April 2015
"Seneng enggak?"
Wuren mengulum senyum lembut saat mendengar suara Kalinda Gayatri Leela—Aya, yang sudah dua minggu ini belum ia dengar. Seperti biasa, suara Aya selalu saja dapat menyejukkan hatinya. Ah, ia sangat merindukan Aya.
"Lebih seneng kalau bisa pulang ke Bali,"
Aya terkekeh pelan mendengar jawaban Wuren dan lelaki itu semakin melebarkan senyumannya. Kalau bisa pun, Wuren ingin sekali selalu pulang ke Bali setiap minggunya untuk bisa bertemu Aya. Tetapi, jika Wuren melakukan itu, Wuren akan lupa dengan tujuan hidupnya. Wuren akan tidak fokus dan malah menghambat Aya yang masih sekolah untuk belajar karena sudah kelas 12.
Lagipula, Wuren sudah janji kepada Aya, bahwa ia tidak akan dikalahkan oleh rindu.
"Bentar lagi nyampe Jogja?"
"Iya." Wuren menatap ke luar jendela kereta yang melaju dengan cepat, menampakkan rumah-rumah yang berderetan.
Wuren pikir, perjalanan ini akan terasa sangat menyenangkan. Tapi entah Kira dan Handaru sadar atau tidak, Wuren tahu ada yang tidak beres dengan cara Nika tertawa. Terlebih ketika Dion yang bersuara. Nika yang biasanya akan menimpali dengan canda, atau perkataan ketus, kini hanya sesekali tertawa dan tidak lagi menimpali dengan candanya.
"Kenapa, Kak?" suara lembut Aya di seberang sana membuyarkan lamunannya. Wuren kemudian bersandar di dekat jendela dan tersenyum kecil.
"Enggak ada, Ya. Ini udah mau sampai. I'll call you later."
"Okay. Have fun, Kak. I miss you."
"I miss you more, Aya."
Aya tertawa kecil dan Wuren sangat bisa membayangkan betapa manisnya Aya saat ia tertawa. Setelah itu, Wuren menutup sambungan teleponnya dan kembali menghampiri teman-temannya di tempat mereka duduk. Ternyata, mereka semua sudah terbangun. Tadi saat Wuren pergi ke toilet, hanya Handaru yang masih terjaga sambil sesekali membetulkan posisi tidur Kira agar gadis itu tetap nyaman.
"Kita dijemput, Ren?" tanya Handaru saat kereta sudah berhenti dan orang-orang bergantian untuk ke luar.
Wuren mengangguk sembari menerima tasnya yang diberikan oleh Nika. "Iya, sama yang jaga rumah. Rumahnya enggak jauh banget kok dari stasiun."
"Ntar sampai rumah lo kita bikin rute dulu deh," ujar Dion.
"Yang kemarin sebelum berangkat mau lo bikinin enggak jadi?" tanya Kira.
Dion menyengir, tanda ia benar-benar melupakan itu. Kira hanya menggelengkan kepalanya dan menepuk pelan pundak Dion. Setelah itu, Kira berlalu pergi bersama Handaru yang merangkul pundaknya. Saat itu pula, mata Dion tak sengaja bertemu dengan Nika. Nika pikir, Dion akan tersenyum bodoh atau apalah. Tapi nyatanya, lelaki itu hanya mengalihkan pandangannya dan berlari kecil menyusul Wuren.
Nika menghela napasnya dan terdiam sejenak. Lelah. Ia sangat lelah berpura-pura. Nika lelah berpura-pura tersenyum atau tertawa. Nika juga lelah terlihat biasa saja saat Dion melakukan kepedulian kecil kepada Kira yang tidak diketahui orang lain tapi Nika menyadari itu.
Nika bahkan tidak tahu kenapa ia setuju untuk ikut ke Jogja hari ini. Selama tiga hari nanti hingga minggu, Nika akan terus berpura-pura.
"Nikaaa!"
Nika mendongakkan wajahnya, menatap Kira yang barusan memanggilnya. Menatap Dion, Wuren, dan Handaru yang menatapnya dengan ekspresi berbeda. Tapi lagi-lagi, ia memang harus terus berpura-pura. Dengan lengkah yang berat, Nika menghampiri teman-temannya dan memilih untuk berjalan di sebelah Kira.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang
General Fiction[Completed] Tentang mereka yang tersesat oleh waktu, tentang mereka yang belajar memaafkan, tentang mereka yang belajar dan menerima diri sendiri.