"Nik, lo udah di mana?"
Sembari berjalan menyusuri lobby hotel menuju ballroom, Handaru menghubungi Nika yang masih di jalan bersama Dion. Sedangkan dirinya, Wuren, dan Bara telah tiba sekitar dua jam yang lalu untuk menghadiri technical meeting.
Anthem mendapat tawaran besar untuk menjadi EO di sebuah acara yang akan diadakan di hotel tersebut. Selain itu, mereka juga mendapat kesempatan untuk berkolaborasi serta belajar banyak dari perusahaan EO yang namanya sudah sangat dikenal. Tentunya, setelah mendapat tawaran yang mungkin tidak akan ia dapatkan dua kali, Handaru tidak mau menyia-nyiakan kesempatan itu.
Dion dan Nika datang terlambat dikarenakan keduanya harus menghadiri meeting di tempat lain. Anthem masih perusahaan kecil dan tentu saja, Handaru tidak mau kehilangan project kecil lainnya begitu saja. Maka dari itu, Handaru mengutus Dion dan Nika untuk pergi, sedangkan ia, Wuren, dan Bara pergi ke hotel. Melihat banyaknya project yang mulai berdatangan, Handaru merasa ia harus merekrut anggota baru untuk Anthem.
"Oh, udah mau nyampai, ya? Mau mampir ke—" Belum sempat Handaru menyelesaikan ucapannya, seorang perempuan menabrak Handaru dengan cukup kuat sehingga handphone-nya terjatuh ke lantai.
Perempuan itu mengaduh kesakitan lalu diikuti dengan teriakan panik karena sepatu wedges yang ia kenakan talinya terputus. Belum lagi dengan peralatan tempurnya sebagai seorang Make Up Artist bertebaran.
Ia berusaha bangkit berdiri lalu menunduk berkali-kali kepada Handaru untuk meminta maaf. Handaru hanya memperhatikannya, mengambil handphone-nya lagi dan melihat kepada layarnya yang retak. Oh, bukan itu saja. Handphone-nya juga mati.
"Ma-maaf, Mas! Maaaaf bangeeet! Saya pasti ganti nanti! Ta-tapi, saya boleh pergi dulu? Ini tentang hidup dan mati saya!" seru perempuan itu panik. Tanpa menunggu respon dari Handaru, ia mendorong kartu namanya kepada Handaru. "Ini kartu nama saya! Nanti hubungi aja saya."
"Eh, tunggu—"
Perempuan itu tidak mendengarnya. Ia masih sibuk memasukkan semua barangnya ke dalam tas dan yang terakhir, yang membuat Handaru kaget adalah, perempuan itu menanggalkan sepatu wedgesnya dan membuangnya di tempat sampah. Setelah ia memastikan tidak ada yang tertinggal, ia kembali berlari sekuat tenaga tanpa beralas apapun di kakinya.
Handaru mengerjap, semua terjadi dengan sangat cepat. Ia kemudian melirik kartu nama gadis itu yang ia letakkan di atas tangan Handaru. Dilara Nalani. Nama gadis itu Dilara Nalani.
"Bang,"
Handaru menjauhkan netranya dari kartu tersebut lalu memasukkannya ke dalam saku belakang celananya. Bara tampak berlari kecil untuk menghampirinya sembari memegangi handphone di tangannya.
"Kak Nika nelepon. Katanya HP Bang Handaru tiba-tiba mati. Dia minta gue cariin lo." jelas Bara lalu menyerahkan handphone-nya kepada Handaru.
Handaru tersenyum lalu menempelkan handphone Bara ke telinganya. "Halo, Nik—"
"LO KENAPA TADI, KAK? BAIK-BAIK AJA, KAN?!"
Handaru refleks menjauhkan handphone Bara dari telinganya. Suara nyaring plus panik milik Nika benar-benar menusuk ke dalam telinga. Ia terkekeh dan kembali menempelkan benda itu. "Sorry, sorry... Ada yang buru-buru tadi sampai nabrak gue. Terus, HP gue jatuh dan mati. Rusak kayaknya."
"Terus, dia enggak tanggung jawab gitu?!"
"Tanggung jawab. Tapi, katanya nanti. Ngomong-ngomong, lo udah di mana sekarang? Jadi mampir ke Indomaret, enggak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang
General Fiction[Completed] Tentang mereka yang tersesat oleh waktu, tentang mereka yang belajar memaafkan, tentang mereka yang belajar dan menerima diri sendiri.