April, 2015
Hari ini adalah hari terakhir mereka di Yogyakarta. Seperti halnya yang selalu orang-orang katakan, Yogyakarta itu bikin rindu. Setidaknya, bagi Kira, mungkin ungkapan itu memang benar adanya.
Kira tidak mengerti bagaimana ia sangat menyukai kota ini. Padahal, dia tidak lahir di sini. Tetapi sepertinya, memang begitulah kata orang-orang yang datang ke kota Yogyakarta. Pagi ini, sebelum kembali ke Jakarta menggunakan kereta di sore hari, Kira dan yang lainnya menyempatkan diri untuk datang ke Parangteritis untuk menikmati sunrise.
Begitu matahari terbit, mereka semua tertegun, memandangi betapa indahnya ciptaan Tuhan dan seisinya. Untuk sejenak, kelima orang—dengan bermacam masalah yang berbeda itu dilupakan oleh galaunya hidup. Kira memandangi pemandangan indah itu dengan senyum yang terkulum sembari merapatkan jaket berwarna hitam di tubuhnya karena tidak tahan dengan kencang dan dinginnya angin di pagi hari.
Kira tiba-tiba merasakan kehangatan begitu Handaru melingkarkan tangannya pada punggung Kira. Kira menoleh dan Handaru tersenyum kepadanya, memberikan senyuman hangat yang selalu Kira suka.
"Na, inget enggak?" tanya Handaru sembari menatap lurus ke arah matahari.
Kira menolehkan kepalanya lagi, tidak mengatakan apa pun dan menunggu Handaru melanjutkan ucapannya.
"Kita lihat sunrise lagi... untuk yang kedua kalinya."
Kira termangu mendengar itu lalu tertawa kecil. Bagaimana bisa ia melupakan saat di mana, ia benar-benar jatuh cinta kepada Handaru? Sudah hampir dua tahun berlalu, tetapi Kira masih akan selalu jatuh cinta pada sosok Handaru. Saat Handaru tersenyum, saat Handaru tertawa, dan saat Handaru melakukan hal-hal kecil kepada Kira.
Kira akan selalu jatuh cinta, kepada sosoknya.
"Iya iya. Aku lupa soal itu." balas Kira lalu menghirup udara segar di pagi hari dan menghelakannya kembali. "Tapi, kita belum pernah lihat sunset."
Handaru berdeham dan mengalihkan atensinya dari sunrise kepada Kira yang duduk di sampingnya. "Kamu lebih suka sunrise atau sunset?"
Kira tampak berpikir sejenak sebelum kembali mengulum senyum dan menjawab pertanyaan Handaru. "I love both, actually."
"Why?"
"Because every morning is a beginning and may bring you hope and sunset may bring you peace..." ujar Kira pelan. "We can start and end day beautifully. The rest in between is up to you... Well, that was one of quotes I've read in pinterest."
Handaru tertawa pelan dan Kira tidak bisa untuk tidak ikut tersenyum setiap ia melihat cara Handaru tertawa. Kira sudah bilang kan, betapa senangnya ia setiap melihat Handaru tertawa?
"Tapi, walau itu cuma quotes, aku setuju... aku bisa relate. Don't you think?" kata Kira lagi.
Handaru mengangguk-anggukkan kepalanya pelan. "Right. Kamu bener."
"Sayang banget hari ini pulang. Pengin lama-lama karena masih banyak tempat yang belum aku datengin di Jogja."
"Kamu sesuka itu sama tempat ini?"
"Mungkin, orang yang tinggal di sini, yang lahir di sini, menganggap itu hal yang biasa atau malah aneh. Kenapa sih orang-orang bilang kota ini bikin rindu? Tapi bagi aku... aku suka. Kayak namanya. Istimewa."
Mendengar ucapan Kira, membuat Handaru bergeming lama. Bukan karena ia terharu atau bahkan terpesona mendengar ucapan Kira. Bukan. Tetapi karena ucapan Kira itu persis sekali dengan apa yang Reina katakan kepadanya dulu saat sekolah. Handaru mengalihkan pandangannya dari Kira dan menghembuskan napas kasar. Ternyata begitu sulit. Ternyata apa yang ia katakan kepada Wuren begitu sulit. Ia belum bisa melupakan Reina, sampai ia mendapatkan jawaban yang ingin ia dengar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang
General Fiction[Completed] Tentang mereka yang tersesat oleh waktu, tentang mereka yang belajar memaafkan, tentang mereka yang belajar dan menerima diri sendiri.