24 - I'm Sorry

178 33 8
                                    

Oktober, 2015

Hari yang paling ditunggu oleh Handaru pun tiba. Hari ini, lelaki itu akhirnya wisuda dengan hati yang paling lega. Tidak akan ada hari di mana Handaru lelah menunggu dosen pembimbingnya dan tidak ada lagi Handaru yang harus terjaga sampai larut malam dan tidur saat pagi datang.

Kira dan teman-temannya berada di luar gedung wisuda untuk menunggu Handaru keluar. Karena cuaca siang itu lumayan terik, Dion mengajak mereka—Kira, Nika, dan Wuren untuk duduk di bawah pohon rindang sembari menikmati sepotong es krim di tangan masing-masing.

"Kok gue enggak lihat Bang Reno sama Bang Aldi ya dari tadi?" tanya Dion sambil mengedarkan pandangannya untuk mencari dua orang yang namanya ia sebut.

"Yang wisuda bareng Kak Handa tuh Kak Arya aja kan ya?" tanya Kira memastikan. Karena seingatnya, yang paling rajin mengerjakan tugas akhir di antara empat serangkai itu hanya Handaru dan Arya.

"Bang Reno sama Bang Aldi enggak serajin mereka," Wuren pun ikut menimpali. "Bang Aldi lumayan sih. Kalau Bang Reno? Enggak usah ditanya."

"Kerjanya main mulu," sahut Nika.

Wuren kemudian menoleh kepada Nika yang duduk di sampingnya. "Lo masih sering main bareng Bang Reno?"

"Enggak ah. Enggak pernah lagi malah. Soalnya gue pernah diceramahin sama Kak Handaru. Katanya jangan main-main sama Reno, enggak baik." balas Nika.

Dion yang sudah menghabiskan es krimnya kemudian bangkit dari duduknya karena sudah bosan menunggu. "Bener kok. Bang Reno tuh pergaulannya bebas. Enggak baik buat lo."

Nika hanya mengedikkan bahu, tidak mau menanggapi ucapan Dion karena rasanya memang tidak perlu ada yang disanggah. Pertemanan Reno sangat luas dan Nika sudah cukup dimarahi sekali oleh Handaru saat itu. Tak hanya Handaru yang memarahinya, Dion pun juga. Teringat dengan hari itu, Nika mendengus, merasa malas untuk mengingatnya.

"Kapan ya wisuda juga?" gumam Kira. Ucapannya sontak membuat ketiga temannya menoleh ke arahnya.

"Mending nikmatin dulu masa kuliah. Ntar udah tamat, malah bingung mau ngapain." Dion pun menimpali. Bagi seorang Dion, selesai kuliah dengan cepat bukanlah menjadi goals dalam hidupnya.

"Lo mah enak. Nyokap lo kaya. Lo juga berduit karena kerja sampingan lo di studio fotonya temen lo itu. Buat orang kayak gue yang hidupnya pas-pasan, gue harus cepet-cepet lulus biar enggak ngerepotin orang tua dan cari kerja." kata Nika.

Nika mengatakan itu dengan sangat ketus sehingga membuat Dion mengernyitkan dahi kepadanya. Walaupun Dion sudah lumayan terbiasa dengan Nika yang ketus kepadanya, tetap saja hal itu terkadang membuatnya kesal. Mau sampai kapan sih, Nika akan seperti ini?

"Udah, udah. Jangan berantem." Kira berdiri dari duduknya dan tersenyum untuk mencairkan suasana. "Nah, tuh tuh, udah keluar mereka!"

Kira tersenyum lebar ke arah pintu keluar gedung, tempat para wisudawan dan wisudawati keluar. Memandangi betapa bahagianya mereka yang keluar dari pintu tersebut, membuat hati Kira terenyuh. Ia tahu bagaimana lelahnya Handaru mengerjakan tugas akhirnya karena Kira selalu menemani lelaki itu di saat ia mengerjakannya di luar rumah. Terkadang, Kira sampai ikut begadang karenanya.

Tetapi, Kira tak menyesal. Ia ikut senang karena akhirnya Handaru bisa menyelesaikan kuliahnya bahkan lebih cepat dari waktu yang seharusnya.

"Itu Kak Handa," sahut Nika.

Kira mengalihkan atensinya dan langsung menemukan Handaru yang dipeluk oleh Tatiana—yang sepertinya baru saja datang. Tanpa menunggu lagi, Kira berlari kecil untuk memberi selamat kepadanya.

TentangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang