41 - Only a Matter of Time

162 24 10
                                    

"Makasih ya, Ajeng! Jangan lupa istirahat!" Kira mengambil satu bungkus plastik berisikan beberapa kaleng susu beruang yang ia beli di family mart di lantai dasar apartemennya. Tidak lupa, ia berterima kasih kepada Ajeng, selaku kasir toko. Setelah sedikit berbincang dengan Ajeng, Kira meninggalkan toko tersebut dan berjalan menuju lift.

Tidak jauh dari Kira berdiri, Dion diam-diam memperhatikan gadis itu dengan seksama. Ia menatapnya dengan penuh kerinduan. Hanya dengan satu kalimat yang ia lontarkan pagi itu, membuat semuanya tak lagi sama. Sejak hari itu, tidak pernah sedikit pun Dion tidak menyesal dan berandai-andai jika saja ia tidak membahas hal itu dengan Kira.

Dion kemudian berjalan menghampiri Ajeng yang baru saja selesai melayani pelanggan. Saat ia melihat kedatangan Dion, perempuan berambut panjang sebahu itu menyambutnya dengan senyuman lebar.

"Hai, Mas Dion!"

Dion membalas sapaannya itu dengan sebuah senyuman. "Hai, Ajeng."

"Mas Dion mau beli apa nih?"

Dion mengedarkan pandangannya, melihat-lihat isi toko tersebut. Namun sebenarnya, tujuan ia datang ke sana bukanlah karena ia ingin membeli sesuatu. Melainkan ia ingin bertanya apa yang tadi ia bicarakan bersama Kira.

"Gue enggak mau beli apa-apa sih, Jeng... Tapi, gue mau nanya."

"Eh? Mau nanya apa?" balas Ajeng.

"Tadi ngomongin apa sama Kirana?"

Ajeng mengerjap bingung. "Mbak Kira? Enggak ada sih. Mbak Kira beli susu beruang terus aku tanyain kenapa, ternyata dia lagi enggak enak badan terus capek-capek juga sama kerjaan katanya. Itu aja sih... Emang kenapa, Mas? Kok enggak tanya sendiri?"

Dion berdecak kecil—sangat kecil, hingga Ajeng tidak dapat mendengarkan itu. Sebelum menjawab pertanyaan Ajeng, Dion menolehkan kepalanya ke arah lift, Kenapa sih selalu aja maksain diri kalau udah capek?

"Lagi enggak sapaan, Jeng. Dia beli obat enggak?" jawab Dion akhirnya.

"Hah? Tumben banget enggak sapaan." balas Ajeng. "Tapi, Mbak Kira enggak beli obat, Mas. Cuma beli onigiri sama susu beruang aja."

Dion manggut-manggut, tampak larut dalam pikirannya sendiri. Setelah lama berdiam diri dan membuat Ajeng bingung, Dion mengangkat wajahnya dan kembali menatap Ajeng lagi. "Jeng, gue boleh minta tolong enggak?"

###

Kira baru saja hendak menarik selimut dan tidur ketika seseorang memencet bel apartemennya sebanyak dua kali. Kira terduduk di tempat tidurnya, sejenak berpikir siapa kira-kira yang datang ke unit-nya di jam delapan malam begini. Saat sedang menerka-nerka, bel kembali berbunyi dan sapaan nyaring dari suara yang tidak asing terdengar setelahnya.

"Mbak Kiraaaa.... Ini Ajeng."

Kira langsung bergegas keluar dari kamarnya dan membuka pintu, untuk disambut dengan senyuman hangat dari Ajeng. Setelah Kira kembali ke apartemen ini, nyatanya perempuan ramah itu masih bekerja sebagai kasir di family mart lantai dasar. Setelah banyak berbincang, Kira baru tahu kalau ternyata Ajeng lebih muda darinya.

"Ajeng, ngapain?" Kira mengerjapkan matanya beberapa kali, terlalu heran melihat kehadiran Ajeng di depan unit-nya. Walau banyak berbincang, Kira tidak ingat pernah menyebutkan di lantai dan nomor berapa ia tinggal.

"Hehehehe..." Ajeng malah menyengir lalu mengangkat tinggi-tinggi kantong plastik yang bertuliskan nama restoran sup daging kesukaan Kira. "Aku bawain makanan buat Mbak Kira. Ada yang ngasih."

Kira memandangi bungkusan itu untuk beberapa saat. Tanpa perlu bertanya kepada Ajeng pun, Kira tahu siapa yang menyuruh Ajeng untuk datang ke unit-nya sambil membawakan makanan. Sebab dari sedikitnya orang yang tahu Kira menyukai sup daging dari restoran, Dion menjadi salah satunya.

TentangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang