“Aku tidak akan membiarkanmu sendiri. Tenanglah. Ada aku. Ada aku yang akan berada disisimu. Menggantikan Fahmi untuk dirimu.” ucapku pada Farah untuk menenangkannya. Aku tidak tahu apalagi yang harus kukatakan padanya.
Namun, Farah menggeleng. Dia berhenti menangis dan lekat menatapku.
Matanya, wajahnya, jelas sekali dia tengah terluka. Apa semalaman kemarin dia terus menangis seperti ini? Apa dia menangis karena tidak rela berjauhan denganku?
Tidak! Bukan! Dia terluka bukan karena tidak rela berjauhan denganku. Tapi, tapi dia terluka karena dia merasa akan sendiri lagi setelah sebelumnya Fahmi meninggalkannya. Ya, dia takut hidup sendiri tanpa ada orang yang mau menemaninya.
“Jangan menangis. Kumohon, jangan pernah menangis lagi.” lanjutku lagi sembari kuusap bagian matanya yang sembab karena air mata yang terus membasahinya.
“Bang Fariz,-”
“Ya, ada aku Farah. Ada aku yang akan menemani kamu. Kamu tidak sendiri. Kita masih bersama, dan aku tidak akan menjauh darimu.” kataku memotong kalimatnya. Namun tetap, Farah masih tetap menggelengkan kepalanya. Dia menjauhkan tanganku dari wajahnya.
“Tidak. Bang Fariz tidak boleh melakukan itu. Biar aku yang pergi. Aku, aku tak mau Mba Hasna kecewa. Aku tak mau Mba Hasna terluka dan menangis karena aku. Aku,-”
“Please... hentikan. Jangan katakan itu. Kamu istriku, dan kamu adalah tanggung jawabku. Tidak akan ada yang pergi atau menjauh. Kamu, Hasna, dan aku. Kita tidak akan pernah menjauh.” ucapku cepat dengan telunjuk yang berada pada bibirnya, mencoba menghentikan setiap ucapannya.
Namun, lagi-lagi Farah melepaskannya. Dia menatapku dalam, semakin dalam. Dan, genangan air mata mulai nampak pada mata indahnya.
“Mba Hasna terluka. Dia tidak mengharapkanku lagi. Dia sakit. Mba Hasna sakit karena aku.” ucapnya lirih padaku.
“Farah-,”
“Mba Hasna lebih membutuhkan Bang Fariz. Mba Hasna mencintai Bang Fariz. Kumohon-,”
“Berhentilah! tolong berhentilah. Aku tahu. Tapi, dengan menjauh dari salah satu kalian itu bukan jalan keluarnya. Itu bukan yang terbaik. Kalian istriku, tanggung jawabku. Tidak sepantasnya aku mengabaikan salah satu dari kalian.” jelasku sembari tanganku menggenggam erat tangannya, mencoba meyakinkannya.
Farah tersenyum. Tapi, bukan senyum yang menyenangkan. Dia tersenyum getir dengan buliran bening yang kini turun membasahi pipinya lagi.
“Bukankah Bang Fariz sendiri yang mengatakan, kalau Bang Fariz yang akan rela menjauh dariku? Berjarak denganku?” ucapnya meski pelan namun terasa tajam menekan setiap kata yang dia ucapkan.
Tunggu, darimana dia tahu? Darimana dia tahu kalau aku mengatakan hal itu?
A-apa Farah mendengarnya? Apa kemarin sore Farah pergi kerumah sakit? Dan, dan dia mendengar apa yang aku katakan pada Hasna?
“Bang Fariz mengatakan itu. Bang Fariz yang menawarkan itu pada Mba Hasna. Bukan Mba Hasna yang memintanya...”
Ya rabbi... jadi dia benar-benar mendengar itu? A-apa dia juga mendengar kalau aku mengatakan telah mencintainya sejak lama?
“Farah-,”
“Pilih Mba Hasna. Buktikan padanya, dan jangan pedulikan aku. Aku tidak mau merusak kebahagiaan kalian.”
“Ti-,”
“Aku hanya seorang madu. Madu kalian yang mungkin akan terasa manis untuk Bang Fariz, tapi mungkin akan terasa pahit dan selalu pahit untuk Mba Hasna.”

KAMU SEDANG MEMBACA
Menjadi Madu Untuk Ipar (On Going)
RomancePoligami? Ya, poligami, sebuah kisah poligami yang memang tidak semua orang sanggup menerima dan melakukannya. Tentunya, karena apa yang dijalaninya tidak semudah mengucapkan namanya. Tiga tokoh dalam cerita ini juga memiliki karakter yang berbeda...