Kejutan Hari - H

2.9K 124 3
                                    

Malam Pertama

#Noda
(3)

Jantungku detaknya tak beraturan. Apa yang terjadi selama berjam-jam aku menunggu? Pikiran buruk tentang Fay terus mengganggu. Sedikit saja bahkan tak bisa berprasangka baik pada bajingan itu.

"Kamu harus tetap tenang, Li. 90 persen dari apa yang kita takutkan sering kali tak terjadi. Gegabah hanya akan menghancurkanmu!" Nasihat bijak Ibu terus terngiang-ngiang dalam ingatan. Wanita itu seorang Ibu sekaligus motivator bagiku.

"Em, maaf, ya, Dik. Tadi guru abang dari Ma'had tempat abang mondok dulu datang. Ndak enak kalau ndak ngobrol dulu."

"Inggih Gus, eh, Bang," jawabku gugup. Saat melihatnya sekilas, bibir merah Gus membentuk senyum simpul. Manis.

Kenapa dia tersenyum? Jika dugaanku tentang Fay benar, harusnya Gus marah. Kecuali dia seperti malaikat, ah, tapi aku tak percaya jika ada manusia bak malaikat. Ini dunia nyata, segala sesuatunya bersifat realistis. Itulah mengapa aku memilih bungkam.

"Apa adek mau memulainya sekarang?"
tanya Gus Bed yang memandangku dengan jarak begitu dekat. Ya Tuhan, wajah tampannya yang putih berseri membuatku tak bisa menguasai diri. Detak jantung ini tak karuan.

"Hem?" Alis tebalnya terangkat menunggu jawaban dariku. Seketika aku menunduk malu. Sangat malu.

"Duh, malah merah begitu pipinya," goda Gus menyentuh pipi, dan mengusapnya pelan.

Aku mencintaimu, Gus. Aku sangat mencintaimu.

"Sebenarnya abang juga mau mulai sekarang, Dik.  Tapi apa daya, tamu di luar sangat banyak." Tawa kecil menyusul pernyataan yang menunjukkan sesal dan rasa bersalah.

"Ah, ndak papa, Gus eh Bang. Ke luar saja dulu." Aku menjawab cepat dengan nada canggung.

Justru ini bagus, semua itu bisa mengulur waktu untuk mencari  cara menjelaskan keadaanku sebelum keduluan Fay. Yah, setelah melihat Fay tadi, tentunya aku harus memberanikan diri bicara yang sebenarnya. Sebab, jika pemuda jahat itu yang lebih dulu, dia bisa playing victime dan memutar balikkan fakta. Harapan untuk tetap ada di sisi Gus sangat kecil. Ah, bahkan tanpa kehadiran Fay, kesempatan itu nyaris tak ada.

Lalu apa yang kuharapkan? Tentu saja aku masih percaya pada keajaiban. Allah yang membolak-balikkan hati manusia, besar harapanku Tuhan akan membuat hati Gus legowo dan menerima. Karena semua ini adalah takdir. Yah, takdir.

"Wah, kok abang malah jadi kecewa jawabannya gitu." Mulut pria berwajah oriental itu sedikit memanyun seperti anak kecil.

Aku sampai bingung sendiri akan menanggapinya seperti apa. Akhirnya kupilih diam saja sambil nyengir.

"Baik lah. Abang senang, Adek istri yang sabar dan pemalu." Lagi, senyumnya membuatku tak bisa mengendalikan diri. Tangan kanannya mengacak kerudungku hingga kusut.

Menit kemudian ....

Aku tak mengerti sejak kapan tiba-tiba tak ada jarak antara kami, beberapa detik terjadi ia melepasnya. Mataku melebar, ia tersenyum sambil mengusap pipiku lagi sebelum benar-benar bangkit dan ke luar.

Kupegangi bibir sembari melihatnya berjalan ke arah pintu.
Apa itu tadi? Kenapa rasanya seperti disetrum yang membuatku sangat bahagia.

"Oya, Dik. Sambil nunggu boleh dikhatamin kitab yang Abang berikan tempo hari. Kalau Adik lupa membawanya, di laci paling atas juga ada kitab yang sama." Pria itu kembali bicara, selagi separuh tubuhnya sudah tertutup pintu dan hanya bagian kepala yang melongok padaku.

Ya Allah, nakal juga Gus Bed.

Tempo hari, saat di kampus, salah seorang mahasiswi sekaligus santriwati Darul Falah memberikan sebuah buku yang terbungkus rapi. Katanya titipan Gus Ubaidillah. Mataku melotot saat benda tersebut adalah sebuah kitab khusus yang menerangkan hubungan dalam rumah tangga.

Noda +21 (Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang