Jungkook POV_
Malam yang panjang, aku berada di kamarku sendiri. Rumah ini megah namun teramat sepi. Aku beranjak, menyibak gorden, menggeser pintu kaca besar yang tersambung langsung dengan balkon, mengambil sebatang rokok yang sudah siap aku hisap, ah jika dipikir cantik sekali melihat kepulan asap yang mulai keluar dari mulutku, membentuknya dengan bulatan-bulatan kecil, aku terkekeh sinis.
Satu botol wine sudah tersedia di atas meja tidak lupa dengan gelas yang begitu cantik, suara tuangan wine dan juga warnanya yang memikat membuat tenggorokanku terasa kering, tidak sabar meminumnya.
Satu tegakan aku terima, sembari memandang jauh di area lapangan golf besar. Tempat memuakkan bagiku yang sayangnya ada di rumah ini. Udara malam semakin membuat tubuhku dingin, aku mengetatkan piyama tidur. Menelisik kembali beberapa jam yang lalu. Betapa hal itu tidak bisa aku terima, namun masih tetap bersikap biasa saja.
Dia membohongiku.
Satu hal yang sangat tidak aku senangi adalah kebohongan. Sekecil apapun kebohongan tetaplah kebohongan, dan sejujurnya aku sulit menolerir semua hal yang berkaitan dengan kebohongan.
Aku menatap ponselku yang belum sempat aku periksa. Dengan segala usaha, aku mencoba membuang egoku. Menghidupkan kembali ponsel, menunggu ponsel bekerja dengan normal. Tak berselang lama beberapa notifikasi aku dapatkan, dua pesan dari Bambam, satu dari Ayahku, beberapa pesan dari Ibu yang sejak tadi pagi menanyakan bagaimana hari pertamaku di kantor, beberapa spam pesan yang tidak pernah aku buka dan aku balas karena berasal dari nomor yang tidak aku kenal.
Helaan nafas keluar dari mulutku. Sebenarnya apa yang aku harapkan? Satu notif dari dirinya saja tidak aku dapatkan. Rahangku mengeras, membanting gelas, meninggalkan ponselku di luar dan pergi melesat ke dalam untuk kembali tidur.
Baru saja akan memejamkan mata, tapi rasanya aku tidak tenang. Jadi kuputuskan mengambil jaket kulitku dan melesat pergi dengan sepeda motor kesayanganku yang akhir-akhir ini jarang kupakai.
"Sial!"
🌻🌻
Lalisa menggigiti kuku jari-jarinya yang lentik, ia masih menyentuh ponselnya. Berharap ada satu notif datang yang ia tunggu-tunggu sejak beberapa jam yang lalu. Matanya lelah, tapi ia benar-benar gelisah. Ingin mencoba mengirim pesan lebih dahulu, tapi ia tidak cukup berani melakukannya.
Ada satu kesalahpahaman yang mungkin akan sulit Lalisa jelaskan padanya. Pada prianya, pria yang sudah begitu baik dan menyandangnya sebagai kekasihnya.
"Jungkook." Lirih Lalisa sembari menengadahkan dirinya memandang langit-langit kamar.
Mengingat bagaimana ekspresi Jungkook saat melihatnya berada di restoran mall beberapa jam yang lalu sukses membuat ia kecewa akan dirinya sendiri. Lalisa tahu, jika mungkin saja Jungkook kecewa karena merasa ia berbohong. Lalisa memang seperti tujuan awalnya, pergi untuk membeli hadiah Ayahnya. Namun yang ia sesali adalah mengapa Jungkook harus melihatnya bersama dengan Wills.
Lalisa mendecak, jika bukan karena Wills yang datang menjemputnya dan memintanya untuk menemani dirinya ia jauh akan lebih bersyukur.
Meskipun Wills adalah sahabatnya, namun Lalisa tahu jika Jungkook sepertinya tidak menyukainya. Lalisa tidak bisa pergi menjauhi Wills, tapi dia juga tidak ingin jika Jungkook marah. Apa mungkin jika Jungkook semarah ini padanya.
"Ck. Kenapa aku begitu kepikiran, kami kan berteman." Decaknya sembari menghela nafas kasar. Dia berbalik, mencoba memejamkan matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay With Me ✔
RomanceDon't go anywhere, kau harus disini dan kau hanya boleh menjadi milikku.