Entah dimana aku sekarang, merasa tersesat sendiri dibawah rindangnya pepohonan. Langit yang begitu terang, namun nampak sunyi pada indra pendengaran. Hamparan bunga yang indah, pun terasa tak begitu memanjakan penglihatan.
‘Dimana aku? Tempat apa ini?’ selalu saja kata itu yang terulang.
Aku berjalan, lalu berlari menyusuri pijakan kaki yang serasa tak berujung. Tak ada orang. Tak ada siapapun. Tak ada riuh walau sekedar bunyi daun yang bergoyang. Semuanya nampak sunyi, sepi, dan begitu menenangkan. Tenang? Ah, kurasa tidak! Aku merasa tak ada ketenangan, karena justru hatiku merasa ada sebuah ketakutan.
Ini mengerikan. Benar-benar mengerikan. Ditempat seperti ini, seluas ini, aku sendiri. Dan, benar-benar sendiri.
Aku berteriak meminta pertolongan, berharap ada seseorang yang bisa membawaku keluar dari sini. Namun, tak ada. Tak ada yang bisa mendengar. Tak ada yang bisa menolongku untuk pergi dari tempat ini.
Aku menangis, aku terisak. Aku benar-benar merasa takut.
“Dimana aku? Toloong... siapapun, tolong aku, aku ingin keluar, aku ingin pulang, aku ingin pergi dari tempat ini...” racauku terus menerus, meski sangat tipis kemungkinan untuk ada yang bisa membantuku dan mendengar ucapanku.
“Siapapun... siapapun, tolong aku, tolong keluarkan aku dari sini...” ucapku lagi dengan lirih.
Sampai akhirnya aku merasa lelah, aku terjatuh tersandung dengan kakiku sendiri. Aku menunduk mengusap bulir bening yang tak henti-hentinya turun membasahi wajah. Tak ada harapan untukku, tak ada yang bisa menolongku, takkan ada yang mendengar teriakanku.
Aku pasrah, aku berserah, dan aku benar-benar menyerah jika memang aku akan tetap disini. Hidup disini. Ditakdirkan disini, walau sendiri.
‘Tuhan... andai engkau mengijinkanku dan hanya akan mengabulkan salah satu dari banyaknya keinginanku, aku mohon, aku hanya ingin keluar dari sini. Aku ingin pergi dari tempat ini.’
Hingga akhirnya, telingaku mendengar derap langkah seseorang. Netraku menangkap samar bayangan seseorang. Ya, seseorang.
Seketika, hatiku bersorak kegirangan. Ada orang, benarkah? Benarkah ada orang disini? Ditempat ini?
Rasa haru menyeruak begitu saja, aku tidak sendiri! Ya, aku tidak sendiri disini. Ada orang. Ada seseorang yang mungkin akan segera menolongku, membawaku keluar dari tempat mengerikan ini.
‘Tuhan, terimakasih tuhan... engkau menolongku. Engkau benar-benar menolongku!’
Aku mendongak, menatap uluran tangan yang telah ada dihadapanku. Saat pandangan bertemu, seketika itu juga aku mengerjap. Mengerjap hingga berkali-kali. Benarkah? Benarkah apa yang kulihat? Ini benar, bukan? Ini nyata, bukan?
Ya Robb ... ya Robb ... aku tidak salah lihat, bukan?
Bang Fahmi! Bang Fahmi! Ini benaran kamu kan, Bang?
Dan, saat itu juga air mata turun bercucuran. Aku kembali menangis. Menangis haru karena dapat melihatnya lagi.
Aku merindukannya. Sangat merindukannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menjadi Madu Untuk Ipar (On Going)
RomansaPoligami? Ya, poligami, sebuah kisah poligami yang memang tidak semua orang sanggup menerima dan melakukannya. Tentunya, karena apa yang dijalaninya tidak semudah mengucapkan namanya. Tiga tokoh dalam cerita ini juga memiliki karakter yang berbeda...