Saat semalam menginjakkan kaki dirumah ini rasanya sempat ragu, seperti ada sesuatu yang membuatku enggan untuk memasukinya. Entah mengapa, dan aku tak tahu kenapa.
Hanya saja, suara Mas Danu seperti menyadarkanku kembali jika memang keputusan inilah yang telah kuambil.
Ya, aku memutuskan untuk menyetujui keinginan laki-laki yang mengatakan dia adalah suamiku. Menyetujui untuk tinggal bersamanya, dan kembali hidup bersamanya.
"Masuklah. Ini rumahmu, rumah suamimu. Kamu sudah memutuskan untuk kembali pada mereka, bukan? Aku harap mereka yang menjadi keluargamu dapat benar- benar menjagamu." ucap Mas Danu saat pandanganku meragu kala akan memasuki pintu.
Tanpa membalas aku hanya menganggukan kepala sebagai jawabannya, meredam segala keraguan dan perlahan melangkahkan kaki.
Baru beberapa langkah kaki ini berjalan akhirnya aku kembali lagi keluar.
"Kenapa?" tanya Mas Danu heran dengan kening berkerut.
Aku melangkah mendekat, menatap wajahnya yang selama beberapa waktu ini begitu peduli padaku.
"Tak apa, aku hanya ingin berterima kasih sekali lagi pada kamu Mas, karena sudah berbaik hati merawatku. Dari sejak kecelakaan itu hingga berbulan-bulan lamanya mau menampungku untuk tinggal di rumahmu," jawabku.
Mas Danu tersenyum, lalu mengangguk dan menghela napas.
"Itu sudah tanggung jawabku, Laras. Eumm ... maksudku, Farah. Aku memang harus melakukan itu karena kecerobohanku yang membuatmu jadi seperti ini. Yah, setidaknya sampai kamu benar-benar sembuh," balasnya.
"Kamu tahu? Aku pikir kamu adalah seorang gadis yang belum dimiliki siapapun. Aku bahkan ... ah, sudahlah. Yang terpenting sekarang kamu sudah bersama keluargamu. Aku berharap kamu akan selalu bahagia disini." lanjutnya lagi padaku.
"Kamu memang orang baik, Mas. Aku bersyukur sudah mengenalmu. Terima kasih, hanya terima kasih yang memang bisa kuucapkan," kataku padanya.
"Ya, aku pun bersyukur bisa mengenalmu, meski awal perkenalan kita tidaklah bagus karena aku yang membuatmu kecelakaan. Sekarang, masuklah. Tidak baik wanita hamil sepertimu masih diluar jam segini, udara malam sangat tidak bagus untukmu." katanya dengan pandangan mengarah padaku.
Setelah menjawabnya aku pun berlalu dan masuk kembali kedalam rumah, membiarkan Mas Danu di luar yang mungkin kini juga tengah bersiap untuk pulang.
Untuk sesaat kupandangi isi rumah ini, rumah mewah dengan segala isinya yang juga tak kalah mewah.
'Apa benar ini adalah tempat tinggalku dulu?' tanyaku dalam hati.
Karena jujur saja aku merasa sedikit takjub, rumah ini begitu besar dan terlihat sangat luas, hingga aku berpikir mungkin juga penghuni rumah ini cukuplah banyak.
Aku berjalan dengan perlahan seraya mengedarkan pandangan untuk mencari pemiliknya. Ya, aku tak tahu dimana kamarku. Setidaknya sang pemilik atau orang yang menjadi suamiku dapat menunjukanku dimana letak kamarnya.
Hanya saja, hingga lebih dari 10 menit aku berdiam diri menunggunya, tapi rupanya aku tak melihat dirinya lagi.
Dimana dia? Apa dia lupa jika ada aku yang tak ingat sama sekali dengan setiap sudut rumah ini?
Namun, karena rasa lelah juga kram perut yang kini kembali terasa akhirnya membuatku memutuskan untuk duduk di sofa yang tak jauh dariku.
Rasanya ingin sekali aku berbaring untuk sekedar meluruskan tubuhku. Tapi, itu tidaklah mungkin jika harus berbaring disini sementara yang punya rumah pun tak kuketahui dimana keberadaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menjadi Madu Untuk Ipar (On Going)
Roman d'amourPoligami? Ya, poligami, sebuah kisah poligami yang memang tidak semua orang sanggup menerima dan melakukannya. Tentunya, karena apa yang dijalaninya tidak semudah mengucapkan namanya. Tiga tokoh dalam cerita ini juga memiliki karakter yang berbeda...