balas Dendam

409 238 24
                                    

•Happy reading••••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy reading


Devano menuruni tangga dengan buru-buru. Laki-laki itu sedang mencari keberadaan Andra, karena Devano tak menemukan sang adik di kamar dan Devano juga tidak melihat motor Andra berada di garasi.

Kegusaran Devano berhasil mencuri perhatian Fina yang tadi akan masuk ke dalam kamarnya yang berada di lantai bawah. Wanita itu berhenti di depan pintu kamar menghadang Devano. "Kamu nyari apa, Dev?" tanya Fina. Wanita itu melihat Devano tampaknya gelisah.

"Andra di mana, Ma?" tanya Devano.

"Baru aja pamit keluar. Katanya mau keluar sama Zena," jawab Fina yang tadi memang dipamiti Andra. "Tumben kamu nyariin Andra. Ada apa?" tanya wanita itu. Memang menjadi hal langka seorang Devano bertanya di mana keberadaan adiknya, karena jarang sekali atau bahkan tidak pernah Devano mencari Andra. Yah, kalau bukan, karena takut Geo berbuat macam-macam pada Zena, Devano juga tidak akan mencari adiknya itu.

Mendengar jawaban Fina, Devano mengacak rambutnya kasar. Adiknya itu benar-benar menyebalkan! —pikir Devano.

Drttt!

Ponsel di saku celana Devano bergetar, karena ada panggilan masuk. Laki-laki itu pun segera melihat siapa yang menghubunginya. Ternyata Putra.

"Dev, lo di mana?"

"Gue di rumah. Ada apa?"

"Bian sama Dio dikeroyok anak buah Ferdhi sama Geo."

Tatapan Devano menajam. Tangan laki-laki itu sudah mengepal kuat sampai urat tangannya terlihat. "Lo di mana sekarang?" tanya Devano berniat akan langsung menyusul temannya.

"Gue di Jalan Pandega."

"Gue ke sana sekarang."

Tut..tut..

Panggilan terputus setelah Devano yang mengakhir. Remaja laki-laki berkaos hitam polos itu menatap Fina yang juga menatapnya penasaran.

"Kamu mau ke mana, Dev?" tanya Fina. Fina jelas akan menahan Devano, tak akan membiarkan putra sulungnya itu pergi, meskipun Fahresa tidak ada di rumah.

Devano menatap Fina dengan tatapan memohon. "Ma, aku harus pergi. Ada hal penting. Kalau aku gak pergi pasti bakal terjadi sesuatu sama—."

"Engga, Dev. Mama gak kasih kamu ijin keluar. Mama takut kamu bakal berantem lagi. Di rumah aja, ya. Mama gak mau ngelihat kamu masuk rumah sakit kayak kemarin. Mama khawatir," nasihat Fina.

Tangan Devano bergerak menggenggam tangan Fina. "Aku gak akan kenapa-kenapa, Mama gak usah khawatir. Nanti aku langsung pulang," janji Devano. Setelah mengelus tangan Fina, Devano langsung pergi begitu saja tanpa mengindahkan panggilan wanita itu.

ABSQUATULATE (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang