[37] Pertengkaran Andra dan Zena

429 203 78
                                    

•Happy reading••••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy reading


Hari Senin itu Devano tidak berangkat ke sekolah, karena tiba-tiba saja semalam badan laki-laki itu panas dan sampai pagi panasnya belum juga turun padahal dia sudah meminum obat. Sejak pagi tubuhnya benar-benar tidak bersahabat. Badannya panas dingin, kepalanya pusing, dan tulang-tulangnya seperti melemas. Bahkan, saat Devano mencoba untuk makan perutnya selalu menolak dan dia berakhir muntah-muntah.

Devano yang sejak tadi berbaring di atas tempat tidur membuka matanya saat dia sadar ada seseorang yang masuk ke dalam kamarnya. Seseorang itu adalah Fina. Wanita berkulit putih bersih itu duduk di tepi tempat tidur Devano, tangannya terulur menyentuh kening putra sulungnya.

"Badan kamu masih panas, Dev. Kita ke rumah sakit aja, ya?" bujuk Fina khawatir, karena panas Devano belum juga turun.

Devano bergerak mengubah posisinya menjadi duduk bersandar pada kepala tempat tdiur. "Gak usah, Ma. Nanti juga sembuh," tolak Devano.

"Kamu dari pagi bilang gitu, tapi ini panasnya belum juga turun. Mama khawatir."

"Aku gak pa-pa, Ma. Ini tadi, kan, udah minum obat lagi, tunggu dulu aja, nanti juga turun."

Tangan Fina kembali beregrak mengusap lembut kepala Devano, membuat devano memejamkan matanya beberapa detik, meraskaan kehangatan dari usapan Fina.

"Ma?" panggil Devano.

"Iya, ada apa, Dev? Kamu mau apa?" tanya Fina lembut.

"Mama capek, ya, sama aku?" tanya Devano menatap Mamanya yang masih terlihat cantik, meskipun sudah tampak ada kerutan di wajah wanita itu.

Tangan Fina yang tadi mengusap lembut kepala Devano beralih menggenggam tangan Devano. "Kamu tanya apa, sih? Mama itu sayang banget sama kamu. Engga Cuma Mama, Papa, sama Andra juga sayang sama kamu."

"Tapi aku udah sering buat kalian kecewa."

"Sampai sekarang aku masih belum bisa berubah jadi kayak apa yang Papa sama Mama mau. Makanya aku tanya, Mama capek, ya, sama aku?"

Kepala Fina menggeleng. "Papa sama Mama gak akan pernah capek, karena kita yakin kamu pasti bisa berubah jadi yang lebih baik," kata Fina.

"Tapi aku yang capek, Ma." Devano yang tadinya menatap Fina kini mengalihkan pandangannya ke arah lain. "Aku gak tahu, apa aku bisa berubah jadi kayak apa yang kalian mau atau engga,"

Telunjuk Fina terangkat menyentuh dada Devano. Bermaksud menyentuh hati putranya. "Kalau kamu mulai semuanya dari sini, pasti itu akan lebih mudah, karena selalu ada jalan buat mereka yang mau berusaha."

"Kalau nanti aku gak bisa jadi kayak apa yang Papa sama Mama mau, apa kalian masih sayang sama aku?"

"Orang tua itu pasti akan tetep sayang sama anaknya."

ABSQUATULATE (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang