Apa lagi yang harus disiapkan ya? Dari materi mata pelajaran dan sedikit teori pendidikan sudah disiapkan. Tinggal satu yang belum menurut saya, apa itu? Mental, iya mental cukup penting dalam menghadapi situasi di dalam kelas.
Hasil konsultasi dengan kawan yang sudah lama menjadi guru pun mengatakan hal yang sama. Mental itu penting! Dalam arti, menguasai kelas. Harus siap menghadapi murid yang masih remaja atau usia SMP. Mereka masih tergolong anak kecil yang beranjak remaja. Masih polos dan terkadang berperilaku kekanak-kanakan.
Guru harus terbiasa menghadapi karakter murid yang heterogen. Tidak bisa kita sama ratakan satu sama lain. Demikian kawan memberi pansangan kepada saya. Guru harus bisa menguasai emosi jika sedang mengajar mereka, tambahnya.
Senin pagi, saya bersiap berangkat ke sekolah. Sesuai janji hari ini pukul delapan pagi, saya harus sudah sampai di sana. Saya bergegas menggunakan angkot agar tak sampai telat. Alhamdulillah perjalanan lancar hingga tak sampai satu jam tiba di sekolah.
Saya langsung menuju kantor. Rupanya masih satu ruang dengan TU atau tata usaha. Saya ketuk pintu dan mengucap salam.
"Assalamu'alaikum, maaf bu saya mau bertemu dengan Kepala Madrasah ada?" Saya bertanya dengan seorang ibu di ruang itu.
"Wa'alaikum salam, Kepala Madrasah ada, keperluannya apa ya?" kata ibu tadi. "Saya sudah janji dengan beliau untuk mengajar di sini," saya menerangkan maksud padanya. "Oh iya silakan duduk, nanti saya panggilkan, beliau sedang berada di kelas," jawabnya.
Tak lama menunggu Kepala Madrasah datang dan kami berbincang di ruang itu. "Bagaimana bisa langsung mengajar hari ini kan? tanya beliau. "Baik Pak bisa," jawab saya menyanggupi. Mau tak mau harus siap dan mau memenuhi permintaan beliau.
Sebelum mengajar beliau mengajak keliling madrasah dan masuk ke kelas-kelas. Beliau mengenalkan sebagai guru TIK yang baru menggantikan yang sebelumnya. Selesai itu, saya dikenalkan oleh guru-guru dan ibu tadi yang ternyata tenaga tata usaha.
Setelah dikenalkan dengan murid dan guru, Kepala Madrasah memberikan jadwal mengajar. Hari senin ini, saya ada jam mengajar sebanyak enam jam di tiga kelas.
Kelas 7, 8, dan 9, masing-masing dua jam pelajaran. Itu artinya saya mengajar enam jam dalam sepekan pada satu mata pelajaran. Demikian Kepala Madrasah menjelaskan. Saya menganggukkan kepala tanda mengerti. Tidak mengapa, ini baru permulaan, semoga berikutnya dapat bertambah lagi.
Setelah menjelaskan jadwal, beliau memberikan tiga buku pelajaran TIK kelas 7,8, dan 9 sebagai pegangan mengajar. Saya ambil buku itu kemudian mempelajarinya. Setelah mambaca sedikit, setidaknya ada bayangan apa yang harus diberikan di kelas nanti.
"Hari ini mengajar setelah jam istirahat saja Pak, di kelas 8 dan 9. Kelas 7 tadi sudah di jam pertama," kata beliau. "Baik Pak, terima kasih." Ada keringan tidak mengajar pada jam pertama dari beliau karena baru hari pertama.
Tak lama kemudian bel berbunyi tanda jam istirahat. Saya lihat jam tangan menunjukkan pukul sembilan lewat 40 menit. Tidak terasa, cukup lama kami berbincang sampai menghabiskan beberapa jam.
Tibalah waktunya istirahat. Kepala Madrasah pamit pulang ke rumah yang berdekatan dengan sekolah. Datanglah beberapa guru yang baru keluar dari kelas. Beberapa guru yang sudah saya kenal sebelumnya. Kami saling sapa kembali dan bercakap-cakap.
Kami lebih banyak berbincang tentang mata pelajaran yang diampu oleh setiap guru dan kondisi murid. Saya bertanya seputar suka-duka selama mengajar. Sesekali kami berkelakar.
Dua puluh menit berbincang dengan mereka bel masuk berbunyi. Kami pun bersiap masuk kelas masing-masing. Kami bergantian melihat jadwal pelajaran di dinding ruang guru. Saya pun bersiap mengajar kelas 8.
Jujur, dada ini berdebar kencang saat hendak masuk kelas. Keringat dingin tak terasa keluar dari sela-sela kulit. Dulu memang sering menjadi pemateri di hadapan anak-anak sekolah tapi sudah lama sekali. Saya merasa ada perbedaan yang signifikan. Seperti ada yang beda, apa ya? Saya bertanya pada diri sendiri. Ini sekolah, lembaga formal. Sepetinya hal itu yang membuat ada perbedaan.
Saya pelankan langkah kaki mengatur dan menarik nafas dalam-dalam. Bismillah, berdoa dulu agar lancar terkendali. "Assalamu'alaikum," saya memberi salam. "Wa'alaikum salam Pak," jawab anak-anak serentak bagaikan paduan suara.
"Siang anak-anak, seperti yang telah dikatakan oleh Kepala Madrasah tadi pagi bahwa saya yang mengajar TIK ya," saya mengawali.
"Selamat mengajar Pak," celetuk salah seorang siswa menimpali. Saya senang mendengar ucapanya yang mencairkan suasana kelas. Ada perasaan lega dalam diri ini akhirnya. Dalam hati, saya berterima kasih padanya karena telah membuat rasa grogi hilang perlahan.
Saya ambil buku absen dan memeriksa kehadiran siswa hari ini. Alhamdulillah hadir semua. Saya memperkenalkan diri kembali kepada mereka. Sehubungan hari pertama mengajar, saya ingin mengenal mereka lebih dekat, minimal nama dan wajahnya. Jadi lebih banyak bincang-bincang agar lebih dekat.
Pada sisa waktu yang ada, kami sedikit membahas materi terakhir yang telah disampaikan oleh guru sebelumnya yakni perangkat lunak pengolah kata.
Dua jam pelajaran di kelas delapan akhirnya berakhir seiring dengan bel berdering. Saya langsung menuju kelas sembilan. Hampir sama dengan sebelumnya, kondisi di kelas ini juga cukup cair. Kegiatan pembelajaran pun hampir sama, yakni sesi perkenalan saja.
Jujur saja, ada pikiran agar kelas ini cepat selesai. Menunggu kapan bel berdering tanda berakhirnya kelas. Maklum, debut ini cukup menegangkan. Pengalaman pertama yang berkesan. Pekan depan harus lebih siap lagi.
Usai di kelas sembilan, saya kembali ke ruang guru bersama yang lain. Ada sedikit waktu beristirahat sebelum datangnya waktu salat zuhur. Kami kembali berdiskusi seputar pembelajaran hari ini. Saya bercerita pengalaman pertama mengajar tadi.
Kami saling berbagi pengalaman saat pertama kali mengajar. Hampir semua mengalami hal yang sama. Dapat disimpulkan bahwa mengajar bukanlah pekerjaan yang mudah, sepele, dan asal. Mengajar harus terencana dan terstruktur.
Ini merupakan wawasan bagi saya sebagai orang baru. Hal baru yang perlu menjadi pegangan dalam meniti karier sebagai guru. Ada kebanggaan pada diri menjadi bagian dunia pendidikan.
Asyik berbincang, suara azan zuhur berkumandang. Segera kami menuju masjid yang berada dekat dengan sekolah. Setelah itu kami bersiap untuk pulang.
Hari ini merupakan pertama saya mengajar dan sah sebagai guru. Pendatang baru yang masih banyak belajar lagi. Saya pun bertekad mengembangkan diri sebagai pendidik. Berkontribusi mencerdaskan generasi penerus bangsa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Guru di Antara Putih Biru
Non-FictionKumpulan tulisan seputar sekolah, guru, dan proses belajar mengajar