[45] Janji Devano

591 187 82
                                    

•Happy reading••••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•Happy reading•


Usapan lembut yang Zena lakukan pada tangan seseorang di depannya itu berhasil membuat seseorang yang tadinya memejamkan mata terbangun. "Dev?" panggil Zena tampak tersenyum senang.

Devano menatap sekeliling. Mencoba mengumpulkan kesadarannya secara penuh. "Gue masih hidup?" tanya Devano.

Zena menatap tak percaya mendengar pertanyaan Devano. "Kok kamu ngomongnya gitu, sih?" Devano ingin bergerak, tetapi tubuhnya terasa lemas dan kepalanya sedikit pusing. "Aku panggilin Dokter Ibra dulu. Bentar, ya," gadis itu berjalan ke luar meninggalkan Devano.

Tangan Devano bergerak memegang kepalanya yang dibalut perban. Laki-laki itu tampak heran, karena dia selamat. Devano pikir semalam adalah akhir dari semuanya mengingat bagaimana sakit kepala yang dia rasa.

Masih tak percaya dengan apa yang terjadi tak lama Zena sudah kembali bersama Dokter Ibra membuat Devano menatap keduanya. "Halo, Dev," sapa Dokter Ibra. "Gimana keadaan kamu?"

"Agak pusing dikit," jawab Devano yang kemudian membuat Dokter Ibra memeriksa Devano.

"Iya, karena kamu habis dioperasi. Saya minta kamu harus bener-bener istirahat dengan total supaya kamu cepat pulih," jelas Dokter Ibra.

"Tapi Devano beneran udah baik-baik aja, kan, Dok?" tanya Zena memastikan.

Dokter Ibra menoleh menatap Zena di sisi kanannya. "Iya. Tapi saya juga masih harus memantau dan memeriksa kondisi Devano supaya kita bisa pastikan kalau Devano sudah sembuh." Penjelasan Dokter Ibra mendapatkan anggukan mengerti dari Zena. "Saya tinggal, ya, kalau ada apa-apa panggil saya," pamit Dokter berkacamata itu.

"Iya, Dok. Terima kasih," jawab Zena. Dokter Ibra pun keluar meninggalkan Zena dan Devano.

Zena masih berdiri di posisinya menatap Devano yang masih berbaring. "Aku susul Andra di kantin dulu, ya. Dia pasti seneng tahu kamu udah sadar."

Devano terdiam sebentar lalu sebelum Zena pergi dia bersuara. "Emang Andra mau ketemu sama gue?" tanya Devano mengingat apa yang sudah terjadi dengan dia dan Andra semalam.

"Mau, lah. Kamu tunggu bentar." Tak lagi mendengarkan Devano, gadis itu langsung keluar kembali meninggalkan Devano.

Tak lama menunggu pintu ruang inapnya terbuka membuat Kepala Devano langsung menoleh, didapati Zena dan Andra di sana. Andra mengulas senyum kemudian berjalan mendekati Devano yang masih berbaring.

Melihat Andra menatapnya, Devano kembali teringat dengan tatapan penuh kekecewaan Andra padanya semalam. Devano yang tadinya berbaring mencoba bangun, laki-laki itu tampak kesusahan dan Andra yang melihatnya langsung membantu Devano. "Ndra, gue min—."

"Gak usah minta maaf. Lo gak salah," potong Andra tak membiarkan Devano melanjutkan ucapannya. "Gue udah tahu semuanya. Jadi, gue yang minta maaf," jujur Andra.

Devano sudah tak bisa lagi mengelak dan berusaha menutupi masa lalunya dengan Zena, karena tampaknya Andra memang sudah benar-benar tahu yang sebenarnya. "Gue gak ada niat buat bohongin lo," kata Devano mencoba memberi penjelasan.

Andra mengangguk percaya dengan apa yang dikatakan Kakaknya. "Iya. Gue ngerti."

"Lo beneran gak marah sama gue, kan?" tanya Devano memastikan. Devano terlihat benar-benar takut Andra akan marah bahkan sampai membenci dirinya.

"Siapa bilang? Gue marah sama lo," jawab Andra yang berhasil membuat raut wajah Devano langsung berubah menjadi sedih.

Kepala Devano menunduk. "Iya, lo emang berhak marah."

Andra menatap Kakaknya yang tak lagi menatapnya. "Gue marah bukan soal itu," tutur Andra membuat kening Devano menggelombang bingung.

Tatapan Devano kembali terangkat. "Terus?"

"Gue marah, karena lo gak cerita ke siapapun kalau lo sakit. Lo anggep kita apa?" Andra memang marah akan hal itu. Devano berhasil membuat semuanya merasa tak berguna, karena Devano lebih memilih menyembunyikan hal sebesar itu dari mereka dan menyimpannya sendiri. "Lo pikir lo keren, ha? Engga!" marah Andra.

Apa yang diucapkan Andra justru membuat sudut bibir Devano tertarik ke atas membuat wajah mulusnya dihiasi senyum tipis. "Iya, gue minta maaf."

"Untung gue mukulnya gak keras banget."

"Oh, itu gak keras? Perasaan sakit banget."

"Emang iya? Padahal itu masih belum full tenaga," balas Andra mencari pembelaan.

Zena yang sejak tadi memperhatikan keduanya dibuat tersenyum dengan interaksi mereka. "Kalau akur gitu, kan, enak dilihatnya," celetuk Zena.

"Gue maunya juga akur, Na. Tapi ini orang satu bawaannya kalau sama gue emosian," kata Andra sengaja menyindir Devano.

"Soalnya lo banyak ngomong," sahut Devano mencari pembelaan.

Telunjuk Andra terangkat menunjuk Devano dengan tatapan terarah pada Zena. "Nah, itu, kayak gitu," adu Andra seperti anak kecil yang kemudian membuat Zena terkekeh melihatnya.

•••

Sekitar pukul sebelas malam Devano terbangun, karena kerongkongannya terasa kering. Devano bangun dari posisi tidurnya dengan tangan yang masih tertancap infus dia mengambil air putih di atas nakas samping tempat tidurnya. Air putih mengalir dengan sempurna melewati kerongkongan Devano menghilangkan haus yang tiba-tiba melanda malam itu. Setelah lega Devano menaruh kembali segelas air putih itu di atas nakas.

Dia sudah berniat akan langsung kembali tidur, tetapi matanya tak sengaja menangkap tiga orang yang sedang tidur di sofa ruang ranap inapnya. Ada Fahresa yang tertidur di paling pojok sofa dan ada Fina di samping Fahresa dengan Andra yang tertidur di paha Fina. Devano menatap mereka dalam diam. Suasana sunyi ruang ranap inapnya pun membuat diam Devano semakin lama. Tampak ada banyak hal yang laki-laki itu pikirkan ketika menatap mereka.

Devano rasa sudah cukup dia membuat semua orang khawatir terlebih Fina, Mamanya. Kini saatnya dia menghilangkan Devano yang dulu dan harus benar-benar mencoba untuk menjadi Devano yang orang tuanya harapkan. Dia pikir Tuhan sudah sangat baik dengan tetap memberinya kesempatan hidup setiap kali dia berada di ujung jurang.

Devano tak yakin Tuhan akan kembali memberinya kesempatan setelah ini, sehingga Devano tak akan menyia-nyiakan kesempatan yang sekarang. Dia harus memulai hidupnya dengan Devano yang lebih baik.

Masih menatap Papa, Mama, dan Adiknya, Devano berjanji dalam hati. "Pa, aku akan berusaha jadi anak yang baik. Ma, aku gak akan buat Mama khawatir lagi. Dan, Ndra, gue akan terus berusaha jadi Kakak yang baik buat lo. Aku akan buat kalian bangga punya aku."

Tebece!

▪▪

D E V A N O
Jan 29, 2021 at 6:21 PM [1945 words]
Yusss—



ig : @storyusss_
ig : @yusssnita_
TikTok : yusssnita

Enjoy this story✨

ABSQUATULATE (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang