29 - Sebuah Nama

161 32 13
                                    

Agustus, 2017

Dion tidak henti-hentinya ikut bernyanyi ketika suara band favoritnya itu bernyanyi dengan volume besar—yang baru saja ia besarkan lewat tombol radio di mobilnya. Selama bertahun-tahun mengenal Dion, Kira tidak pernah melihatnya bersemangat seperti ini saat pergi menonton gigs.

"Seneng banget lo, Yon?" Kira tersenyum, ikut merasakan kebahagiaan yang Dion rasakan saat itu juga.

Dion berhenti menyanyikan sepenggal lirik dari lagu sweetchaos dan terkekeh. "Soalnya, ini pertama kalinya gue nonton gigs mereka loh, Kir? Inget enggak sih, sebulan lalu aja susah banget nyari tiketnya."

Kira menolehkan kepalanya ke arah kursi belakang yang berisikan tas-tas Dion dan juga sebuah tote bag miliknya yang dipinjam Dion untuk membawa album milik sweetchaos yang ia punya. "Sampai bawa album segala."

Dion tergelak. "Mumpung temennya Nathan ada jadi panitia, why not, kan?"

Kira ikut tertawa dan teringat beberapa hari sebelum hari ini, ketika mereka sedang berada di studio Nathan, Nathan memberi tahu bahwa tiket yang Kino berikan itu ia dapat dari saudaranya—dan tentunya tidak gratis sih. Kemudian Nathan juga berkata bahwa temannya ada yang menjadi panitia pada acara ini. Tentu saja info itu membuat Dion senang bukan main. Ia berharap dengan bantuan temannya Nathan ini, Dion bisa mendapatkan tanda tangan personil-personil sweetchaos itu pada album-album yang ia beli.

"Terus, gimana?" tanya Dion tiba-tiba.

"Apanya yang gimana?"

"Apartemen Tante Eva. Lo mau tinggal di sana?"

Tadi siang, seperti rencana mereka di hari Rabu malam kemarin, Kira dan Dion pergi mendatangi apartemen milik tantenya Kira yang berada di daerah Senopati. Tantenya Kira sudah sangat siap untuk pindah ke Luar Negeri. Begitu tiba di apartemennya, Kira melihat tantenya itu sedang berkemas, mengemasi barang-barang yang ingin ia bawa ke New York sana.

"Iya deh," balas Kira, mengingat bagaimana ia merasa nyaman saat datang ke apartemen tadi. Ia kemudian menoleh kepada Dion. "Kapan lagi gue tinggal di apartemen bagus?"

Dion terkekeh pelan. Ia setuju dengan komentar Kira barusan. "Iya, emang bagus sih."

Percakapan mereka kemudian berakhir sampai di sana. Kira lebih memilih untuk memainkan handphonenya, entah sedang melihat apa. Dion yang matanya fokus ke jalanan, sesekali melirik Kira. Terkadang, Dion bertanya-tanya kepada dirinya sendiri setiap ia memperhatikan Kira secara diam-diam seperti sekarang ini.

Bagaimana dengan hatinya? Apakah ia benar-benar sudah melupakan Handaru? Apakah memperbaiki dirinya selama dua tahun ini berhasil? Dan masih banyak pertanyaan-pertanyaan lainnya yang menghantui benak Dion. Akan tetapi, sebanyak apapun pertanyaan yang Dion pendam, ia tak berani menanyakan itu semua secara langsung. Dion sama sekali tak mau menyebut nama lelaki itu lagi di depan Kira.

Walau begitu, sesekali Dion masih berusaha mencari tahu kemana perginya lelaki itu. Pada tahun 2016, saat mereka sedang disibukkan dengan KKN, Dion mendengar kabar dari Reno bahwa lelaki itu sempat pulang. Ia bahkan mampir sebentar ke tempat tongkrongannya bersama Reno dan yang lainnya. Handaru tidak bercerita banyak, katanya. Handaru juga tak sedikit pun menyebutkan nama Kira. Tak lama setelah itu, Handaru pergi lagi.

Dion juga yakin, bahwa sebenarnya Kira tahu tentang kepulangan lelaki itu di tahun 2016. Tapi Kira memilih untuk diam, seolah ia sudah benar-benar menghapus bayangan lelaki itu dari benaknya, dan Dion berharap Kira benar-benar melakukan itu, agar ia tak merasa dirinya tak pantas lagi karena seseorang.

###

"Ramai banget!" seru Kira sembari memperhatikan orang-orang yang berlalu lalang di depannya.

TentangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang