September, 2014
Someone once said, don't fall in love. Because everything that falls gets broken.
Kirana tidak tahu sudah berapa banyak kutipan sedih yang ia baca pun tidak sengaja ia temukan, membuatnya merasa keadaan pada kutipan itu seperti dirinya semenjak ia mengenal Handaru.
Terkadang, Kira merasa senang dan merasa paling disayang. Namun di sisi lain, Kira tentu akan selalu bertanya-tanya, bagaimana perasaan Handaru yang sesungguhnya.
Kira kerap mengatakan bahwa ia menyayangi Handaru secara terus terang. Tapi lelaki itu tidak pernah membalas ucapannya. Sebanyak apapun Kira mengungkapkan perasaannya, maka sebanyak itulah Handaru hanya membalasnya dengan senyuman, atau usapan lembut pada surainya yang panjang.
Kenapa?
"Makanya, kalau cinta jangan buta."
Kira menatap lurus ke arah Nika yang sedang menuangkan air putih ke dalam gelas. Hari ini hari minggu. Kira dan Nika memutuskan untuk bermain ke rumah Wuren. Sedangkan Wuren dan Dion, pergi ke luar untuk membeli makanan. Maka, hanya ada mereka di rumah itu sekarang.
"Kir, pernah mikir enggak, kenapa lo masih bertahan? Masih setia nunggu?" ujar Nika sambil membawa segelas air putih kepada Kira yang sedang duduk di depan tv.
Kira hanya diam, lalu mengambil gelas tersebut dari tangan Nika.
"Lo enggak curiga apa? Kalian udah setahun lebih kayak gini... Tapi, Kak Handaru enggak pernah ngomong sayang ke elo." kata Nika lagi.
Kira lagi-lagi diam, tidak mampu merespon ucapan Nika. Bukan karena ia ingin membela diri, hanya saja, Kira juga tidak tahu kenapa ia masih mempertahankan hubungannya yang tidak jelas dengan Handaru.
Nika menghembuskan napasnya lalu menyandarkan punggungnya pada sofa. "Kak Handaru tuh, misterius enggak sih?"
"Misterius?" gumam Kira.
"Tiap dia senyum, gue ngerasa... senyumnya punya arti lain. We don't really know him. Don't you think?"
Kira bergeming, namun diam-diam menyetujui perkataan Nika. Kira pikir, ia sudah lumayan mengenal Handaru selama setahun ini. Tapi nyatanya tidak. Ada banyak hal yang Kira tidak ketahui dan Kira sadar akan hal itu.
Nika melirik Kira dan mengernyitkan dahinya. "Lo tahu enggak sih kalau lo tuh bikin Dion cemasin lo terus?"
Kira mempertemukan pandangannya dengan Nika, "Kenapa jadi Dion?"
Nika terdiam sejenak, memainkan ponselnya, lalu kembali menatap Kira. "Dion enggak mau lo sakit hati, Kir. Dia yang paling peduli sama lo."
Kira tersenyum kecil sambil membayangkan kebaikan-kebaikan yang selalu Dion berikan untuknya. Dion yang selalu saja cerewet dan marah karena hal kecil dan hal yang seperti itu hanya ia dapatkan dari Dion. Bahkan sosok Handaru sekalipun, tidak pernah memberinya perhatian seperti itu.
"Kir," panggil Nika, membuat Kira menoleh ke arahnya. Pandangan yang Nika berikan terlihat serius, sehingga Kira bertanya-tanya apa yang ingin Nika sampaikan kepadanya. "Pernah kepikiran enggak sih?"
"Kepikiran apa?"
"Kalau Dion tuh naksir lo,"
"Hah?" Kira terdiam, begitu pula dengan Nika. Ada jeda sebentar di antara mereka. Dan sedetik kemudian, Kira tergelak hebat. "Ya enggak mungkin lah!"
Nika mengernyitkan dahinya, "Kok enggak mungkin?"
"Gila, ngebayanginnya aja gue geli sendiri, Nik. Enggak bisa gue bayangin kalau Dion tuh naksir gue. Gue juga enggak bisa bayangin punya rasa sama dia."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang
General Fiction[Completed] Tentang mereka yang tersesat oleh waktu, tentang mereka yang belajar memaafkan, tentang mereka yang belajar dan menerima diri sendiri.