35 - Memendam

150 27 5
                                    

"Cantik,"

Riyan menarik rem tangan mobil ketika ia dan Erika tiba di depan rumah perempuan itu. Sepanjang perjalanan pulang ke rumah Erika, keduanya tidak banyak bicara. Mereka hanya berdiam diri dan sibuk dengan pikiran masing-masing. Ketika akhirnya rumah Erika menjadi tempat pemberhentian mereka malam itu, Erika akhirnya bersuara dan membuat Riyan menatapnya lekat.

Erika menoleh, merasa tatapan Riyan malam itu begitu kuat seolah memintanya berhenti. Erika tahu ia harus berhenti, Erika tahu ia harus kembali kepada hubungan mereka yang semula. Hanya saja, bertemu dengan Kira secara langsung ternyata membuatnya ingin egois.

"Aslinya cantik ya... Kirana." lanjut Erika, mengabaikan maksud tatapan Riyan.

"Ri..."

Erika melepaskan sabuk pengaman yang ia kenakan dan menatap Riyan lagi. "Makasih buat malam ini ya, Yan." ujarnya lalu turun dari mobil.

Riyan yang sejak tadi diam kemudian ikut turun dari mobil dan menarik tangan Erika. "Ri, soal yang tadi—"

"Apa?" balas Erika segera. Ia tersenyum. "Soal Yogas? Aku bakalan terima dia lagi."

"Apa?" Riyan termangu, menatap Erika dengan wajah setengah terkejut. Ucapan Erika itu membuat ia melepaskan tangan Erika.

Erika tersenyum lagi, kini lebih lebar dari pada beberapa sekon sebelumnya. "Kalau soal apa yang aku bilang di restoran, enggak usah dipikirkan, Yan. Kalau itu emang mengganggu kamu, lebih baik aku coba lagi buat balik sama Yogas lagi, 'kan?"

"Ri, aku enggak suka kamu bikin keputusan—tapi enggak mikirin kamu sendiri."

"Aku mikirin diri sendiri, Yan." bantah Erika cepat. Senyuman ramah yang beberapa detik lalu masih terpatri di wajah cantiknya pun hilang. "It's confusing me. You and I, our relationship—It's so frustrating, Yan!"

"I know," cetus Riyan cepat. Ia mendekati Erika, berusaha membuat perempuan itu lebih tenang. "Aku tahu, Ri... Aku tahu. Ini juga membingungkan buat aku, Ri."

"Terus, kenapa, Yan? Kenapa kita enggak berhenti dan coba hubungan ini?"

I don't know, Ri. Riyan menatap lurus Erika yang terlihat seperti ingin menangis. Riyan mengalihkan pandangannya. Memiliki hubungan spesial bersama Erika yang bahkan ia tidak tahu akan dibawa ke mana, membuat Riyan merasa seperti seorang pengecut... dan brengsek.

Erika mengerti, ia paham betul air muka yang sedang Riyan tunjukkan. Maka, keputusan yang tadi telah ia buat di restoran harus ia ganti menjadi sebuah keputusan yang baru. Memulai kembali bersama Yogas, mantan kekasihnya itu.

"Yan... Kita semua lagi kejebak. Kejebak sama perasaan yang sama, sama situasi yang sama... Tapi kita enggak bisa cari jalan keluarnya. Bukan karena kita enggak mampu, Yan, tapi karena kita menyangkal itu semua." ujar Erika sebelum akhirnya ia masuk ke dalam rumah dan meninggalkan Riyan sendiri.

"Kenapa lo enggak mulai dari ngehapus chat-nya Kira dulu, Yan? Atau jangan-jangan, lo emang enggak siap ngelupain dia?" Ucapan Juan malam itu di rumahnya terbayang kembali. Riyan menghela napasnya kasar lalu kembali masuk ke dalam mobilnya dan berlalu pergi.

###

Bersikap sewajarnya. Ketika memutuskan untuk kembali ke Jakarta dan memulai Anthem bersama teman-temannya, Handaru berusaha untuk bersikap sewajarnya di depan Dion, Wuren, Nika, dan Kira sekalipun. Walau Handaru tahu, masih ada sesuatu hal yang mengganggu pikirannya. Tidak hanya Handaru, tetapi yang lainnya pun sama.

Dan bersikap sewajarnya adalah satu dari sekian banyaknya hal yang sulit untuk mereka lakukan. Terlebih jika kenangan-kenangan saat masa kuliah dulu terbesit kembali. Entah dari gambar atau dari cerita yang tanpa sengaja mereka bahas untuk sekedar bernostalgia. Dan Nika adalah salah satu yang paling merasa sulit untuk melakukan itu.

TentangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang