"Ternyata takdir bilang kamu memang bukan untuk aku."
—Alibram Devano Adinata—
•Happy reading•
•
•
•Pukul tujuh kurang lima menit Devano terlihat sudah sampai di halaman rumah Zena. Laki-laki itu turun dari motornya kemudian mengetuk pintu. Tak lama menunggu pintu terbuka dan Zena yang langsung menyambutnya dengan senyum manis yang tak pernah berubah. Devano pun juga tersenyum untuk membalas.
"Ayo, Dev," ajak Zena.
"Lo di rumah sendiri?" tanya Devano yang tak melihat ada mobil di rumah itu.
"Iya. Tadi Papa sama Mama pergi ke acara temennya," jawab Zena.
Setelah berbasa-basi mereka mendekat ke motor Devano, di samping motor itu Zena diam menatap helm yang Devano bawa. Devano sadar lalu sambil melepaskan helm yang dia bawa dari bagian belakang motornya Devano berkata. "Helmnya masih gue simpen," kata Devano.
Zena sedikit terpaku, tak menyangka bahwa ternyata Devano masih menyimpan helm yang dulu selalu dia pakai saat mereka masih menjadi sepasang kekasih. Zena pikir Devano sudah membuangnya.
"Pakai," kata Devano memberikan helm berwarna biru muda itu kepada Zena. Zena menerimanya lalu memakainya. Kemudian Zena naik dan motor Devano melesat pergi dari halaman rumah keluarga Zatama.
Belum jauh dari rumah, Zena bertanya. "Kita mau ke mana, Dev?"
"Ke kafe yang deket daerah rumahnya Sean gimana?"
"Boleh," jawab Zena setuju.
Setelah itu tak ada lagi pembicaraan di antara mereka. Keduanya memilih diam menikmati angin malam menuju ke kafe yang Devano maksud. Dan setelah beberapa menit akhirnya mereka sampai.
Zena turun setelah motor Devano terparkir. Entah kenapa ketika akan melepaskan helm yang dia pakai tiba-tiba Zena kesulitan untuk melepaskan helm itu. Sibuknya Zena berusaha melepaskan kaitan helm berhasil mencuri perhatian Devano. Tak banyak bicara Devano langsung membantu gadis itu dan kaitan helm yang Zena pakai berhasil terlepas.
"Makasih, Dev," ucap Zena dibalas anggukan sekali oleh Devano
"Ayo, masuk," ajak Devano setelah dia juga melepaskan helm.
Mereka masuk dan langsung memesan kemudian mencari meja yang kosong. Dua remaja itu duduk di meja yang berada di sudut kafe, karena kebetulan malam itu kafe lumayan ramai.
"Kamu mau lanjut ke mana, Dev?" tanya Zena membuka pembicaraan.
"Ngikut pilihannya Papa. Sekarang gue mau nurut apa kata Papa, karena gue tahu apa yang dia pilih buat gue pasti yang terbaik," jawab Devano berhasil membuat Zena tersenyum mendengarnya. "Kalau lo mau lanjut ke mana?" tanya Devano balik.
KAMU SEDANG MEMBACA
ABSQUATULATE (TERBIT)
TienerfictieCopyright©Yusnita Anggraeni, 2021 Desain sampul by: Javasun Aden Ancasiku LovRinz Publishing Cetakan 1, Desember 2021 Hak cipta dilindungi undang-undang Start: Nov 9, 2020 at 5:19 PM Finish : April 17, 2021 at 6:36 PM [PART MASIH LENGKAP, TAPI MA...