"Kenapa Abang sangat tahu?""Kan Abang pernah sebulan di sini." Gus Bed tersenyum.
Tentu saja waktu selama itu cukup untuk mengenal kebiasaan warga di sekitarnya. Tapi, lamanya waktu yang Gus jalani di Belanda mengingatkanku pada ucapan Fay dulu, sepupunya kabur ke Belanda untuk menenangkan diri. Ck ... rasa penasaranku timbul lagi. Perlukah aku bertanya? Siapa tahu masa lalu Gus hanyalah hal biasa, dan dan dengan begitu hatiku tenang.
Ayo Li, bertanya lah! Perintah itu terasa menekan.
Tidak, Li! Di mana adabmu sebagai seorang istri? Ingat masa lalu kelammu! Jangan sampai pertanyaanmu padanya, membawa Gus mengorek masa lalumu pula!
Perang pemikiran lagi. Huft! Aku benci setiap kali menghadapi ini.
Sekitar sepuluh menit kami menunggu, Bude Arina datang dengan seorang wanita paruh baya. Pakaiannya tertutup, hanya saja kepala wanita itu belum tertutup kerudung. Apa mungkin dia seorang muslimah? Melihat di tangannya ada makanan yang dibawa. Bukan kah kami harus menghindari makanan non muslim yang mereka buat, kecuali kita yakin benar apa yang dimasaknya adalah bahan halalan toyyiban.
Bude Arina yang sepertinya mengerti arti tatapanku pada orang yang menyertainya, berbisik sebelum memasukkan anak kunci ke pintu.
"Dia mualaf, Nduk.""O ...." Mulutku membulat. "Goodnight!" sapaku sambil mengangguk pada tetangga Bude Arina. Tadinya aku ingin menyalami dengan mencium tangannya. Tapi tangannya sedang membawa sesuatu.
"Welcome."
"Ah, ya ...." Aku manggut-manggut.
"Dia tidak bisa berbahasa Inggris, Nduk!" seru Bude Arina yang sudah masuk diikuti Gus Bed dengan membawa barang-barang.
Wanita itu hanya tersenyum. Setelah menyerahkan makanan padaku dan berpamitan pada Bude, wanita itu pulang.
Kami pun masuk dalam keadaan keroncongan karena lapar. Tetangga Bude Arina sangat pengertian. Di saat lelah dari perjalanan jauh kami tak perlu repot masak.
"Ini makanan khas Belanda, bisa dikatakan merupakan salah satu menu yang tepat untuk mencegah dingin." Bude Bicara sambil menata makanan di atas meja.
"Kelihatannya enak," sahutku tak sabar melihat kuah di dalam mangkuk besar di atas meja.
"Pada awalnya Waterzooi berasal dari kawasan Ghent, menu masakan yang satu berbahan dasar ikan. Namun, seiring dengan perkembangan penggunaan ikan mulai berkurang. Kemudian masakan ini mengalami perubahan dengan penggunaan daging ayam sebagai penggantinya. Menu masakan yang satu ini memiliki bentuk seperti sup, sangat tepat untuk dimakan saat udara dingin." Gus Bed menimpali. Aku seperti tidak mengenalinya.
"Wah siapa sangka, seorang anak Kiai tiba-tiba jadi pakar kuliner," godaku yang membuat Gus Bed dan Bude Arina tertawa berbarengan.
"Bude senang sekali melihat kalian seperti ini. Romantis. Semoga selalu harmonis ya. Kalau saja Fay ...." Ucapan Bude menggantung ketika secara impulsif menyebut nama anaknya. Wajah tua itu meredup.
Suasana jadi tak nyaman sejenak. Jelas saja seorang ibu akan sedih punya anak macam Fay.
"Ah, sudahlah. Ayo makan untung kita punya banyak roti dari bandara. Karena makanan ini makin nikmat di makan dengan roti." Bude Mengalihkan perhatiannya.
Sayang sekali, makanan yang terlihat enak itu rasanya sulit untuk masuk ke perut. Ah, entah lah mungkin aku mulai mengalami fase sebelum benar-benar mengidam.
___________
Gus sudah lebih dulu tidur. Sedang aku akan kembali ke kamar setelah minum.
"Nduk!" Suara Bude Arina menghentikan langkahku.
"Ya."
"Ini barang-barang Ubed yang bude simpan lama," ucap Bude menyodorkan sebuah kotak dengan berbagai macam benda dari alat cukur, carger ponsel, entah apa lagi. Banyak sekali. Namun, sebuah buku yang membuatku gagal fokus.
"Mungkin Ubed nanti memerlukannya."
"Oh inggeh Bude."
Bude tersenyum lalu pergi ke kamarnya. Aku yang penasaran bukannya langsung ke kamar, tapi memilih melihat sesuatu yang menyembul dari halaman tengah.
Kutarik benda tersebut. Sebuah kertas tebal dengan gambar bunga-bunga.
"Ini undangan perkawinan?" gumamku begitu melihatnya.
Di bagian depan tertulis dengan font yang sangat indah nama dua mempelai.
'Raudatul Jannah & Muhammad Ubaidillah'Dadaku berdebar. Jadi wanita dari masa lalu Gus adalah Raudah? Wanita cantik yang berusia hampir 30 tahun tapi masih manis seperti gadis remaja.
Gus .... ada apa sebenarnya? Kenapa dia berani muncul di pesantren, bahkan di resepsi kami dengan begitu santainya?
BERSAMBUNG
KAMU SEDANG MEMBACA
Noda +21 (Lengkap)
General FictionJust info : Cerita ini sudah diunlock lebih dari 100K di KBM App. Yang penasaran dengan season dua dan selanjutnya baca di KBM App yuk. 😍😍 ❤❤❤ "Mana bercak darahnya?" Gus Ubaidillah seperti kesurupan membolak-balik selimut yang berantakan karena h...