"Aku sudah mendapatkannya, dan aku yakin dia adalah orangnya." sayup-sayup aku mendengar suara berisik seseorang. Entah siapa, aku tidak tahu, karena kepalaku terasa begitu berat. Bahkan, untuk sekadar membuka mata saja terasa begitu sulit.
"Tenang saja, percayakan semuanya padaku. Kau tahu, aku sudah sangat-sangat ahli dalam hal kecil seperti ini," lagi, suara itu kembali menginterupsi pendengaranku. Suara yang terdengar asing dan sama sekali tidak ku kenal.
"Hahaha ... bagus, kau harus percaya dengan kemampuanku. Bukankah, selama ini aku tidak pernah mengecewakanmu? Aku berani bertaruh, jika kau melihatnya maka aku yakin sekali kalau kau akan puas dengan apa yang kau lihat nanti,"
Penasaran. Setelah berusaha begitu keras akhirnya dengan samar netraku bisa melihat siluet orang yang tengah memunggungiku. Tubuh tinggi tegap yang dibalut dengan jaket kulit hitam itu begitu khusyu berbicara dengan gawai yang dia tempelkan di telinganya.
Siapa dia?
Dahiku mengkerut mengamati sosok yang berada beberapa meter dariku. Lebih tepatnya dia yang berdiri di dekat jendela sana. Membelakangiku.
Bang Fariz? Apa itu Bang Fariz?
Entah mengapa tiba-tiba saja hanya nama Bang Fariz yang ku ingat. Nama yang beberapa waktu lalu membuat hatiku menghangat.
Akan tetapi, mengapa tadi suaranya begitu asing? Bukankah, aku sudah sangat hafal dengan suara Bang Fariz?
Ragu, dengan perlahan kini kepalaku bergerak memindai apa saja yang berada di sekelilingku. Ruangan bercat putih yang tidak terlalu besar namun terlihat cukup luas ini membuatku mengernyit bingung, juga satu sofa besar yang bertengger disalah satu sudut membuatku mengingat begitu keras.
Dimana aku? Tempat apa ini? Karena rasa-rasanya aku belum pernah melihat tempat dan ruangan seperti ini. Bahkan, seingatku rumah baru pemberian Bang Fariz pun tidaklah seperti ini.
Untuk sesaat kembali aku menajamkan fokus mataku melihat orang yang masih berada di tempatnya semula, tidak bergerak dan masih tetap khusyu berbicara dengan gawai yang digenggam tangannya.
"Ya, siapkan saja semuanya. Aku pastikan semua keturunannya tidak akan ada yang bisa bebas. Aku mendukungmu untuk segalanya," ucapnya kembali yang akhirnya membuatku berpikir.
Apa yang tengah dibahas Bang Fariz? Keturunan? Tidak bisa bebas? Apa maksud dari kata itu?
Rasa pusing mulai menderaku sekarang, dan tiba-tiba saja sekelebat bayangan semalam melintas di pikiranku. Orang itu? Laki-laki itu?
Aku menggeleng perlahan. Menolak untuk membenarkan ingatanku semalam.
Tidak. Ini tidak mungkin!
Keringat dingin langsung membanjiri tubuhku. Ketakutan pun semakin menguasaiku. Aku ingat. Ya, aku ingat jika semalam ada orang yang berusaha ingin mencelakaiku. Orang yang datang ke rumahku tanpa kutahu siapa dia.
Lalu, siapa sebenarnya dia? Dan, dan dimana aku sekarang?
Dengan gemetar tubuhku beringsut dari posisi tidur. Aku ingin pergi. Aku ingin pergi dari sini. Dia bukan Bang Fariz, dia bukan Bang Fariz—suamiku.
Dengan rasa takut yang berlebih aku berusaha berpikir untuk mencari celah agar bisa pergi dari tempat ini. Dia bukan Bang Fariz, dan aku ... aku tidak bisa berada di tempat yang sama dengan orang yang tidak ku kenal.
Mencoba hati-hati kini aku mulai menggerakan mundur tubuhku, lalu bergeser ke samping mendekati bibir ranjang untuk memudahkanku turun. Aku tidak bisa terus berdiam diri. Aku harus pergi. Aku harus segera pergi dari sini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menjadi Madu Untuk Ipar (On Going)
RomancePoligami? Ya, poligami, sebuah kisah poligami yang memang tidak semua orang sanggup menerima dan melakukannya. Tentunya, karena apa yang dijalaninya tidak semudah mengucapkan namanya. Tiga tokoh dalam cerita ini juga memiliki karakter yang berbeda...