Bagian 25 (Farah)

8.9K 673 168
                                    

Suara tangisan masih mengalun dari bibirku. Senggukan yang tak redam pun tak pelak masih setia menghiasi menjadi pengiringnya. Aku begitu terluka dan terlalu syok dengan apa yang terjadi padaku. Kenyataan dan kembalinya ingatanku membuatku sulit untuk menahan luapan sakit.

Aku bahkan telah berpasrah atas apa yang menimpaku akan membuatku segera lenyap dari dunia ini. Aku merasa kematian itu semakin dekat ketika leher yang masih terhubung dengan kepalaku menjadi sesak karena jeratan tangan yang mencengkram hampir separuh dari napasku.

Tidak hanya itu, gebuan amarah penuh ancaman seakan tak hilang dari pendengaran. Seolah semua yang dilakukannya sengaja untuk membuatku pergi dan benar-benar menjauh seperti inginnya.

Hingga napas mulai tersengal, dia melepaskan cengkramannya dan mengangkat paksa daguku agar dapat menghadap wajahnya.

Seringai licik dan menakutkan adalah bayangan awal yang kulihat dari bingkainya. Membuatku memejamkan mata meski bulir bening yang jatuh tak mampu aku cegah.

“Saya tahu niat busukmu! Wanita sepertimu memang sengaja menjerat laki-laki kaya untuk membuat kehidupanmu tidak susah. Apalagi, kau hanyalah gadis  panti asuhan yang dipungut lelaki bodoh macam mantan suamimu, jadi sudah sangat jelas jika kau memang memanfaatkan keadaan ini hingga rela menjadikan dirimu sendiri sebagai istri kedua,” desisnya dengan telunjuk mengarah pada wajahku.

“Namun, sayang sekali karena kamu sangat tidak pantas jika disandingkan dengan ponakan saya. Ponakan saya jauh lebih baik. Hasna jauh lebih baik dari kamu! Jadi jangan pernah kamu berharap akan selamanya manjadi bagian yang sama dengannya di rumah ini!” timpalnya padaku.

“Kamu tidak pantas! Sangat tidak pantas!” lanjutnya lagi dengan penuh penekanan.

Baru saja kubuka kembali kelopak mataku tapi dengan cepat tangan yang mulai keriput itu menarik kepalaku. Membuat jilbab yang tengah kupakai tertarik hingga helaian rambut keluar dan menjadikannya berantakan.

Aku menangis. Bahkan menjerit saat rasa nyeri pada kepala tak bisa lagi aku tahan. Tarikannya yang kuat seolah mampu merontokan seluruh helai mahkota kepalaku. Ringisan dan racauan permohonanku seakan tak pernah didengarnya. Dan mungkin dengan kesakitan yang ia lihat dariku adalah hal yang menyenangkan untuknya.

Sesekali aku melihat tawanya yang seakan mengejek karena keadaanku. Dan benar dengan apa yang dikatakannya jika aku akan merasakan sakit jauh lebih sakit seperti ancamannya dahulu.

Namun, saat isak lirih nan memilukan yang terus keluar dari kerongkonganku tiba-tiba aku mendengar suara lain yang begitu berat dan penuh emosi. Membuat wanita tua itu terkejut hingga melonggarkan tarikan tangannya pada kepalaku.

“Lepaskan! Dan, enyah kau dari sini!”

Dengan cepat aku terbebas dari siksaan yang membebat salah satu bagian tubuhku. Meski semua itu tak bisa dengan cepat menghilangkan rasa nyeri bekas tangannya. Ya, tidak sama sekali.

Aku terkejut saat tubuhku kini ditarik dalam dekapan hangat seseorang. Membuatku terhuyung hingga menempel tak berjarak pada dada bidangnya. Usapan lembut dibagian pucuk kepala seolah membuatku merasa berada dalam perlindungan yang aman. Hingga akhirnya semua sakit dan ketakutanku melebur dalam tangisan yang begitu menyesakkan.

Untuk sesaat tubuhku gemetar. Aku sungguh-sungguh takut jika saja tadi adalah akhir dari sisa hidupku. Segala ancaman masih terekam dan seakan menempel juga berbekas. Aku tidak tahu bagaimana nasibku jika saja seseorang tidak dengan cepat menolongku. Ya, menolongku.

Belum sepenuhnya rasa tenang menguasaiku namun tiba-tiba kini tubuhku terangkat hingga berada dalam gendongan.  Membawaku berjalan dengan tubuh berada dalam dekapan.

Menjadi Madu Untuk Ipar (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang