22 - Yang Paling Tahu

134 27 3
                                    

Juli, 2015

Kira berlari dengan kencang dari kelasnya setelah menyelesaikan ujian ke arah gerbang fakultasnya. Di gerbang fakultas—tepatnya di depan pos satpam kampus, tampak seorang pengendara motor dengan jaket berwarna hijau mengedarkan pandangannya sambil sesekali melihat ke handphone yang ada di tangannya.

Kira langsung mengenali sosok itu dan yakin bahwa lelaki itu lah yang membawa sebuket bunga yang beberapa menit lalu ia pesan dengan cepat saat ia izin ke kamar mandi di tengah ujiannya.

"Bang!" Teriakan Kira yang lumayan kuat itu langsung membuat sang supir menolehkan kepala ke arahnya lalu buru-buru turun dari motornya dan menghampiri Kira yang sudah berhenti berlari dengan napas yang tersengal.

"Ini, Neng. Enggak telat kan, Neng?" kata si supir sembari menyerahkan sebuket bunga kepada Kira.

Kira menggelengkan kepalanya beberapa kali dan menerima buket bunga tersebut. Senyumannya kian mengembang begitu ia dapat merasakan wangi yang semerbak pada indera penciuamannya.

"Makasih banyak ya, Bang." kata Kira kepada si supir yang disambut dengan ramah lalu pamit untuk kembali mencari orderan.

Kira menatap buket bunga yang ada di tangannya sekali lagi sebelum membawa langkahnya menuju gedung fakultas untuk menunggu Handaru yang sedang sidang untuk tugas akhirnya.

Begitu Kira tiba di lokasi, Kira tersenyum lega karena ia datang tepat waktu. Karena saat itu pula, Handaru baru saja keluar dari ruangan dan disambut hangat oleh teman-temannya. Senyum Kira semakin mengembang melihat wajah lega dan juga bahagia yang terpatri di wajah Handaru.

Tanpa menunggu lagi, Kira segera menghampiri Handaru dan teman-ttemannya.

"Eh, Kirana tuh!" sahut Aldi, membuat Handaru membalikkan tubuhnya dan berlari memeluk Kira, tanpa memperdulikan ocehan dari teman-temannya.

Kira menyambut dengan senang hati pelukan itu lalu menarik pelukannya dan menatap Handaru dengan lembut. "Selamat, Kak. Akhirnya selesai juga."

"Makasih. Makasih juga buat kamu yang selalu semangatin aku, Na." ucap Handaru dengan tulus lalu mengusap pelan surai panjang milik Kira.

"Ini bunga buat kamu, Kak." kata Kira sambil menyerahkan buketnya kepada Handaru dan lelaki itu menerimanya dengan senyum yang tak luput dari wajahnya.

Reno kemudian berdeham, membuat Kira dan Handaru sama-sama menarik diri lalu tertawa dengan kompak. Reno mengulum senyum dan menepuk punggung Handaru beberapa kali. "Masih dalam lingkungan kampus, Bos."

"Iya, iya. Bawel lo, No." kata Handaru.

"Alah, padahal biasanya lo juga kayak gitu kali, No." timpal Aldi membela Handaru.

"Bahkan lebih parah," sahut Arya tak mau kalah.

Kira terkekeh pelan mendengar perseteruan kecil Handaru dan teman-temannya. Reno meliriknya sekilas lalu menatap Handaru lagi, "Kalau ngelihat cewek kayak Kira mana tega gue,"

"Jangan macam-macam lo, No." canda Handaru.

"Eits, protektif amat ya," Reno tergelak, membuat yang lainnya pun ikut tertawa.

"Dicari-cari ternyata udah nyampe aja di sini,"

Kira membalikkan tubuhnya dan tersenyum kepada Dion, Nika, dan juga Wuren. Ketiga orang itu berjalan menghampirinya.

"Gue bilang juga apa, pasti udah ke sini." sahut Nika membalas ucapan Dion.

Walau sudah dua bulan berlalu sejak obrolannya hari itu dengan Dion, tapi tidak membuat Kira merasa bahwa semuanya sudah baik-baik saja. Karena Nika masih bersikap aneh. Masih berusaha menjauhi mereka dan Kira akan terus menariknya kembali. Nika yang frustasi—yang sejujurnya ingin sekali berteriak yang sejujurnya kala itu malah memilih untuk diam.

TentangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang