"Kak, nih dokumennya." Nika meletakkan beberapa berkas ke atas meja Handaru. Lelaki itu menerimanya, memeriksa lembar demi lembar sejenak sebelum akhirnya kembali meletakkannya di atas meja.
Handaru menoleh ke luar ruangannya yang hanya dibatasi oleh pintu kaca—yang membuatnya dapat melihat aktivitas rekan-rekannya dari dalam ruangan. Atensi pria itu langsung jatuh kepada Dion yang beberapa hari belakangan ini lebih banyak diam, dibanding dirinya yang seperti biasanya.
"Dion?" tebak Nika, membuat atensi Handaru terlepas dari Dion. "Dia masih diem, enggak banyak ngomong."
"Lo udah tahu kenapa?"
Nika menggelengkan kepalanya. Ia bahkan sudah menanyakan alasan diamnya lelaki itu kepada Kira—orang yang mungkin tahu apa yang terjadi kepadanya. Namun sayang, Nika tetap saja tidak menemukan jawaban.
"Gue udah tanya Kirana. Tapi, Kira juga bilang dia enggak tahu kenapa." jawab Nika akhirnya.
Handaru berdeham, tampak sedang berpikir. Jawaban dari Kira itu tidak memuaskan hatinya. "Gue rasa ada yang enggak beres. Udah berapa hari ini?"
"Udah tiga hari."
"Lo udah coba nanya Kino belum? Siapa tahu tuh anak tahu."
Nika menggeleng lagi. "Kira aja enggak tahu, apalagi Kino, 'kan?"
Handaru tidak menjawab. Ia menatap Nika sambil mengulum senyum di wajahnya. "Ya udah. Thank you ya, Nik."
Nika menganggukkan kepalanya dengan riang lalu meninggalkan ruangan Handaru. Ia sempat memperhatikan bagaimana Nika mencoba mengajak Dion berbicara lagi yang kemudian hanya dibalas seadanya oleh Dion. Sejujurnya, melihat Nika sudah melupakan masa lalu serta kembali menganggap Dion ada, membuat Handaru merasa senang. Handaru juga tahu bagaimana Nika sudah berteman lagi dengan Kira.
Namun entah kenapa, diamnya Dion selama tiga hari ini sangat mengusik pikirannya. Ia mengusap wajahnya lelah lalu mengambil handphone-nya, melihat-lihat benda itu selama beberapa detik. Ia kemudian beranjak dari duduknya dan meraih jaket denim dan dompetnya lalu meninggalkan ruangan.
"Loh, mau ke mana?" tanya Nika, membuat Wuren, Dion, dan Bara dengan kompak menoleh ke arahnya.
"Mau meeting." jawab Handaru singkat lalu bergegas melangkahkan kakinya keluar dari Anthem.
Nika mengernyitkan dahi. "Mau meeting tapi kok enggak bawa laptop ya?"
Bara mengangguk setuju lalu kembali menatap komputernya. Sedangkan Wuren, ia menatap lama Handaru yang baru saja masuk ke dalam mobil dan berlalu pergi.
###
Handaru keluar dari mobilnya dengan terburu-buru. Setelah menutup pintu mobil dan menguncinya, ia berjalan masuk ke dalam kedai kopi yang tidak jauh dari kantornya. Ia mencari-cari sosok yang sedang menunggu kedatangannya. Hingga matanya berhenti mencari, ketika akhirnya ia menemukan Kira sedang duduk dengan laptop di depannya.
"Hei, Na." sapa Handaru, membuat Kira mendongakkan kepalanya dan menyambut Handaru dengan seulas senyum.
"Hai, Kak. Cepet banget."
Handaru kemudian duduk di depan gadis itu. "Kan deket. Aku kaget banget waktu kamu bilang mau ketemu."
Seorang karyawan kafe itu kemudian datang mengantarkan satu americano untuk Handaru. Setelah meletakkan americano-nya, ia pun pergi dan membuat Handaru menatap Kira lagi. "Kamu udah pesanin?"
"Iya. Americano aja, enggak apa, 'kan?"
"Enggak apa." balas Handaru. "Jadi, ada apa, Na?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang
General Fiction[Completed] Tentang mereka yang tersesat oleh waktu, tentang mereka yang belajar memaafkan, tentang mereka yang belajar dan menerima diri sendiri.