44 - Dia Yang Selalu Ada

160 20 16
                                    

Kira memencet bel unit Dion dengan tidak sabaran—entah yang sudah keberapa kalinya. Selama dalam perjalanan pulang, Kira seolah tidak dapat berpikir jernih. Ia bahkan tidak bertanya lebih lanjut kepada Wuren setelah mengatakan bahwa Dion sakit. Yang ada dipikirannya saat itu adalah, Dion benar-benar sedang sakit parah dan ia sendirian di unit-nya.

Setelah memencet bel berkali-kali, Kira menurunkan tangannya perlahan dan merasa dirinya sangat konyol. Kenapa dia mendadak begitu mencemaskan Dion, sih? Saat dirinya hendak meninggalkan unit Dion, pintu tiba-tiba terbuka dan membuat Kira membalikkan tubuh, menemukan Dion dengan rambutnya yang basah dan handuk di atas kepalanya.

"Lo... Habis mandi?" tanya Kira.

Dion mengernyitkan dahi bingung, namun tetap menjawab pertanyaan Kira tersebut. "Iya? Gue habis mandi... Kenapa?"

Kira melengos dan saat itu juga sadar bahwa Wuren telah membodohinya. Kira memenjamkan matanya dan menggeleng pelan. Konyol, dirinya benar-benar terlihat konyol sekarang.

"Wuren bilang lo sakit."

"Sakit apa?" tanya Dion kembali.

Kira menggeleng lagi. "Karena lo enggak ikutan tadi... Gue pikir lo bener-bener sakit."

"Oh..." Dion tampak berpikir sejenak. "Gue enggak ikutan karena enggak mau lo enggak nyaman."

"Sampai kapan lo mau mikirin orang lain daripada lo sendiri, Yon?" cetus Kira tiba-tiba.

Dion tertegun, menatap Kira lekat.

"Sampai kapan... Lo mau ngalah dan enggak berjuang buat diri lo sendiri, Yon?" tambah Kira lirih.

Dion menarik napasnya dan berjalan mendekati Kira. "Sampai lo sendiri yang udah ngizinin gue buat ketemu elo. That's when I stopped."

Kira menggigit bibirnya untuk menahan tangis. Berkali-kali ia berpikir, bagaimana cara Dion untuk bertahan menyukai seseorang, menghabiskan waktunya untuk menyukai seseorang yang bahkan tidak tahu tentang perasaannya itu.

Kira juga tidak tahu seistimewa apa dirinya di mata seorang Dion Carvalo, sampai-sampai membuat lelaki itu tidak dapat melupakannya. Entah karena mereka yang sudah terbiasa bersama atau memang karena Dion menolak untuk melupakan.

Setelah melewati beberapa hari tanpa ada Dion di sampingnya, Kira sadar, seberapa penting sosoknya itu di dalam hidupnya. Tanpa ia sadari, Dion juga, memiliki tempat yang spesial di hatinya.

"Sepi banget, Yon... Sepi, enggak ada lo di hari-hari gue." Kira tersenyum lemah bertepatan dengan menetesnya air mata pada pipinya. "Gue kangen elo, Yon."

Dion terhenyak. Hatinya tidak pernah terasa lebih lega setelah ia mendengarkan pengakuan Kira. Walau Dion tidak tahu, apa arti di balik kerinduan itu, tapi begitu saja... Dion sudah sangat bahagia.

Dion memberanikan diri untuk memegang tangan Kira. Sementara Kira, membiarkan Dion melakukannya. Dion menatap Kira lekat, matanya memerah menahan tangis. Sama seperti Kira, dia pun juga sangat merindukan Kira hadir di hari-harinya.

"Gue juga, Kir... Gue juga kangen lo. Kangen banget, Kir."

Kira akhirnya menumpahkan tangisnya dan memeluk Dion erat. Dion memejamkan matanya, membalas pelukan itu dan menghembuskan napas lega. Ia mengusap surai Kira dengan lembut, dengan penuh kasih sayang. Tidak akan ada yang paham bagaimana Dion sangat merindukan Kira.

Bahkan, Kira sekali pun... Tidak akan tahu.

###

"Lo sekarang lebih ceria."

TentangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang