Bagian 12 (Fariz)

9.3K 593 44
                                    

Suasana hati yang tak menentu membuatku tak tahu harus kubawa kemana langkah kaki ini. Semuanya membuatku bingung. Bingung dengan pilihan yang ada.

Hasna memang istriku, dan aku patut membahagiakannya. Lalu, Farah? Dia pun sama istriku, dan aku juga harus membahagiakannya. Tapi, jika aku harus berbuat tak adil seperti ini rasanya tak mungkin. Tak mungkin aku harus berjarak dengannya sementara aku terus bersama Hasna.

Namun jika aku tak melakukannya, bagaimana dengan Hasna? Aku tak mau membuatnya terus menangis dan tersakiti seperti ini. Sudah terlalu banyak dia terluka karena aku. Sudah terlalu sering pula dia mengalah padaku karena cintanya.

Lima tahun menikahinya tapi hatiku condong pada wanita lain. Aku, aku ingin menebusnya. Menebus rasa bersalahku dengan membahagiakannya. Aku ingin membalas cintanya. Membalas setiap rasa yang dia beri untukku dengan selalu membahagiakannya. Walau sebenarnya aku tak pernah berniat untuk menghianatinya dengan tetap mencintai wanita lain. Tapi, entahlah... perasaanku pada Farah selalu ada dan sulit untuk dihilangkan. Aku mencintai Farah dan tidak mau jika harus kehilangan Hasna.

Hasna mencintaiku. Dan, ya dia memang benar-benar mencintaiku. Sedang Farah? Aku yang mencintainya. Dan, aku yang benar-benar mencintainya.

Lalu, siapa yang harus kupilih?

Farah. Baru tiga bulan lamanya aku menikahinya, bahkan baru semalam aku menyentuhnya. Jika tiba-tiba sekarang aku harus berjarak dengannya, itu sama saja dengan aku menyakitinya.

Selama ini hanya Fahmi yang dia punya, hanya adikku yang dia jadikan pegangan dan sandaran saat tak lagi ada keluarga yang berada disisinya.

Sekarang, dia hanya punya aku. Hanya aku. Hanya aku yang mungkin menjadi tempatnya berbagi dikala senang dan sedih.

Lantas, apa aku akan tega membiarkannya sendirian? Berjarak hanya demi istri pertamaku bahagia?

Ya tuhan, apa yang harus kutentukan? Aku tak ingin menyakiti kedua istriku. Aku tak ingin membuat mereka sakit karena sikapku. Aku, aku mencintai mereka. Aku ingin mereka bahagia.

*****

Kulajukan mobil hingga menembus jalanan kota, bergabung dengan kendaraan lain yang saling salip menyalip karena jalanan yang sudah mulai lengang.

Masalah yang kuhadapi biarlah berjalan dengan semestinya. Aku tak tahu siapa yang harus kudahulukan, dan aku tak bisa memilih. Yang aku tahu, membahagiakan mereka adalah tujuanku. Tujuan utamaku. Meski entah dengan cara apa... aku belum tahu.

Dari dulu aku selalu berusaha menata hatiku untuk Hasna, memfokuskannya untuk bisa mencintainya. Walau terkadang terlalu sulit menempatkannya disemua sudut hatiku. Selalu saja ada rasa yang tak bisa kujelaskan.

Wanita itu, Farah yang sekarang istriku. Dia selalu menggenggam erat hati dan pikiranku. Meski aku telah merelakannya bersama Fahmi, namun aku tak pernah bisa menghapusnya agar tak bertempat lagi dihatiku. Dan diluar dugaanku dia menjadi milikku.

Aku masih mencintainya. Sangat. Namun aku juga menginginkan Hasna untuk selalu bersamaku. Tapi, apakah itu bisa? Apakah aku akan mampu berbuat adil? Mencintai Farah tapi tetap menginginkan Hasna?

Mobil yang kunaiki telah sampai dihalaman rumah. Hari sudah larut malam dan nampaknya Farah mungkin sudah terlelap. Malam yang sunyi dan akan menjadi sunyi untukku.

“Malam, Tuan...” sapa mbok Rahmi asisten rumah tanggaku yang membukakan pintu.

“Ya, malam. Apa Ibu sudah tidur?” balasku. Aku selalu membiasakan menyebut Hasna atau Farah menggunakan kata ‘Ibu’ pada para pekerjaku dirumah.

Menjadi Madu Untuk Ipar (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang