"Hasna!" teriakku cepat saat kulihat tubuhnya melemas, matanya menyipit dan tak lama kemudian tertutup.
Aku panik, dan dengan cepat menangkap Hasna agar tidak terjatuh. Menahannya hingga membiarkan tubuhnya kini berada dalam pangkuanku.
Rasanya aku benar-benar tidak karuan. Lututku terasa lemas melihat Hasna yang kini malah terbaring pingsan.
"Hasna!" panggilku. Mengabaikan gemetar yang melanda seluruh tubuhku.
Kutepuk pelan pipinya. Kuusap lembut bekas tangisnya. Menghapus semua jejak air mata yang tadi mengucur deras membasahi wajahnya.
"Hasna, buka matamu. Bangun, Dek!" panggilku lagi berharap dia mendengarku hingga kembali membuka matanya.
"Ya Allah ... kamu kenapa, Nduk? Astagfirullah, Hasna, sayang, bangun nak ...." panik Bude yang terkejut melihat keponakannya tak sadarkan diri.
"Dek, bangun, Dek. Ayo bangun, buka matamu!" ucapku terus menerus mencoba menyadarkannya yang masih saja tak bangun.
Akan tetapi, Hasna masih tetap pingsan dan belum ingin melihatku yang terlihat begitu ketakutan.
"Nduk ... ya Allah, gustiii ... sadar, Nduk, sadar. Kamu tidak boleh gini. Kamu harus kuat. Ada bude di sini, ada bude yang akan terus bela kamu, Nduk!" ucap Bude kembali yang masih terus berusaha menyadarkan Hasna.
Ya Tuhan, mengapa jadi seperti ini? Apa yang sudah aku lakukan?
Tanpa sadar bulir bening jatuh membasahi pipi. Aku merasa bersalah. Semua ini gara-gara aku. Hasna, Hasna pingsan gara-gara ulahku!
“Nduk, bangun sayang. Eling, Nduk, eling. Buka matamu. Kamu harus kuat, ada bude di sini. Ada bude yang jagain kamu, lindungin kamu." ucap Bude yang masih belum menyerah untuk membangunkan Hasna.
Hanya saja, yang terjadi masih tetap sama. Hasna masih pingsan dan belum ingin membuka matanya.
"Aku tahu, aku salah. Tolong bangun, Dek, buka matamu. Sungguh, aku tidak bermaksud melakukan ini. Aku khilaf. Aku benar-benar khilaf!" lirihku seraya mengusap pelan wajahnya yang kini terlihat pucat pasi. Aku menyesal, aku benar-benar menyesal karena telah membuatnya jadi seperti ini. Bahkan, aku tidak pernah menyangka jika aku benar-benar telah melakukannya.
Hingga beberapa detik berlalu dengan tak sabar aku hendak berdiri bersama Hasna yang berada dalam gendonganku. Aku tidak bisa tinggal diam. Aku harus melakukan sesuatu. Ya, aku harus melakukan sesuatu agar dia cepat bangun.
“Aku akan membawanya ke dokter!” ucapku dengan tiba-tiba. Mengatakan pada Bude yang terisak melihat keponakan tersayangnya. Sejenak, Bude bergeming. Ia memandangku seakan tengah mengulitiku.
“Apa yang kamu lakukan?!” desis Bude padaku setelah melihatku bangun dengan membawa serta Hasna. Kilat matanya memerah dan nampak sekali tak setuju.
“Aku akan membawanya ke dokter. Hasna pingsan, dia butuh dokter agar cepat sadar!” kataku membalas ucapannya.
Akan tetapi, Bude masih nampak tak suka dan dengan cepat berdiri mendekat padaku. Menamparku. Membuat wajahku terhuyung dengan begitu kencangnya.
“Laki-laki berengsek! Laki-laki tidak tahu malu!” makinya dengan menggebu.
“Untuk apa? Untuk apa, Fariz? Apa pedulimu???” sembur Bude dengan nafsu. Meluapkannya tepat di depanku.
“Kamu yang sudah buat dia pingsan seperti ini. Kamu yang sudah buat dia hancur seperti tadi. Untuk apa? Kamu ingin dia segera sadar? Kamu ingin dia kembali melihatmu hingga kembali merasakan sakit lagi?!” lanjutnya dengan nada tinggi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menjadi Madu Untuk Ipar (On Going)
RomancePoligami? Ya, poligami, sebuah kisah poligami yang memang tidak semua orang sanggup menerima dan melakukannya. Tentunya, karena apa yang dijalaninya tidak semudah mengucapkan namanya. Tiga tokoh dalam cerita ini juga memiliki karakter yang berbeda...